Media Terintegrasi: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya
dalam Kegiatan Pembelajaran di SMP Terbuka
Drs. Sudirman Siahaan, MPd*)
Abstrak
A medium has its own potentials and characteristics. The potentials and characteristics of each medum makes the different among media. Every medium is unique because each medium is only good or appropriate for presenting a certain type of learning materials. There will be a synergistic force if two or more media are integrated to present a subject taking into a consideration of the characteristics and potentials of each medium. The integrated media meant in this article is between the printed self-learning (module) and audio cassette media used for English subject in the
Kata-kata Kunci: Media pembelajaran terintegrasi, SMP Terbuka, Tempat Kegiatan Belajar (TKB), Sekolah Induk.
---------------------
*) Drs. Sudirman Siahaan, MPd adalah tenaga fungsional peneliti bidang pendidikan pada Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) Departemen Pendidikan Nasional.
A. Pendahuluan
Mengapa media terintegrasi? Kecenderungan yang pada umumnya berkembang adalah pengembangan dan pemanfaatan media secara tunggal/individual atau yang berdiri sendiri-sendiri. Kecenderungan ini didasarkan atas pemikiran bahwa masing-masing jenis media memiliki potensi atau karakteristiknya sendiri-sendiri. Namun, potensi yang dimiliki oleh masing-masing jenis media jika diintegrasikan sedemikian rupa dengan tetap memperhatikan potensi dan karakteristiknya, maka hasilnya tentu akan lebih baik daripada digunakan secara sendiri-sendiri. Keterbatasan media yang satu dapat ditutupi oleh kelebihan media lain. Karena itu, berbagai lembaga pendidikan atau pelatihan di berbagai negara telah melakukan pengembangan dan pemanfaatan media terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Memperhatikan pengalaman dan hasil yang dicapai oleh berbagai lembaga pendidikan atau pelatihan dalam mengembangkan dan pemanfaatkan media terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran, maka berbagai lembaga pendidikan atau pelatihan mencoba menerapkan pengembangan dan pemanfaatan media terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitan ini, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan telah mengembangkan media terintegrasi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah dasar (SD) pada tahun 1992, di SMP Terbuka untuk pelajaran bahasa Inggris pada tahun 2001, dan kemudian menyusul di SMA Terbuka untuk pelajaran bahasa Inggris sejak tahun 2004.
SMP Terbuka dan SMP biasa (reguler) hanya berbeda dalam hal strategi kegiatan pembelajaran yang diterapkan. Sebagaimana diketahui bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan di SMP biasa (konvensional) adalah sepenuhnya bersifat tatap muka. Sedangkan, strategi pembelajaran yang diterapkan di SMP Terbuka pada umumnya adalah bersifat mandiri yang pada umumnya dilaksanakan di Tempat Kegiatan Belajar (TKB). Karena peserta didik dan guru berada secara terpisah dalam kegiatan pembelajaran (Haryono, dkk., 2004). Kalaupun dilaksanakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka di SMP Terbuka, itu hanya sebagian kecil saja yaitu untuk kepentingan tutorial yang dilaksanakan sekali setiap minggunya di SMP Negeri yang ditunjuk sebagai Sekolah Induk SMP Terbuka.
Memperhatikan pengalaman berbagai negara dan institusi pendidikan yang telah berhasil dalam mengembangkan dan memanfaatkan media terintegrasi untuk kegiatan pembelajaran, maka tulisan ini mencoba membahas tentang pemanfaatan media terintegrasi untuk pelajaran bahasa Inggris di SMP Terbuka. Fokus pembahasan di dalam tulisan ini diawali dari konsepsi tentang media terintegrasi sampai dengan pemanfataannya dalam kegiatan pembelajaran di SMP Terbuka.
B. Media Terintegrasi dalam Kegiatan Pembelajaran
Istilah media pembelajaran mencakup 2 hal, yaitu media dan belajar atau pembelajaran. Media atau medium secara sederhana dapat dikatakan sebagai perantara atau pengantar. Beranjak dari pemahaman yang sederhana ini dapatlah dikemukakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada penerima. Sedangkan istilah belajar atau pembelajaran merupakan suatu proses atau interaksi seseorang dengan sumber belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan wadah yang digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran. Lebih jauh, Schramm mengatakan bahwa media pembelajaran merupakan perpanjangan dari fungsi dan peranan guru” (Schramm, 1977).
Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa media pembelajaran merupakan wadah atau wahana yang digunakan (oleh guru, instruktur, dosen, widyaiswara) untuk menyajikan pesan/materi pembelajaran (kepada peserta didik). Dengan demikian dapat kita katakan bahwa TV, radio, dan komputer merupakan wahana fisik (physical means) yang dapat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran. Dalam kaitan ini, yang perlu disiasati adalah bagaimana memilih dan memanfaatkan media pembelajaran dengan baik sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kegiatan yang menyenangkan dan yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Pada perkembangan awal, media diartikan hanya sebatas alat bantu dalam kegiatan belajar-mengajar, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman audiovisual kepada peserta didik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar, membuat konkrit konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar peserta didik. Dalam kaitan media sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, Rahardjo merujuk pemikiran Dale yang merumuskan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling konkrit ke tingkat yang paling abstrak (Rahardjo, 1984). Lebih jauh, Raphael Rahardjo mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem pembelajaran yang mempunyai nilai-nilai praktis berupa kemampuan/keterampilan untuk:
1. membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
2. membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti: binatang-binatang buas, atau penguin dari kutub selatan;
3. menampilkan obyek yang terlalu besar, seperti pasar, candi borobudur;
4. menampilkan obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti: mikro organisme;
5. mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photography;
6. memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungannya;
7. memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik;
8. membangkitkan motivasi belajar peserta didik;
9. menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan; atau
10. menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak, mengatasi batasan waktu maupun ruang.
