Jumat, 14 Maret 2008

Siaran Televisi untuk Pendidikan/Pembelajaran?

Siaran Televisi untuk Pendidikan/Pembelajaran?

Sudirman Siahaan*)

(pakdirman@yahoo.com)

Abstrak

Siaran televisi (TV) merupakan medium yang sangat ampuh (a powerful medium) menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas secara serempak. Siaran televisi telah memungkinkan masyarakat luas dapat dengan cepat dan mudah mengetahui berbagai perkembangan mutakhir yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Siaran TV juga mem-punyai daya jangkau yang luas dan mampu meniadakan batasan wilayah geografis, sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa, di samping memiliki potensi sebagai penetratik untuk mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi, dan motivasi masyarakat. Pada umumnya, siaran TV menyajikan program yang bersifat informatif, edukatif, dan hiburan. Memperhatikan alokasi waktu siaran TV untuk program pendidikan/pembelajaran yang masih relatif kecil dan mengingat potensi siaran TV yang mampu menjangkau masyarakat luas, serta masih banyaknya anggota masyarakat yang belum mampu mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu dan memadai, maka diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan stasiun TV (nasional dan lokal) menayangkan program pendidikan/pembelajaran secara memadai. Pemerintah juga diharapkan terus berupaya meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan yang bergerak di bidang perancangan dan pengembangan program siaran televisi pendidikan/pembelajaran.

Kata-kata Kunci: potensi, dampak siaran televisi, pendidikan/pembelajaran

------------------

*) Sudirman Siahaan adalah tenaga fungsional peneliti bidang pendidikan pada Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.

A. Pendahuluan

Ada sebuah catatan kecil penulis sebagai hasil pengamatan sewaktu Televisi Republik Indonesia (TVRI) menayangkan film serial ‘Aku Cinta Indonesia (ACI)’ pada tahun 1985-an, yaitu:

“Anak-anak berlarian ke dalam rumah sesaat setelah mereka mendengarkan musik atau ‘tune’ pembukaan yang dikumandangkan oleh TVRI. Bagi anak-anak yang tidak mempunyai TV di rumahnya, mereka menumpang ‘nonton TV’ di rumah tetangga. Mereka duduk manis di depan TV menonton film serial ACI seraya sekali-sekali bertepuk tangan kegirangan atau berteriak”.

Film serial ACI dirancang dan diproduksi oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) yang bertemakan pengembangan nilai-nilai kepribadian anak dan remaja, seperti: tanggung jawab, disiplin, kerja keras, kerjasama, toleransi, saling menghargai/menghormati, sikap bersaing sehat, persahabatan, dan sikap sportif. Tidak ada orangtua yang menyuruh maupun ‘memaksa’ anak-anak supaya mereka meninggalkan acara bermain mereka. Tidak ada juga yang memberi komando kepada anak-anak supaya menonton film serial ACI yang ditayangkan TVRI. Pun tidak ada yang mengarahkan anak-anak supaya mereka duduk manis di depan TV menonton fim serial ACI. Sekalipun demikian, anak-anak menonton fim serial ACI yang ditayangkan TVRI adalah atas inisiatif dan spontanitas mereka. Mengapa?

Anak-anak secara spontan menonton karena merasakan bahwa film serial ACI mengungkapkan apa yang mereka rasakan, apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka sering bicarakan. Pendeknya, materi atau konten yang diakomodasikan di dalam film serial ACI dinilai siswa sesuai dengan apa yang berkembang di dalam pikiran, perasaan, maupun prilaku mereka. Inilah yang menjadi faktor penggerak/ pendorong yang kuat di dalam diri anak dan remaja sehingga mereka secara spontan menonton TV setelah mendengar intro atau musik pembuka film serial ACI. Dinamika kehidupan di dalam film serial ACI dirasakan anak-anak sesuai dengan dinamika kehidupan sehari-hari; atau materi program yang dikemas di dalam film serial ACI dapat memenuhi/ menyentuh kebutuhan psikologis anak-anak.

Pengalaman empirik berikutnya adalah penayangan program Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS) yang ditayangkan setiap hari melalui stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sejak tahun 1991. Agar para siswa dapat mengikuti program STVPS di sekolah, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Tekno-logi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) membagikan peralatan pemanfaatan siaran televisi (televisi dan video cassette recorder) ke sekolah-sekolah secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran yang ada (Siahaan, 1993). Pembagian peralatan pemanfaatan siaran televisi yang jumlahnya terbatas ini dimaksudkan sebagai stimulans bagi berbagai sekolah lainnya. Setelah penayangan program STVPS berlangsung beberapa tahun dan para siswa sudah mulai banyak yang mengetahui adanya program STVPS serta manfaatnya, namun pada saat yang bersamaan penayangan program STVPS justru harus terhenti karena alasan finansial.

Kemudian, PT. Mediacitra Indostar meluncurkan satelit Cakrawarta-1. Dengan peluncuran satelit ini, terbukalah peluang untuk menayangkan program-program pendidikan karena PT. Mediacitra Indostar menyediakan satu saluran (channel) yang ada di satelit Cakrawarta-1 bagi kepentingan pendidikan. Model penayangan program televisi yang dikelola oleh PT. Mediacitra Indostar ini dikenal sebagai Siaran Televisi melalui Satelit Siaran Langsung (Siaran TV-SSL) yaitu yang dimulai pada tahun 1997 (Juwanto, 1998).

Dengan adanya satu saluran khusus satelit yang disediakan untuk kepentingan pembangunan pendidikan, maka Departemen Pendidikan Nasional melakukan berbagai perencanaan agar dapat secara optimal memanfaatkan fasilitas teknologi ini. Kemudian, Menteri Pendidikan Nasional menugaskan PUSTEKKOM dan Universitas Terbuka untuk mempersiapkan berbagai program pendidikan/pembelajaran yang antara lain mencakup pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar sekolah, maupun program yang mencakup kebijakan di bidang pembangunan pendidikan.