Selanjutnya, istilah media pembelajaran terintegrasi (untuk selanjutnya akan disebut sebagai media terintegrasi) yang akan dibahas di dalam tulisan ini adalah terbatas pada media cetak mandiri (modul) dengan media kaset audio untuk pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Menengah Pertama Terbuka (SMP Terbuka). Sekalipun dirancang untuk peserta didik SMP Terbuka, namun tidak menjadi masalah apabila digunakan untuk peserta didik SMP reguler.
1. Mengapa Media Cetak Mandiri (Modul)?
Penggunaan bahan belajar mandiri (modul) cetak merupakan bahan belajar utama pada sistem pendidikan terbuka/jarak jauh (termasuk SMP Terbuka) yang sekaligus juga merupakan salah satu karakteristik umum pada kebanyakan institusi penyelenggara pendidikan terbuka/jarak jauh (Ozkul, 2004). Berbagai usaha yang dilaksanakan untuk memanfaatkan media cetak dan media penyiaran secara terintegrasi pada pendidikan terbuka/jarak jauh telah dimulai pada tahun 1920 (Demiray, 2004). Penemuan teknologi cetak telah mendorong para pengelola pendidikan terbuka/jarak jauh untuk memanfaatkannya bagi kepentingan kegiatan pembelajaran peserta didiknya. Dengan ditemukannya teknologi cetak dan penyiaran pada abad ke-20 telah memungkinkan manusia mengembangkan berbagai metode baru dalam berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus bertatap muka (Dodds, 1983).
Beberapa karakteristik bahan belajar mandiri termasuk bahan belajar mandiri cetak yang disebut modul antara lain adalah:
a. Self-learning, yaitu bahan belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta didik, baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok kecil;
b. Self-explanatory, yaitu bahan belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbagai penjelasan yang dibutuhkan peserta didik untuk memahami materi pelajaran telah terintegrasi di dalam bahan belajar;
c. Self-contained, yaitu bahan belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari oleh peserta didik secara tuntas karena semua materi pelajaran yang berkaitan dengan topik bahasan telah diuraikan dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar tuntas; dan
d. Small chuncks, yaitu bahan belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penggalan-penggalan kecil (small chuncks) yang memungkinkan peserta didik dapat mempelajarinya secara mandiri dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama dan tidak menimbulkan kebosanan.
Dengan bahan belajar mandiri cetak (modul) memungkinkan peserta didik program pendidikan terbuka/jarak jauh dapat belajar di mana saja (wherever), kapan saja (whenever), dan sesuai dengan kecepatan belajarnya (pace of learning). Dengan demikian, kegiatan pembelajaran pada pendidikan terbuka/jarak jauh bersifat sangat luwes (flexibility in learning). Di berbagai negara yang menyelenggarakan program pendidikan terbuka/jarak jauh, teknologi/media cetak masih tetap saja digunakan dan bahkan tetap dijadikan sebagai bahan belajar utama untuk dipelajari peserta didik. Berbagai media lainnya yang juga dikembangkan hanya berfungsi sebagai bahan belajar penunjang.
2. Mengapa Media Kaset Audio?
Dari pengalaman berbagai negara dan institusi yang menyelenggarakan pelajaran bahasa Inggris, media terintegrasi yang banyak dikembangkan adalah antara media siaran radio dan media cetak. Penggunaan siaran radio untuk menyajikan materi pembelajaran pada pendidikan korespondensi (delivery system) baru dimulai pada tahun 1916 (Demiray dan Isman, 2004). Penggunaan siaran radio juga telah dilakukan untuk membantu guru-guru kelas di Sekolah Dasar (radio-based instruction) di lingkungan Departemen Pendidikan Inggris pada pertengahan tahun 1920-an (Kenworthy, 1991). Penggunaan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran secara meluas di berbagai negara telah dimulai sejak tahun 1925.
Sebagai contoh, China telah menggunakan siaran radio di dalam sistem pendidikannya sejak tahun 1929. Selain itu, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia telah memanfaatkan siaran radio untuk menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah yang dimulai pada tahun 1930 (Kenworthy, 1991). Beberapa negara lainnya yang juga telah memanfaatkan siaran radio untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran adalah Nicaragua, Honduras, Bolivia, India (Chaudhary dan Bansal, 2000), Indonesia, Papua New Guinea, dan Kenya (Bosch, 2002). Pengalaman berbagai negara ini menunjukkan hasil yang positif yaitu prestasi belajar para peserta didik menjadi meningkat (Pustekkom, 1993; Pangalila, 1995).
Yang menjadi keterbatasan dari media siaran radio (termasuk televisi) adalah bahwa peserta didik program pendidikan atau perlatihan tidak dapat mengendalikan program siaran karena berlangsung satu arah. Sedangkan kegiatan belajar senantiasa membutuhkan adanya pengulangan-pengulangan. Keterbatasan lain dari media siaran adalah keterikatan dengan waktu yang belum tentu sesuai dengan ketersediaan waktu peserta didik untuk mengikutinya.
Mengingat peserta didik tidak dapat melakukan intervensi terhadap pemanfaatan program siaran (misalnya keinginan untuk melakukan pengulangan terhadap bagian-bagian tertentu dari program siaran radio atau televisi) di samping program siaran tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan ketersediaan waktu mereka untuk siap belajar, maka dilakukanlah pengembangan program pembelajaran dalam bentuk rekaman (kaset audio atau video). Kegiatan belajar melalui media rekaman dapat sepenuhnya dikendalikan oleh peserta belajar. Pengulangan-pengulangan dapat dilakukan sampai peserta belajar dapat sepenuhnya memahami materi pelajaran. Mengapa media kaset audio? Karena peralatan pemanfaatan kaset audio sudah memasyarakat atau kalaupun dibeli, harganya relatif terjangkau, mudah atau sederhana mengoperasikannya, dan dapat dioperasikan dengan baterai kering.
3. Mengapa Media Terintegrasi untuk Bahasa Inggris?
Setiap media mempunyai keunggulan dan keterbatasannya. Kelebihan medium kaset audio pada dasarnya adalah memanipulasikan kemampuan-kemampuan suara semata-mata dan media cetak pada prinsipnya hanya mampu menampilkan informasi yang berupa huruf-angka (alphanumeric) dan simbol-simbol verbal tertentu saja (Haryono, dkk., 1984). Masing-masing jenis media dapat (1) dirancang secara sendiri-sendiri untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran, dan (2) dirancang secara terintegrasi atau terintegrasi antara dua jenis media untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Dirancang secara terintegrasi berarti masing-masing media tidak dapat sepenuhnya berdiri sendiri. Ada ketergantungan antara media yang satu dengan media lainnya. Melalui media terintegrasi ini, para peserta didik dikondisikan untuk mempelajari keempat keterampilan berbahasa Inggris, yaitu listening, speaking, reading, dan writing.
Sampai dewasa ini, pelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, oleh berbagai institusi pendidikan atau pelatihan dikemas ke dalam 2 jenis media secara terintegrasi. Dalam kaitan ini, yang banyak sekali digunakan untuk pelajaran/kursus bahasa Inggris adalah pengintegrasian media siaran radio atau media kaset audio dengan media cetak (modul). Beberapa contoh dari institusi yang sudah relatif mapan dan mengglobal dalam membelajarkan masyarakat di berbagai negara di bidang bahasa Inggris melalui pemanfaatan media terintegrasi adalah Radio Suara Australia (ABC), Radio Inggris (BBC), dan Radio Suara Suara Amerika (VOA). Konsep penggunaan media terintegrasi (media siaran radio dengan media cetak) diterapkan juga untuk membelajarkan masyarakat di bidang (a) bahasa Belanda oleh Radio Belanda, (b) bahasa Jerman oleh Radio Suara Jerman, (c) bahasa Jepang oleh Radio Jepang (NHK).
Salah satu model media terintegrasi yang telah dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) untuk pelajaran bahasa Inggris adalah antara media cetak modul dengan media kaset audio. Model media terintegrasi antara modul dan kaset audio untuk pelajaran Bahasa Inggris di SMP Terbuka ini telah dirintis pemanfaatannya di 5 propinsi sejak tahun 2001/2002.
Keputusan untuk mengembangkan dan merintis pemanfaatan media terintegrasi (media cetak modul dan media kaset audio) untuk pelajaran bahasa Inggris bagi peserta didik SMP Terbuka didasarkan atas berbagai pertimbangan, yaitu sebagai berikut:
a. Pertimbangan pertama adalah terletak pada karakteristik atau potensi media kaset audio dikaitkan dengan pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Inggris melalui media kaset audio mengaktifkan setidak-tidaknya indera pendengaran. Sedangkan melalui pemanfaatan media cetak modul, indera yang aktif adalah indera penglihatan. Dengan pengintegrasian kedua jenis media kaset audio dan media cetak maka indera yang aktif adalah indera pendengaran dan penglihatan.
b. Pertimbangan kedua adalah akses peserta didik terhadap peralatan/fasilitas pemanfaatan media kaset audio. Fasilitas atau peralatan pemanfaatan media kaset audio dapat dikatakan sudah memasyarakat. Artinya, sebagian besar masyarakat telah memiliki fasilitas atau peralatan pemanfaatan media kaset audio karena harganya yang relatif terjangkau oleh masyarakat luas. Kalaupun seandainya peserta didik SMP Terbuka tidak memiliki peralatan pemanfaatan media kaset audio, maka tidaklah terlalu sulit bagi peserta didik SMP Terbuka untuk meminjamnya dari masyarakat yang ada di lingkungannya.