Perkembangan terakhir yang berkaitan dengan program siaran televisi pendidikan adalah dirintisnya penayangan program siaran TV Edukasi (TVE) oleh PUSTEKKOM pada tahun 2004. Siaran TVE ini bukan merupakan siaran yang terbuka seperti halnya dengan berbagai program siaran televisi yang ditayangkan oleh stasiun TV pada umumnya. Karena itu, untuk dapat mengikuti/menangkap program siaran TVE, pemirsa harus melengkapi pesawat televisinya dengan antena parabola yang diarahkan pada frekuensi tertentu sesuai dengan posisi satelit (PUSTEKKOM, 2004).

Program TVE dikirimkan ke satelit (uplink) oleh dan dari PUSTEKKOM serta kemudian satelit meneruskannya ke perangkat TV (downlink) yang dilengkapi dengan antena parabola yang diarahkan pada frekuensi tertentu sesuai dengan posisi satelit. Konsekuensi dari model penayangan siaran TVE yang demikian ini membatasi akses masyarakat luas terutama para siswa untuk memanfaatkan program siaran TVE. Karena itu, akses yang terbatas terhadap tayangan satelit siaran langsung ini perlu diupayakan agar menjadi siaran terbuka (open broadcast) sehingga masyarakat luas dapat menikmatinya melalui perangkat TV yang ada tanpa harus dibebani dengan pengadaan peralatan tambahan.

Mengapa pemanfaatan siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran yang dipilih sebagai bahan pembahasan di dalam tulisan ini? Karena: (1) TV merupakan media massa yang kuat sekali pengaruhnya pada pembentukan pengetahuan, pola pikir, dan sikap masyarakat. Media televisi juga dinilai sangat potensial untuk menunjang pembangunan pendidikan (Wirjomartono, 1994a), (2) perangkat TV sudah bukan barang mewah lagi sehingga pengadaannya sudah relatif terjangkau oleh masyarakat luas, (3) tersedianya berbagai institusi yang mengelola atau menyelenggarakan siaran TV, (4) tersedianya berbagai lembaga pendidikan yang memiliki SDM dan fasilitas untuk memproduksi program siaran televisi pendidikan, (5) tanggapan dan perhatian masyarakat yang masih lebih besar pada sisi hiburan siaran televisi, (6) masih belum banyak alokasi waktu yang disediakan stasiun pemancar TV untuk menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran, (7) media televisi juga mampu mengatasi faktor jarak, ruang, dan waktu sehingga televisi dapat dikatakan sebagai media yang paling akrab dengan masyarakat (Siregar, 1994), dan (8) masih banyak anggota masyarakat yang putus sekolah dan bahkan yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

Tulisan ini merupakan suatu sumbangan pemikiran yang diharapkan akan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di bidang pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah, pengelola stasiun TV, dan para pengelola lembaga yang bergerak di bidang perancangan, pengembangan, dan produksi program siaran televisi/video pendidikan/pembelajaran.

B. Kajian Pustaka dan Pembahasan

1. Sejarah Siaran Televisi

Pada tahun 1878, seorang ilmuwan Inggris, William Crookes, merancang sebuah tabung kaca/gelas yang dapat memancarkan cahaya/sinar ketika disambungkan dengan aliran listrik. Kemudian, pada tahun 1924, seorang ilmuwan Skotlandia, John Logie Barid, berhasil menayangkan gambar televisi yang pertama. Sekalipun hasil gambarnya memang masih kabur dan berkedip-kedip namun yang jelas bahwa Barid telah berhasil menayangkan gambar lewat tabung kaca/gelas (http://www.directessays.com/ viewpaper.php?request=31830). Philo Taylor Farnsworth, merupakan orang yang benar-benar dapat dikatakan sebagai penemu (inventor) televisi yang pertama, yaitu pada tanggal 7 September 1927. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=16871).

Tindak lanjut dari hasil-hasil penemuan di bidang televisi terus dilakukan. Bahkan beberapa stasiun televisi percobaan melaksanakan berbagai usaha yang mengarah pada penyempurnaan penayangan gambar dan suara melalui tabung gelas/kaca. Pada tahun 1941, setelah 10 tahun melakukan eksperimen penayangan program televisi, barulah ada pengakuan (lisensi) yang diberikan terhadap stasiun pemancar siaran televisi yang pertama (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=38084). Pada tahap awal dikenalkannya siaran TV secara meluas, sebenarnya pada saat yang bersamaan juga sudah mengemuka pertanyaan tentang apakah siaran TV dapat berfungsi sebagai suatu sumber pengajaran.

Sebagai akibat dari keberhasilan/kemajuan yang dicapai di bidang pertelevisian, maka jumlah masyarakat yang memiliki perangkat TV terus meningkat, misalnya di Rusia. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan, terdapat sekitar 73% dari jumlah keluarga yang ada di Russia telah memiliki perangkat TV berwarna sejak tahun 1993. Kemudian, sekitar 43% dari keluarga pemilik TV ternyata telah memiliki 2 atau lebih pesawat TV. (http://www.internews.ru/report/tv/tv2.html#2#2). Sekalipun siaran televisi di Jepang dimulai pada tahun 1950-an namun penayangan program siaran TV secara terencana dan teratur baru dimulai pada tahun 1953. Perkembangan yang pesat di bidang pertelevisian ini terjadi pada 10 tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1963, di mana jumlah perangkat TV yang dimiliki masyarakat Jepang sekitar 16 juta buah. Atau, sekitar 76% dari ke-seluruhan rumah tangga di Jepang telah memiliki pesawat TV (http://homepage3.nifty.com/katodb/ doc/text/2609.html).

Sedangkan India baru merintis penyelenggaraan siaran televisinya pada tanggal 5 September 1959 dengan menggunakan 20 pesawat penerima TV (television receivers) di kota New Delhi dan sekitarnya. Siaran TV perintisan ini mencakup satu jam untuk pendidikan dan satu jam lainnya untuk kepentingan pembangunan. Siaran perintisan dilaksanakan 2 kali seminggu. Perkembangan lebih lanjut di India yang dapat dicatat adalah terus ditingkatkannya penyelenggaraan siaran TV untuk pendidikan. Setiap minggunya, jumlah jam siaran TV untuk kepentingan pendidikan sekitar 46,20 jam (termasuk siaran ulangan) yang ditayangkan oleh 5 stasiun pemancar TV (http://homepage3.nifty.com/katodb/doc/text/2609.html). Selanjutnya, penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia baru dimulai untuk yang pertama sekali pada tahun 1962. Pengorganisasian siaran TV yang bersifat nasional ini sepenuhnya dikelola oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Siaran TV bukanlah sesuatu yang jelek/buruk yang harus dihindari. Pada kenyataannya, siaran TV justru sebagai salah satu sumber yang dapat digunakan untuk mendidik, menghibur orang, dan menyebarluaskan informasi. Tetapi masyarakat juga cukup prihatin karena masih banyak program tayangan TV yang kurang mendidik sifatnya. Berkaitan dengan potensi TV yang sangat besar ini, beberapa negara justru sangat gencar memanfaatkan siaran TV untuk kepentingan pembangunan pendidikan dan bahkan jumlah jam tayangan pendidikannya juga relatif besar. Bagaimana di Indonesia yang mempunyai 11 stasiun TV yang lingkup tayangannya bersifat nasional dan berbagai stasiun TV lokal yang terus meningkat jumlahnya?

Pada tahun 1980, siaran TV yang dikelola pihak swasta bertambah dengan berdirinya Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Rajawali Citra Televisi (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), Indosiar, dan Andalas Televisi (AN-TV). Dewasa ini, Indonesia telah memiliki 11 stasiun pemancar TV dan hanya stasiun TVRI yang masih dikelola oleh lembaga pemerintah.

2. Fungsi Siaran Televisi

Siaran TV yang dimulai pada tahun 1962 di Indonesia berfungsi untuk memberi-kan pelayanan kepada masyarakat dengan menyajikan program siaran yang sifatnya informatif, edukatif, dan menghibur (Widarto, 1994). Dengan merujuk pada data statistik dari Biro Statistik tahun 1992, Widarto mengemukakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 9.175.400 pesawat TV (termasuk TV umum sebanyak 54.400 buah). Dari pengamatan sehari-hari tampaklah bahwa fungsi TV yang sangat dominan masih pada aspek hiburan. Masyarakat memang menikmati berbagai pertunjukan yang ditayangkan oleh TV. Bahkan TV juga sering dipandang sebagai babysitter untuk anak-anak karena dapat membuat anak-anak betah nongkrong berjam-jam di depan TV. Fungsi TV sebagai hiburan tampaknya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Karena itu, masyarakat seringkali tidak merasa telah menghabiskan waktu yang banyak duduk menonton TV. (http://www.directessays.com/ viewpaper.php?request=76356).

Selain berfungsi sebagai hiburan, siaran TV juga berfungsi sebagai sumber informasi. Masyarakat luas mendapatkan berbagai informasi mengenai per-kembangan mutakhir yang terjadi di berbagai negara dengan mudah dan cepat. Seiring dengan fungsi TV sebagai hiburan, media TV digunakan sebagai fungsi untuk menyebarluaskan informasi. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=76356). Program siaran yang bersifat informasi mencakup berita, perkembangan kegiatan politik, data dan kegiatan ekonomi, pesan-pesan ilmiah, perkembangan sosial dan budaya.

3. Jenis/Bentuk Penayangan Program Siaran Televisi

Setiap medium termasuk televisi mempunyai karakteristiknya masing-masing, baik yang berkaitan dengan potensi atau keunggulannya maupun kelemahan atau keterbatasannya. Siaran TV telah banyak digunakan untuk kepentingan pendidik-an/pembelajaran di berbagai negara. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan siaran TV untuk pendidikan, beberapa institusi di berbagai negara memanfaatkan siaran TV secara terbatas/tertutup (close circuit television atau disebut juga narrowcast). Beberapa institusi lainnya justru sebaliknya, yaitu memilih menyelenggarakan siaran televsisi untuk pendidikan secara terbuka (open broadcast atau umumnya disebut broadcast).

Siaran TV yang diselenggarakan secara terbatas hanya dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Karena siaran TV yang ditayangkan hanya untuk suatu wilayah dengan radius tertentu. Misalnya: Siaran TV di kampus yang hanya dapat diikuti oleh mahasiswa yang berada di wilayah kampus itu sendiri. Program siaran TV demikian ini biasanya disebut “Sistem TV Siaran Terbatas (STVST) atau Close-Circuit Television (CCTV)”.

Contoh lain dari siaran TV secara terbatas adalah penyelenggaraan video conference. Melalui video conference, dosen yang berada di suatu tempat dan para mahasiswa yang mengorganisasikan dirinya dalam kelompok-kelompok belajar (learning groups) yang terpencar di berbagai tempat (learning centers) yang dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan video conference, dapat berkomunikasi secara interaktif sebagaimana halnya dalam model pembelajaran tatap muka. Dalam pelaksanaan video conference, semua peralatan yang ada di tempat-tempat belajar telah distel sedemikian rupa sehingga para mahasiswa hanya mengkonsentrasikan dirinya untuk mengikuti kegiatan video conference. Dosen dapat melihat para mahasiswa yang mengikuti video conference dan juga mendengarkan suaranya; dan demikian juga sebaliknya dengan para mahasiswa.