c. Pertimbangan ketiga adalah kemudahan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan media kaset audio. Peralatan pemanfaatan media kaset audio bentuknya sangat sederhana dan ringan serta pengoperasiannya juga mudah. Peserta didik SMP Terbuka dapat dengan mudah membawa peralatan pemanfaatan media kaset audio ini kemana saja sehingga pada waktu yang memungkinkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan belajar. Dengan demikian, peserta didik dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan lebih leluasa (fleksibel).
d. Pertimbangan keempat adalah biaya untuk memanfaatkan media kaset audio. Tidaklah terlalu menjadi masalah bagi sekolah-sekolah yang belum dilengkapi dengan fasilitas listrik untuk memanfaatkan media kaset audio karena pengoperasian peralatan pemanfaatannya hanya membutuhkan baterai kering. Harga baterai kering tidaklah terlalu mahal atau masih relatif terjangkau oleh masyarakat pada umumnya. Memang akan lebih baik lagi apabila sekolah telah dilengkapi dengan fasilitas listrik.
Selanjutnya, yang perlu juga menjadi bahan pertimbangan adalah bahwa tidak ada satu jenis mediapun yang tepat atau pas untuk menyajikan semua materi pelajaran. Lebih khusus lagi adalah bahwa tidak semua bagian materi dari satu mata pelajaran dapat disajikan dengan baik dan tepat melalui satu jenis media sehingga lebih mudah dipahami peserta didik. Dapat saja terjadi bahwa bagian tertentu dari satu mata pelajaran cocok atau tepat disajikan dengan satu jenis medium. Sedangkan bagian materi lainnya cocok atau tepat dengan jenis media yang lain pula.
Sebaliknya dapat juga terjadi bahwa bagian materi tertentu dari satu mata pelajaran hanya tepat jika disajikan dengan 2 media yang berbeda, baik yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri maupun secara terintegrasi (saling ketergantungan antara media yang satu dengan media lainnya). Justru dengan penggunaan kedua jenis media secara terintegrasi memberikan dampak yang bernilai tambah lebih.
Pengintegrasian kedua media kaset audio dan media cetak modul ini tentunya akan memberikan nilai tambah lebih dibandingkan jika kedua jenis media ini hanya diggunakan masing-masing secara berdiri sendiri-sendiri. Penggunaan media terintegrasi (modul dan kaset audio) untuk pelajaran bahasa Inggris di SMP Terbuka merupakan salah satu rekommendasi dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh para ahli pendidikan bahasa Inggris dari Charles Sturt University (CSU) pada tahun 1995 tentang pemanfaatan modul dan kaset audio yang berdiri sendiri-sendiri. Media kaset audio berfungsi sebagai media penunjang modul.
4. Bagaimana Pengembangan Media Terintegrasi untuk Pelajaran Bahasa Inggris di SMP Terbuka?
Pada dasarnya perancangan dan pengembangan media terintegrasi tidak berbeda dengan perancangan dan pengembangan media secara individual atau yang berdiri sendiri-sendiri. Apabila sasaran dari media terintegrasi adalah para peserta didik di lingkungan pendidikan persekolahan (dalam hal ini adalah peserta didik SMP Terbuka), maka langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis kurikulum yang berlaku atau diterapkan di SMP. Mengapa kurikulum SMP yang dianalisis? Karena kurikulum yang digunakan di SMP Terbuka adalah sama dengan kurikulum yang digunakan di SMP reguler (konvensional).
Mengapa perlu dilakukan analisis terhadap kurikulumnya? Karena melalui analisis inilah dapat kita ketahui seperangkat informasi yang akan berfungsi sebagai patron atau pola dasar dari kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui pemanfaatan media terintegrasi. Produk dari menganalisis kurikulum ini adalah Garis-garis Besar Isi Program Media Terintegrasi (GBIPMT). Apa saja yang dicakup di dalam GBIPMT?
Di dalam Garis-garis Besar Isi Program Media Terintegrasi (GBIPMT) dirumuskan berbagai hal penting yang akan menjadi rujukan atau dasar dalam menyusun atau mengembangkan bahan belajar yang akan dikemas ke dalam media terintegrasi. Hal-hal penting yang dimaksudkan adalah (Siahaan, 2000):
a. Kompetensi dan sub kompetensi yang diharapkan akan dikuasai oleh para peserta didik.
b. Indikator penguasaan sub kompetensi yang diharapkan.
c. Topik dan sub-topik materi pelajaran yang akan dikembangkan ke dalam media terintegrasi.
d. Pokok-pokok materi yang akan dicakup ke dalam media kaset audio dan juga yang akan dicakup di dalam media cetak modul.
e. Daftar rujukan atau bahan pustaka yang digunakan dan yang disarankan untuk digunakan dalam langkah-langkah pengembangan media terintegrasi berikutnya.
Langkah selanjutnya setelah GBIPMT disusun adalah melakukan pemetaan terhadap materi pelajaran yang akan dikembangkan ke dalam media terintegrasi melalui Kegiatan Belajar (Learning Activities). Dalam hal ini, digunakan format modul yang menguraikan materi pembelajaran ke dalam penggalan atau kegiatan belajar. Pada umumnya, modul mencakup antara 2 sampai dengan 3 Kegiatan Belajar. Sekalipun demikian, masih dimungkinkan untuk mengembangkan 4 Kegiatan Belajar di dalam sebuah modul.