Model video conference ini telah pernah diterapkan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DEPDIKBUD) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (MENDIKBUD), Prof. Dr.-Ing Wardiman Djojonegoro. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan berbagai kebijakan pimpinan DEPDIKBUD dan penerapannya dengan para Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (KANWIL DEPDIKBUD) di seluruh Indonesia. Komunikasi dari masing-masing KANWIL DEPDIKBUD kepada MENDIKBUD dapat dilakukan dengan menggunakan saluran telepon. Sedangkan para Kepala KANWIL DEPDIKBUD dapat melihat Menteri dan para pejabatnya yang berkumpul di Jakarta secara audiovisual.

Khusus untuk beberapa lokasi KANWIL DEPDIKBUD atau Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten/Kota (KANDEP DIKBUD) yang dilengkapi dengan perangkat peralatan produksi dan fasilitas uplink ke satelit, maka keberadaannya akan dapat ditangkap secara audiovisual, baik oleh pimpinan Departemen dan jajarannya di Jakarta maupun oleh Kepala KANWIL DEPDIKBUD dan jajarannya di berbagai tempat lainnya. Sedangkan KANWIL DEPDIKBUD yang tidak dilengkapi dengan peralatan produksi dan fasilitas uplink ke satelit, maka hanya suara (audio) yang dapat ditangkap, baik oleh Menteri dan jajarannya maupun oleh para Kepala KANWIL DEPDIKBUD dan jajarannya di berbagai tempat lainnya. Video conference ini dilaksanakan secara berkala sekitar 3 bulan sekali. Kegiatan video conference terhenti setelah terjadi pergantian Menteri Pendidikan.

Contoh lain di bidang hiburan (entertainment), ada beberapa perusahaan yang memberikan layanan siaran TV saluran khusus (cable television) kepada masyarakat tertentu sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan, baik yang berupa film, musik, maupun olahraga tanpa selingan. Masyarakat tinggal mengajukan permohonan berlangganan kepada perusahaan penyedia jasa hiburan, dan melengkapi pesawat televisinya dengan peralatan penunjang, maka anggota masyarakat yang bersangkutan barulah dapat menikmati hiburan yang sesuai dengan keinginannya tanpa terganggu oleh iklan.

Model hiburan berdasarkan permintaan (customers’ demand on entertainment) yang disalurkan melalui cable television dapat juga dijumpai di berbagai hotel berbintang. Di beberapa hotel, pemrosesan permintaan tamu hotel akan film hiburan untuk dinikmati di kamarnya, dapat dilakukan melalui telepon dan permintaan tamu ini akan dijawab oleh mesin otomatis. Sewaktu tamu akan check-out, maka tagihan biaya atas hiburan yang telah dinikmati berdasarkan pesanan sendiri tersebut langsung masuk ke dalam biaya penginapan tamu yang bersangkutan.

Kemudian, siaran televisi yang bersifat terbuka (open broadcast) merupakan siaran televisi yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas melalui perangkat TV yang umum tanpa perlu dilengkapi dengan peralatan tambahan. Dengan menggunakan pesawat TV yang dimiliki, masyarakat sudah dapat menangkap program siaran TV yang ditayangkan melalui model siaran terbuka. Karena pada dasarnya setiap pesawat TV telah dilengkapi dengan antena yang menjadi satu kesatuan dengan pesawat TV-nya (built-in antenna).

Semua program yang disiarkan oleh stasiun TV, baik yang berskala nasional (misalnya: TVRI, TPI, RCTI, SCTV, AN-TV, METRO TV, TV-7, INDOSIAR, LATIVI, TRANS TV, GLOBAL TV) maupun lokal (misalnya: JAKARTA TV, CENTRAL TV, LOMBOK TV, BALI TV) dapat dinikmati masyarakat dengan hanya menggunakan pesawat TV yang dimiliki. Memang di beberapa tempat, untuk dapat menangkap siaran TV secara jelas dari stasiun TV tertentu, masyarakat dituntut untuk memasang tambahan antenna TV di luar rumah dan bahkan harus ditempatkan pada ketinggian tertentu.

4. Karakteristik MediumTelevisi

Berbicara tentang karakteristik sesuatu medium tidaklah terlepas dari aspek potensi atau keunggulan medium yang bersangkutan di satu sisi, dan sekaligus juga aspek kelemahan atau keterbatasan medium tersebut di sisi lainnya. Beberapa potensi atau keunggulan medium TV dapat dilihat dari ciri spesifiknya (Fahmi, 1994), yaitu antara lain:

a. Siaran TV bersifat terbuka. Artinya, siaran TV mempunyai daya jangkau yang sangat luas dan mampu meniadakan batasan wilayah geografis.

b. Siaran TV memiliki potensi penetratik untuk mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi, dan motivasi masyarakat.

c. Siaran TV dapat berhubungan langsung dengan pemirsa tanpa harus dibatasi oleh sistem politik, sosial, budaya, dan masyarakat yang menjadi khalayak sasarannya.

Selain yang dikemukakan di atas, potensi lain yang menjadi karakteristik TV adalah kemampuannya untuk menayangkan berbagai obyek yang abstrak atau yang tidak dapat dilihat oleh mata, obyek yang berbahaya atau yang tidak dapat dijumpai di lingkungan tempat tinggal, obyek atau peristiwa yang telah terjadi dalam waktu yang lampau, proses pertumbuhan atau perkembangan dari berbagai obyek, baik yang berlangsung dalam masa yang relatif lama maupun yang tidak dapat diamati secara kasat mata, obyek dalam gerakan atau proses yang lambat sehingga dimungkinkan untuk mencermati masing-masing tahapan proses atau gerakan, dan obyek yang ditayangkan TV dapat dimanfaat-kan masyarakat pada saat yang bersamaan secara serempak dan meluas.

Di samping potensi atau keunggulan yang dimiliki oleh medium televisi, beberapa keterbatasan atau kelemahan medium televisi disajikan berikut ini:

a. Program pembelajaran yang berkualitas yang ditayangkan melalui siaran TV membutuhkan biaya yang besar untuk mempersiapkannya di samping menyita waktu yang relatif panjang.

b. Penayangan program siaran TV berlangsung relatif cepat, searah, dan tidak dapat diulang-ulang menurut selera atau kehendak pemirsa.

c. Siaran TV tidak memberikan peluang kepada pemirsa untuk memberikan umpan balik yang bersifat segera (immediate feedbacks).

d. Perbedaan waktu yang berlaku di Indonesia mengakibatkan berbagai program siaran yang ditayangkan tidak dapat dinikmati masyarakat di wilayah tertentu karena terlalu larut malam.

e. Kecepatan penyajian program siaran TV sama untuk semua orang.

5. Dampak/Pengaruh Siaran Televisi

Sejak pertama kali diterbitkan lisensi untuk pendirian stasiun TV pada tahun 1941, maka pada waktu itu juga kehidupan sehari-hari manusia mulai dipengaruhi oleh kehadiran program yang ditayangkan siaran TV. Dampaknya tentu tidak selamanya negatif. Banyak program yang ditayangkan stasiun televisi yang berdampak positif (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=38084). Berbagai program tayangan TV bersifat negatif apabila bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya masyarakat pemirsa. Sebaliknya, program tayangan TV dikatakan berdampak positif apabila misalnya memberikan nilai tambah terhadap perkembangan kebudayaan dan kehidupan beragama masyarakat pemirsa, dan ilmu pengetahuan.

Dewasa ini, televisi telah menjadi satu bentuk hiburan yang sangat diminati masyarakat. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=76483). TV juga dipandang sebagai wahana yang baik dalam mempersiapkan anak-anak memasuki sekolah dan membantu mendidik anak-anak setelah mereka masuk sekolah. Bahkan diakui bahwa siaran televisi telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=17015).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa media massa (termasuk televisi) dewasa ini memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk kehidupan anak-anak. Media massa menantang pemikiran dan kebiasaan para anak dalam berbagai cara. Dalam kaitan ini, para orangtua biasanya hanya merisaukan efek negatif televisi yang kemungkinan terjadi pada anak-anak. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=79972) (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=22058).

Berdasarkan berbagai studi yang telah dilaksanakan di berbagai negara (Sendjaja, 1999), dampak/pengaruh positif TV yang signifikan di kalangan anak-anak adalah bahwa program siaran televisi dapat:

a. meningkatkan pengetahuan (umum) anak-anak;

b. menumbuhkan keinginan atau motivasi untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lebih lanjut;

c. meningkatkan perbendaharaan kosa-kata, istilah/jargon, dan kemampuan berbahasa secara verbal dan non-verbal;

d. meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak;

e. meningkatkan kekritisan daya pikir anak-anak karena diperhadapkan pada dua realitas gambar dunia; dan

f. memicu minat baca dan motivasi belajar anak-anak.

Berkaitan dengan dampak siaran TV, beberapa ahli mengemukakan bahwa televisi dapat membuat anak-anak menjadi takut dan kemudian mempengaruhi diri mereka untuk “menarik atau melarikan diri” dari kegiatan belajarnya. Selain itu, siaran TV juga dikemukakan dapat menimbulkan tingkah laku yang keras/kasar apabila mereka terlalu sering menonton program tayangan TV yang memperlihatkan prilaku kekerasan, kasar, atau sadis.

Para ahli juga mengemukakan adanya dampak positif menonton TV khususnya yang menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran. Sebagai contoh diberikan bahwa anak-anak yang teratur menonton siaran televisi yang menayangkan program pendidikan/pembelajaran, maka anak-anak akan merasa terbantu atau menjadi lebih mudah mempelajari materi pelajaran di sekolah dan juga lebih cepat memahami materi pelajaran yang diajarkan guru di sekolah. (http://www.directessays.com/viewpaper. php?request=64305).

6. Pengalaman Penyelenggaraan dan Pemanfaatan Siaran TV untuk Pendidikan/ Pembelajaran

Siaran TV untuk pendidikan dapat digolongkan menjadi (a) siaran yang bersifat umum dan (b) siaran yang bersifat khusus. Siaran TV pendidikan yang bersifat umum adalah program pendidikan yang ditayangkan dapat diikuti oleh semua golongan pemirsa. Siaran TV pendidikan yang bersifat khusus yang biasanya disebut sebagai TV pembelajaran (instructional TV) adalah siaran TV yang sengaja dirancang untuk pemirsa atau khalayak tertentu. Siaran ini dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan materi ajar kepada siswa sekolah. Siaran TV pembelajaran ini dapat berfungsi sebagai pengayaan, pelengkap, atau bahkan pengganti materi pelajaran yang tidak diperoleh siswa di sekolah karena ketiadaan gurunya.

Penanyangan program siaran TV pendidikan dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu:

a. Siaran TV secara terbuka. Penyiaran program secara terbuka dapat dilakukan melalui fasilitas terestrial. Penyiaran program secara teresterial (siaran terbuka atau open broadcast) dimaksudkan agar program yang disiarkan dapat diterima oleh masyarakat luas melalui perangkat TV yang ada di rumah. Semua stasiun TV yang beroperasi sekarang ini yang berskala nasional (TVRI, TPI, RCTI, SCTV, AN-TV, LATIVI, TV7, METRO, TRANS-TV, INDOSIAR, GLOBAL TV) menerapkan siaran terbuka yaitu yang memungkinkan masyarakat yang tinggal di wilayah geografis Indonesia dapat menikmati program-program yang ditayangkan.