Pada masing-masing Kegiatan Belajar ini hendaknya dideskripsikan uraian singkat tentang materi pelajaran yang akan dicakup oleh media terintegrasi. Untuk dapat melakukan pemetaan materi pelajaran dibutuhkan berbagai referensi yang akan menunjang atau memperkaya materi pelajaran yang akan dirancang dan dikembangkan ke dalam media terintegrasi. GBIPMT digunakan sebagai rujukan untuk mendeskripsikan uraian singkat pada setiap Kegiatan Belajar. Pada setiap Kegiatan Belajar yang terdapat di dalam modul dirumuskan sub topik yang akan dibahas dan uraian singkat tentang materi pelajaran yang akan dicakup oleh media terintegrasi, media kaset audio dan media cetak modul). Uraian singkat tentang masteri pelajaran di sini didasarkan pada pokok-pokok materi yang telah disusun di dalam GBIPMT.
Setelah pemetaan materi pelajaran dilakukan dengan mengikuti format media cetak modul, maka langkah berikut yang perlu dilakukan adalah menulis naskah modul dan sekaligus juga naskah media kaset audio untuk masing-masing Kegiatan Belajar. Penggarapan kedua jenis media yang terintegrasi ini dilakukan secara simultan dan direkommendasikan untuk setiap topik digarap oleh seorang penulis. Mengapa? Karena kerangka berpikir dan rancangan materi yang akan dikemas berangkat dari pola atau patron yang telah dimilki atau dikembangkan sebelumnya sehingga cara-cara mengolah atau meramu materinya sudah terbentang sebagai satu benang merah di dalam pemikiran si penulis.
Selanjutnya, kegiatan yang perlu dilaksanakan adalah menyusun soal-soal latihan atau tugas, baik yang akan disampaikan, baik melalui modul maupun melalui media kaset audio. Tentunya penyusunan soal-soal latihan atau tugas ini tidak terlepas dari pokok-pokok materi yang akan diuraikan. Khusus untuk pelajaran bahasa Inggris, penulis bahan belajar media terintegrasi dituntut untuk menidentifikasi atau bahkan menyusun wacana (reading passage) yang akan dibacakan oleh narrator melalui media kaset audio. Demikian juga dengan soal-soal latihan atau tugas haruslah disesuaikan dengan wacana yang dipersiapkan. Soal-soal pertanyaan dapat diajukan kepada peserta didik melalui media kaset audio atau modul (tergantung dari aspek kebahasaan yang dibahas).
Terhadap pertanyaan yang diajukan melalui kaset audio, maka alternatif atau pilihan jawabannya disediakan di dalam modul. Para peserta didik tinggal memilih alternatif jawaban yang benar dari beberapa pilihan yang tersedia. Manakala media kaset audio harus dihentikan, maka instruksi untuk menghentikannya harus jelas dikemukakan melalui media kaset audio. Sedangkan instruksi untuk melanjutkan pemutaran media kaset audio haruslah juga jelas dikemukakan di dalam media cetak modul.
Di dalam mengembangkan bahan belajar ke dalam media terintegrasi hendaknya selalu diupayakan agar penulis merumuskan beberapa pernyataan yang dapat menggugah atau memotivasi para peserta didik untuk belajar lebih serius, cermat, dan tidak menunda-nunda penggarapan semua soal latihan atau tugas yang diberikan. Demikian juga dengan pemberian apresiasi terhadap jawaban peserta didik yang benar maupun yang belum benar. Apresiasi ini dapat disampaikan melalui kaset media audio dan juga media cetak modul.
Sehubungan dengan pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa Inggris khususnya, hal lain yang perlu diperhatikan adalah penjelasan terhadap setiap kosa kata baru yang digunakan. Penjelasan ini dapat diberikan pada media cetak modul sehingga apabila peserta didik mendengarkan kosa kata tersebut, peserta didik telah memahami maknanya. Petunjuk bagi peserta didik untuk menirukan pernyataan/kalimat atau kosa kata maupun frasa dikemukakan melalui media kaset audio. Dengan petunjuk yang diberikan ini, maka para peserta didik mendapatkan kejelasan untuk menirukannya selama rentangan waktu yang disediakan.
Mengingat media cetak modul sebagai sumber belajar utama bagi peserta didik SMP Terbuka, maka pengembangan bahan belajar (media terintegrasi) sebaiknya dimulai terlebih dahulu dengan menulis modulnya. Sekalipun demikian, tidaklah berarti harus diselesaikan terlebih dahulu modulnya, baru kemudian dimulai menulis naskah media kaset audionya. Tetapi naskah kedua jenis media terintegrasi ini haruslah diselesaikan secara bersama-sama atau simultan.
C. Perintisan Pemanfaatan Media Terintegrasi Bahasa Inggris di SMP Terbuka
Ada serangkaian kegiatan yang dilaksanakan sebelum dilakukan pengembangan dan perintisan pemanfaatan media terintegrasi untuk pelajaran bahasa Inggris di SMP Terbuka. Berbagai kegiatan persiapan dilakukan oleh Pustekkom bekerjasama dengan Charles Sturt University (CSU) Australia, antara lain adalah analisis kebutuhan belajar bahasa Inggris di SMP Terbuka, penelitian tentang penggunaan media cetak modul dan kaset audio secara terpisah (berdiri sendiri di mana media kaset audio berfungsi sebagai media penunjang media cetak modul), dan pelatihan tentang pengembangan media terintegrasi pelajaran bahasa Inggris untuk SMP Terbuka.
Salah satu rekommendasi hasil studi adalah pengembangan bahan belajar bahasa Inggris di SMP Terbuka secara terintegrasi. Sebagai tindak lanjut dari rekommendasi ini adalah melakukan pelatihan tentang pengembangan media terintegrasi (modul dan kaset audio) bagi guru-guru SMP yang mengajar mata pelajaran bahasa Inggris. Setelah para guru bahasa Inggris SMP selesai mengikuti pelatihan pengembangan media terintegrasi, maka kegiatan berikutnya yang dilaksanakan adalah mengembangkan dan menggandakan media terintegrasi. Sementara itu, dilakukan juga studi kelayakan lokasi untuk perintisan pemanfaatannya di 5 propinsi, yaitu: (a) Jawa Barat, (b) Jawa Tengah, (c) Jawa Timur, (d) Sumatera Selatan, dan (e) Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan hasil studi kelayakan ditetapkanlah 5 lokasi SMP Terbuka yang dijadikan sebagai tempat perintisan pemanfaatan media terintegrasi untuk pelajaran bahasa Inggris, yaitu: (a) SMP Terbuka Jalan Cagak, Subang (Jawa Barat), (b) SMP Terbuka Tempuran, Magelang (Jawa Tengah), (c) SMP Terbuka Singosari, Malang (Jawa Timur), (d) SMP Terbuka Sukarami, Muara Enim (Sumatera Selatan), (e) SMP Terbuka Mataram (Nusa Tenggara Barat).
Setelah bahan belajar media terintegrasi pelajaran bahasa Inggris telah dikembangkan dan digandakan serta SMP Terbuka yang akan dijadikan sebagai lokasi perintisan telah ditetapkan, maka dilakukanlah penataran guru dan simulasi pemanfaatan media terintegrasi di dalam kelas oleh nara sumber dari Pustekkom. Bahan belajar media terintegrasi dan peralatan pemanfaatannya juga dibawa langsung ke masing-masing SMP Terbuka yang ditetapkan sebagai lokasi perintisan. Kemudian, beberapa guru diminta untuk mendemonstrasikan pemanfaatan media terintegrasi bagi para siswanya. Hasil demonstrasi yang dilakukan guru bahasa Inggris didiskusikan dengan nara sumber dari Pustekkom. Kegiatan akhir dari tahap persiapan ini adalah jadwal pemanfaatan media terintegrasi yang disusun bersama oleh para guru bahasa Inggris.
Ciri utama SMP Terbuka dan sekaligus yang membedakannya dengan SMP reguler (tatap muka) adalah bahwa sebagian besar waktu belajar para peserta didik SMP Terbuka dilakukan secara mandiri di TKB di bawah supervisi Guru Pamong. TKB yang pada umumnya digunakan peserta didik SMP Terbuka untuk belajar mandiri adalah Sekolah Dasar karena tidak digunakan oleh peserta didik SD pada sore hari. Para Guru Pamong dan Guru Bina telah mengikuti pelatihan tentang cara-cara pemanfaatan media terintegrasi untuk pelajaran bahasa Inggris sehingga mereka telah siap untuk melaksanakan pemanfaatan media terintegrasi dan diharapkan mereka ini tidak akan mengalami kesulitan dalam mempersiapkan peserta didiknya untuk belajar melalui media terintegrasi.
Kesiapan lainnya adalah bahwa masing-masing peserta didik telah memiliki modul bahasa Inggris. Sedangkan media kaset audionya disimpan oleh Guru Pamong. Setelah semua peserta didik siap dengan modulnya dan Guru Pamong siap untuk mengoperasikan pemanfaatan media kaset audio, barulah kegiatan belajar bahasa Inggris melalui media terintegrasi dimulai. Bilamana diperlukan peserta didik, Guru Pamong dapat menghentikan atau memutar ulang kaset audio sehingga para peserta didik memang benar-benar telah dapat memahami materi pelajaran yang dipelajari.
Apabila para peserta didik mengalami kesulitan atau pertanyaan selama kegiatan belajar melalui media terintegrasi berlangsung, maka para peserta didik diminta untuk mencatatnya atau program kaset audio diputarkan berulang-ulang. Catatan tentang kesulitan para peserta didik selama belajar di TKB diajukan Guru Pamong kepada Guru Bina Bahasa Inggris di Sekolah Induk untuk dibahas sewaktu kegiatan tutorial tatap muka. Sekolah Induk adalah SMP Negeri yang telah ditunjuk untuk berperan sebagai Sekolah Induk bagi SMP Terbuka. Penunjukkan ini didasarkan atas beberapa kriteria, antara lain: mempunyai guru bidang studi yang lengkap dan masih memungkinkan untuk diberi tugas tambahan, mempunyai fasilitas pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik SMP Terbuka, lokasinya terdekat dan terjangkau oleh populasi peserta didik SMP Terbuka.