Program siaran TV secara terbuka untuk pendidikan/pembelajaran masih memperoleh porsi jam siaran yang relatif sangat sedikit (Depari, 1994). Program-program pendidikan yang ditayangkan melalui TVRI pada umumnya berisi informasi tentang keterampilan dan pengetahuan yang bersifat umum. Program pendidikan yang ditayangkan TVRI pada tahun 1994 sekitar 12,10% dari keseluruhan jam tayangannya (Dewabrata, 1994).

Pada tahun 1991, stasiun TPI menyediakan 16,6% dari keseluruhan waktu siarannya untuk menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran sebagai komitmennya terhadap pembangunan pendidikan. Dalam pelaksanaannya, komitmen stasiun TPI untuk menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran tidak berlangsung sebagaimana yang disepakati bersama. Pada tahun 1999, komitmen TPI untuk melaksanakan kerjasama di bidang penayangan program pendidikan/pembelajaran terpaksa harus berakhir sebelum waktunya (Siahaan, 2002). Alasan yang dikemukakan sebagai latar belakang ditiadakannya program siaran TV pendidikan adalah karena program siaran TV pendidikan tidak mampu menghasilkan pemasukan dana atau pendapatan untuk menunjang operasionalisasi kegiatan TPI.

b. Siaran TV secara terbatas/tertutup. Penyiaran program dilakukan melalui sistem kabel (cable television atau close circuit television) dan satelit (satellite-based television). Pada umumnya, program TV siaran terbatas/ tertutup diarahkan kepada pemirsa tertentu dalam jumlah yang terbatas. Untuk dapat menikmati program siaran televisi terbatas/tertutup ini, pemirsa harus mengajukan permohonan kepada pihak pengelola (berlangganan) dan memenuhi berbagai ketentuan yang ditetapkan oleh pengelola. Dalam hal ini, pemirsa harus terlebih dahulu memiliki peralatan tambahan tertentu berupa alat penerima siaran atau decoder sebagai kelengkapan pada pesawat televisinya.

Beberapa contoh program siaran secara terbatas/tertutup adalah: siaran TV di kampus, siaran TV di rumah sakit, program-program hiburan (musik, film atau olahraga) yang dapat dinikmati pemirsa setelah melakukan pemesanan program kepada pengelolanya, video conference yang dapat dinikmati oleh pemirsa tertentu setelah mengarahkan antena parabolanya pada frekuensi tertentu, dan para tamu hotel yang menginap mempunyai fasilitas untuk menikmati layanan hiburan yang disediakan hotel melalui proses pemesanan terlebih dahulu.

Di Amerika Serikat, penyelenggaraan siaran TV secara aktif dan terpadu ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas untuk yang pertama sekali dilakukan pada tahun 1950-an. Program siaran TV untuk pendidikan ini diperlakukan sebagai “master teacher” yang diharapkan pada waktu itu berfungsi sebagai pengganti guru kelas untuk mata pelajaran tertentu. Kemudian, pada tahun 1970-an, program siaran TV untuk pendidikan berfungsi sebagai program pengayaan terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan guru kepada para siswa di sekolah.

Sedangkan di Jepang, perkembangan tentang pemanfaatan siaran TV pendidikan memperlihatkan keadaan yang menarik yaitu bahwa sekitar 98% Sekolah Dasar (SD) yang ada di Jepang pada tahun 1988 telah memanfaatkan siaran TV Pendidikan Sekolah (Dewabrata, 1994). Sedangkan di Korea Selatan, siaran TV pendidikan untuk sekolah baru dimulai pada tahun 1960-an. Siaran TV pendidikan di Korea Selatan ini kemudian berkembang menjadi sebuah saluran khusus untuk pendidikan.

Komitmen pemerintah Korea Selatan yang tinggi turut mempercepat perkembangan siaran TV pendidikan yang ditandai dengan didirikannya sebuah lembaga tersendiri untuk menangani sistem siaran pendidikan (educational broadcasting system). Porsi siaran TV untuk pendidikan terus meningkat sampai pada tahun 1990-an di mana Korea Selatan telah menyelenggarakan siaran TV untuk pendidikan sebanyak 7 jam lebih setiap hari kecuali pada hari Minggu. Sedangkan pada hari Minggu, jumlah jam siaran TV untuk pendidikan jauh lebih banyak lagi, yaitu sekitar 17 jam (Wirjomartono, 1994b).

Sedangkan India, program siaran televisi pendidikannya baru dimulai pada tanggal 24 Oktober 1961. Pada tahap pertama, program siaran TV pendidikan yang ditayangkan ditujukan kepada para siswa SMP dan Sekolah Menengah. Program siaran TV untuk pendidikan ini diproduksi dan ditayangkan oleh stasiun TV yang terdapat Delhi, Bombay, Madras, dan Srinagar. Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu para siswa di bidang sains dan sekaligus juga untuk meningkatkan mutu pembelajaran sains, di samping untuk mengatasi keterbatasan tenaga guru yang bermutu.

Pengalaman Norwegia di bidang siaran TV pendidikan tampaknya perlu menjadi bahan pemikiran. Mengapa? Pada awalnya, gagasan untuk pembentukan suatu organisasi yang khusus mengelola satu saluran khusus di bidang TV pendidikan (cable television) dipandang sangat bermanfaat dan menjanjikan bagi kepentingan pembangunan pendidikan. Ternyata setelah dilaksanakan dan juga diikuti dengan berbagai pengkajian, hasilnya justru tidak seperti yang diharapkan. Karena itu, Norwegia memutuskan untuk beralih pada pemanfaatan stasiun TV lokal dalam menayangkan program-program pendidikannya. Setelah dilakukan penilaian, ternyata model pemanfaatan stasiun TV lokal ini juga dinilai tidak berhasil. Karena itu, Norwegia menjajagi upaya lain tentang kemungkinan pemanfaatan saluran satelit siaran langsung (Blom, et.al., 1993).