Sewaktu tutorial tatap muka, apabila Guru Bina memandang perlu, maka Guru Bina dapat saja meminta para peserta didik membuka modul Bahasa Inggrisnya dan kemudian Guru Bina memutar ulang kaset audio. Dengan cara demikian ini diharapkan berbagai kesulitan yang dihadapi para peserta didik selama belajar di TKB dapat dibahas bersama Guru Bina. Pada saat tutorial tatap muka ini, Guru Bina dapat juga memberikan penjelasan tentang arti beberapa kosakata atau frasa. Di samping itu, Guru Bina dimungkinkan juga untuk membimbing peserta didik mendengarkan dan menirukan cara pengujaran atau pelafalan kata-kata maupun frasa tertentu secara benar.
Selanjutnya, ada beberapa catatan tentang pelaksanaan kegiatan pemanfaatan media terintegrasi untuk pelajaran bahasa Inggris di SMP Terbuka. Dari segi akademik, rata-rata hasil prestasi belajar peserta didik SMP Terbuka melalui media terintegrasi tidak terlalu berbeda jauh dengan rata-rata hasil prestasi belajar peserta didik SMP biasa (mendekati rata-rata hasil prestasi belajar peserta didik SMP biasa) yang belajar bahasa Inggris di Sekolah Induk SMP Terbuka. Sedangkan dari segi non-akademik, para peserta didik SMP Terbuka dikondisikan untuk mempelajari kedua jenis media yang dirancang secara terintegrasi. Karena para peserta didik tidak dapat hanya mempelajari modul atau media kaset audio saja. Karena keduanya saling tergantung satu dengan yang lain.
Berbeda halnya sewaktu media cetak modul dan kaset audio dirancang untuk dimanfaatkan secara indpenden atau berdiri sendiri-sendiri. Dalam keadaan yang berdiri sendiri ini, ada kecenderungan peserta didik untuk tidak mempelajari materi yang dikemas ke dalam media kaset audio. Dengan demikian, para peserta didik SMP Terbuka tidak mempunyai kesempatan untuk membiasakan diri mendengarkan cara pelafalan bahasa Inggris atau juga membiasakan diri melafalkan bahasa Inggris, baik yang menyangkut kata, kelompok kata, maupun kalimat.
Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh peserta didik maupun guru dalam melaksanakan kegiatan belajar bahasa Inggris melalui pemanfaatan media terintegrasi sebagaimana yang diungkapkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di daerah perintisan. Berbagai masalah yang terungkap dari hasil penelitian ini sangat berharga untuk dijadikan sebagai masukan dalam perancangan dan pengembangan program pembelajaran media terintegrasi. Masalah-masalah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut (Siahaan, 2004).
Dari hasil pemantauan, sebagian peserta didik mengemukakan bahwa masalah-masalah yang mereka hadapi dalam mempelajari Bahasa Inggris dengan menggunakan media terintegrasi, antara lain adalah: (a) percakapan dalam kaset terlalu cepat bicaranya, (b) ada sebagian kecil peserta didik yang mengatakan kualitas suara rekaman kaset kurang jelas, (c) keterbatasan waktu yang diberikan kepada peserta didik untuk mendengarkan kaset dan sekaligus juga untuk menirukan cara pelafalan kata atau percakapan, dan (d) adanya beberapa kosakata yang masih sulit atau tidak dipahami peserta didik karena tidak ada penjelasannya di modul.
Selain hambatan yang dikemukakan peserta didik, Guru Bina juga mengemukakan hambatan yang dihadapi, yaitu antara lain adalah bahwa kualitas kaset yang rendah sehingga apabila terlalu sering dimanfaatkan sering macet dan suara berderit (dapat saja terjadi karena sudah terlalu sering digunakan dan dapat juga diakibatkan cara penyimpanannya yang kurang baik) dan (b) kecepatan berbicara pada media kaset audio dinilai masih relatif cepat tetapi sebagian dinilai memadai oleh sebagian peserta didik lainnya.
Sedangkan Guru Pamong menginformasikan bahwa hambatan yang dialami/dihadapi peserta didik berdasarkan pengamatan mereka adalah (a) kesulitan untuk menangkap arti dari beberapa kosa kata yang didengar, (b) adanya ketidaksesuaian antara yang terdapat pada modul dengan yang didengarkan di dalam kaset audio, (c) kesulitan untuk mengikuti dan memahami materi pelajaran yang berkaitan dengan aspek listening, dan (d) peserta didik kadang-kadang kurang memahami perintah-perintah dalam audio.
Berbagai masalah yang dikemukakan oleh peserta didik, Guru Bina, dan Guru Pamong sangat bermanfaat untuk lebih menyempurnakan program media terintegrasi, baik yang akan dikembangkan berikutnya maupun untuk menyempurnakan yang telah ada.
D. Simpulan dan Saran
Pemanfaatan program media terintegrasi dilakukan peserta didik di bawah supervisi Guru Pamong di Tempat Kegiatan Belajar (TKB). Pemanfaatan media terintegrasi dapat dilakukan secara berulang-ulang, baik di bawah bimbingan Guru pamong maupun secara kelompok oleh peserta didik. Pemanfaatan secara berulang-ulang ini dinilai turut membantu mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran bahasa Inggris. Melalui pemanfaatan yang berulang-ulang memberikan peluang bagi para peserta didik untuk mendengar dan menirukan pengujaran bahasa Inggris secara benar, baik mengenai kosakata tertentu maupun yang berkaitan dengan frasa atau percakapan.