Namun, pemanfaatan saluran satelit siaran langsung untuk menayangkan program-program pendidikan dinilai Norwegia sebagai sebuah kesalahan. Karena itu, Norwegia pada akhirnya berpaling pada pilihan untuk memanfaatkan stasiun TV nasional untuk menayangkan program-program pendidikannya. Pilihan terhadap stasiun TV nasional Norwegia untuk penayangan program pendidikan dinilai sebagai pilihan yang lebih tepat/ bijaksana sekalipun memang diakui bahwa belum semua masyarakat Norwegia dapat mengakses program yang ditayangkan oleh stasiun TV nasional Norwegia. Penayangan program pendidikan melalui stasiun nasional TV Norwegia dilakukan atas kerjasama beberapa institusi (Blom, et.al., 1993).

Berkaitan dengan siaran TV untuk pendidikan, Indonesia merintisnya pertama sekali melalui kerjasama dengan United Nations on International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 1982/1983. Program siaran TV pen-didikan yang dikembangkan ini bertemakan pembinaan watak anak-anak usia Sekolah Dasar (SD). Programnya dirancang dan dikembangkan oleh PUSTEKKOM dan penayangannya dilakukan oleh TVRI (Wirjomartono, 1994b). Program siaran TV yang dikembangkan melalui kerjasama ini bertujuan untuk membina atau mengembangkan watak anak-anak usia SD. Program siaran TV untuk pendidikan ini terus ditingkatkan dari waktu ke waktu sehingga pada 2 tahun berikutnya, PUSTEKKOM telah berhasil memproduksi program film serial Aku Cinta Indonesia (ACI) dan ditayangkan oleh TVRI sekali setiap minggu.

Pengembangan program film serial ACI berlanjut sampai dihasilkannya film serial ACI jilid-IV. Film serial ACI jilid-I bertemakan pengembangan kepribadian anak-anak usia SLTP. Sedangkan film serial ACI jilid-II bertemakan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), ACI jilid-III tentang pengembangan kepribadian anak-anak usia Sekolah Menengah, dan ACI jilid-IV adalah film serial yang mengetengahkan berbagai aspek kehidupan guru. Yang telah berhasil ditayangkan secara teratur setiap minggunya melalui TVRI adalah film serial ACI jilid-I sampai dengan ACI jilid-IV. Dalam kaitan ini, lembaga yang bertanggung-jawab mempersiapkan keseluruhan film serial ACI ini adalah PUSTEKKOM; sedangkan penanyangannya menjadi tanggungjawab stasiun TVRI.

Pada tahun 1991, satu stasiun TV swasta, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), didirikan dengan komitmen akan memberikan porsi waktu yang relatif lebih banyak untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran. Pada waktu pendiriannya, ada kesepakatan bersama antara Departemen Pendidikan dengan pendiri stasiun TPI (PT. Citra Lamtoro Gung Persada) yaitu bahwa 16,6% dari totalitas jam siaran TPI adalah untuk penayangan program siaran TV untuk pendidikan sekolah dan 16,6% lagi untuk program siaran TV pendidikan luar sekolah (Siahaan, 1993). Program siaran TPI untuk pendidikan sekolah dan luar sekolah diproduksi oleh PUSTEKKOM. Program pendidikan sekolah dan luar sekolah yang ditayangkan TPI ini tidak lagi berlangsung atau dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerjasama yang telah disepakati bersama sebelumnya.

Pada tahun 1997, penayangan program TV melalui satelit siaran langsung mulai dirintis seiring dengan telah diluncurkannya satelit Cakrawarta-1 oleh PT. Medicitra Indostar, sebuah perusahaan milik swasta. Satu di antara 40 saluran yang ada pada satelit Cakrawarta-1 diperuntukkan untuk penayangan program-program pendidikan/pem-belajaran. Pemanfaatan satelit siaran langsung ini merupakan suatu terobosan baru yang dapat mengatasi beberapa kelemahan siaran televisi sebelumnya, yaitu adanya daerah-daerah yang tidak dapat menangkap program siaran televisi (blank spot areas) (Juwanto, 1998).

Di samping keunggulan yang dimiliki satelit siaran langsung, kelemahannya adalah bahwa pemirsa harus melengkapi pesawat televisinya dengan peralatan penunjang, seperti: antena parabola, decoder, dan remote control. Hanya dengan tambahan peralatan penunjang inilah pemirsa akan dapat memanfaatkan berbagai program yang ditayangkan melalui satelit siaran langsung.

Tampaknya, model pemanfaatan siaran TV melalui satelit siaran langsung untuk penayangan program-program pendidikan “agak merepotkan” masyarakat pemirsa karena harus membeli peralatan tambahan. Yang diharapkan oleh masyarakat luas adalah bagaimana program-program siaran TV pendidikan/pembelajaran yang bermutu dan menarik serta yang dikemas secara profesional dapat dimanfaatkan secara terbuka oleh masyarakat luas tanpa harus terbebani untuk membeli peralatan tambahan. Selain itu, program yang ditayangkan juga hendaknya menarik dan mudah dimengerti sehingga melalui pemanfaatan program siaran TV pendidikan/pembelajaran, siswa menjadi merasa lebih mudah memahami materi pelajaran.

Dengan adanya satu saluran khusus satelit yang disediakan oleh pemilik satelit untuk kepentingan pembangunan pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional melakukan berbagai perencanaan agar dapat secara optimal memanfaatkan fasilitas teknologi satelit ini. Kemudian, PUSTEKKOM dan Universitas Terbuka ditugaskan untuk mempersiapkan berbagai program pendidikan/pembelajaran yang antara lain mencakup pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar sekolah, maupun program yang mencakup kebijakan di bidang pembangunan pendidikan. Penayangan program-program pendidikan/pem-belajaran melalui satelit siaran langsung ini tidak bertahan lama.