Masalah yang dihadapi peserta didik selama belajar mandiri di TKB dibahas bersama Guru Bina di Sekolah Induk sewaktu tutorial tatap muka berlangsung. Di Sekolah Induk, apabila Guru Bina memandang perlu maka kegiatan belajar melalui media terintegrasi dapat juga dilakukan ulang terutama untuk bagian-bagian yang sulit dipahami peserta didik. Beberapa upaya telah dilakukan oleh guru bina dan Guru Pamong untuk memecahkan masalah atau kesulitan yang ada, yaitu antara lain dengan: (a) meminjam peralatan pemanfaatan kaset audio dari sesama guru maupun dari peserta didik untuk digunakan di kelas, (b) memberikan penjelasan tentang berbagai kesulitan yang dihadapi peserta didik misalnya tentang arti beberapa kosakata, (c) membimbing peserta didik untuk mendengarkan dan menirukan cara pengujaran kata-kata maupun frasa tertentu secara benar, dan (d) memutar kaset audio berulang-ulang, baik di TKB maupun di sekolah induk sewaktu tutorial tatap muka.
Di samping menarik dan bermanfaat, para peserta didik juga mengakui bahwa mereka menjadi lebih termotivasi untuk mempelajari bahasa Inggris melalui media terintegrasi. Peserta didik termotivasi karena mereka dikondisikan untuk aktif selama belajar bahasa Inggris. Peserta didik tidak hanya pasif mendengarkan, tetapi mereka dikondisikan untuk mendengarkan dan menirukan cara pelafalan/pengucapan bahasa Inggris (listen and repeat). Kebiasaan mendengarkan dan menirukan ini dapat membantu mempermudah peserta didik menggunakan bahasa Inggris. Artinya, peserta didik yang mempelajari bahasa Inggris akan lebih mudah menguasai bahasa Inggris, tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan saja, tetapi juga aspek penggunaannya untuk berkomunikasi lisan.
Selain membiasakan peserta didik untuk mendengarkan dan menirukan, perlu juga dikembangkan kebiasaan peserta didik untuk mempraktekkan penggunaan bahasa Inggris yang telah dipelajari dengan sesama teman atau orang lain. Dengan mempraktekkan pengetahuan bahasa Inggris yang telah dipelajari ke dalam perakapan sehari-hari (berkomunikasi lisan dengan orang lain) akan menumbuhkembangkan keberanian peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris. Dalam kaitan ini, perlu ditekankan kepada peserta didik untuk tidak takut membuat kesalahan dalam menggunakan bahasa Inggris, baik yang sifatnya tertulis maupun yang sifatnya penggunaan lisan. Belajar dari kesalahan dalam mempelajari bahasa akan semakin meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta didik menggunakan bahasa Inggris.
Dalam belajar bahasa Inggris, hendaknya para peserta didik juga didorong untuk senantiasa berupaya mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar bahasa Inggris di luar bahan belajar media terintegrasi. Dengan mempelajari berbagai sumber belajar akan memberikan wawasan pengetahuan peserta didik yang lebih luas sehingga dengan demikian akan lebih memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran bahasa Inggris.
Kepustakaan
Bosch, A. (2002). Interactive Radio Instruction: Twenty-three years of Improving Educational Quality. [online] URL: http://www.unesco.org/wef/en-leadup/findings_techno.
Chaudhary, S.S. dan Bansal, K. (2000). Interactive Radio Counseling in Indira Gandhi National Open University: A Study. Journal of Distance Education Vol. 6, 1/12. [online] URL: http://cade.athabascau.ca/vol6.1/12_review.
Demiray, (2004). Defining of Distance Education. [online] URL: http://home.anadolu.edu.tr/-udemiray/&Histo.htm (diakses tanggal 5 Agustus 2004).
Demiray, Ugur dan Isman, Aytekin. (2004). History of Distance Education. [online] URL: http://home. anadolu.edu.tr/-udemiray/&Histo.htm (diakses tanggal 5 Agustus 2004).
Dodds, (1983). Administration of Distance-Teaching Institutions: A Manual,
Haryono, dkk. (eds.). (1984). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kenworthy, (1991). Old Technology, New Solutions: The Potential of Educational Radio for Development in
Ozkul, E. (2004).
Pangalila, P.E.A. (1995). Interactive Distance Education in
Pustekkom. (1993). Petunjuk Pelaksanaan Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar.
Rahardjo, (1984). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Schramm, (1977). Big Media Little Media: Tools and Technologies for Instruction.
Siahaan, (2000). Penyusunan Garis-Garis Besar Isi Modul. Modul Pelatihan Penyusunan Modul. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Siahaan, (2004). “Studi Kasus: Pemanfaatan Media secara Terintegrasi (Media Kaset Audio dan Modul) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Terbuka Gelumbang-1 Sukarami, Muara Enim, Sumatera Selatan”, makalah hasil penelitian yang disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran yang bertemakan Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional, tanggal 1-2 Desember 2004 di Jakarta.
1 komentar:
Maju terus pak,dari peserta pelatihan Bapak Juni 2009
Posting Komentar