Program siaran TV yang sifatnya untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran masih sangat sedikit mendapat perhatian dan penayangan oleh stasiun TV yang ada padahal media TV sangat potensial untuk digunakan bagi kepentingan pendidikan/pembelajaran. Berdasarkan pengalaman, program siaran TV yang bersifat pendidikan/pembelajaran ditayangkan pada saat anak-anak masih sedang belajar di sekolah. Tujuannya adalah agar program yang ditayangkan dapat dimanfaatkan guru sebagai bagian yang terpadu dalam proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, bagi para siswa yang berada di rumah pada saat program pendidikan/pembelajaran ditayangkan, maka program siaran TV pendidikan/ pembelajaran dapat dipelajari siswa secara mandiri, baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok kecil.

Adanya tiga daerah perbedaan waktu (time zone) di Indonesia tidak perlu dan tidak seharusnya diperlakukan sebagai suatu masalah. Yang justru perlu disiasati adalah bagaimana agar program siaran TV pendidikan/pembelajaran dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh para siswa untuk menunjang kegiatan pembelajaran siswa. Dalam hal ini, stasiun TV yang berskala nasional dan lokal dapat secara sinergis dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi masing-masing dari ketiga zona perbedaan waktu. Pengemasan materi pembelajaran hendaklah dilakukan secara professional sehingga para siswa menjadi tertarik dan termotivasi serta senantiasa merindukan/menantikan kehadiran tayangan program siaran TV pendidikan/pembelajaran.

Berkaitan dengan siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran, berbagai pihak yang mengelola siaran TV diharapkan terpanggil untuk secara bertahap meningkatkan jumlah alokasi jam siaran untuk program pendidikan/pembelajaran. Tentunya peranan pemerintah juga sangat menentukan dalam mewujudkan terselenggaranya program siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran secara teratur. Dengan demikian, ada keseimbangan antara program siaran TV yang bersifat hiburan/ rekreasi, informasi, dan edukasi. (http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=729)

Dewasa ini, seiring dengan kemajuan di bidang teknologi komputer tampaknya sekolah di berbagai negara maju mulai berpaling pada pemanfaatan komputer dan internet. Semakin banyak jumlah sekolah yang dilengkapi dengan perangkat komputer dan sambungan internet sehingga pemanfaatan siaran TV pendidikan/pembelajaran di kelas semakin menurun atau sekolah sudah mulai meninggalkan pemanfaatan program siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran (http://www.ericdigests.org/pre-928/television.htm).

C. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Philo Taylor Farnsworth, merupakan penemu (inventor) TV yang pertama, yaitu pada tanggal 7 September 1927. (http://www.directessays.com/viewpaper.php? request=16871). Siaran TV merupakan jenis medium yang sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Teknologi komunikasi telah me-mungkinkan masyarakat luas dapat dengan mudah dan cepat mengetahui berbagai perkembangan yang terjadi di berbagai penjuru dunia melalui siaran TV.

Siaran TV mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu meniadakan batasan wilayah geografis, sistem politik, sosial, budaya dan masyarakat pemirsa, di samping memiliki potensi sebagai penetratik untuk mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi, dan motivasi masyarakat.

Fungsi siaran TV pada umumnya adalah menyajikan program atau acara yang bersifat hiburan/rekreasi, informasi, dan edukasi. Di antara ketiga sifat tayangan TV ini, tampaknya porsi waktu yang paling besar diberikan oleh stasiun TV adalah pada tayangan program siaran TV yang bersifat hiburan.

Berkaitan dengan keampuhan media siaran TV, berbagai negara membentuk institusi yang menangani pengelolaan program pendidikan/pembelajaran untuk ditayangkan melalui siaran TV. Penyiapan materi program pendidikan/pem-belajaran pada umumnya dilakukan oleh institusi pendidikan; demikian juga halnya dengan pengorganisasian pemanfaatan programnya. Sedangkan penayang-an program pendidikan/pembelajaran dilakukan oleh stasiun TV. Kerjasama yang erat antara berbagai institusi pendidikan dengan institusi/ organisasi penyiaran TV telah terbukti menjadi satu hal yang sangat besar peranannya dalam mempersiapkan, menayangkan, dan mengelola pemanfaatan program siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran. Keberhasilan penyelenggaraan siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran melalui kerjasama antara berbagai institusi ini dapat dipelajari dari pengalaman Norwegia.

2. Saran

Mengingat potensi siaran televisi yang sangat besar yang mampu menjangkau masyarakat luas dan banyaknya anggota masyarakat yang belum mampu mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu dan memadai, maka diperlukan adanya suatu kebijakan, misalnya dalam bentuk Undang-Undang. Kebijakan ini hendaknya bersifat mengikat terhadap semua stasiun pemancar TV yang ada (nasional maupun lokal) untuk bersama-sama menyediakan alokasi waktu yang cukup memadai bagi penayangan program-program pendidikan/pembelajaran.

Mengingat jumlah stasiun TV yang terus meningkat terutama di berbagai daerah yang dikenal dengan stasiun TV lokal, maka diperlukan adanya kerjasama yang erat antara berbagai institusi, seperti: stasiun TV yang bersifat nasional, stasiun TV lokal, institusi pengelola pendidikan termasuk yang bergerak di bidang perancangan, pengembangan, dan produksi program siaran TV untuk pendidikan/ pembelajaran. Di samping itu, pengadaan program TV pendidikan/pembelajaran yang berkualitas khususnya di bidang sains dari berbagai negara maju perlu dilakukan untuk kemudian diadaptasi dan ditayangkan. Program siaran TV pendidikan/pembelajaran dari luar negeri ini sekaligus juga dapat menjadi bahan pembanding bagi institusi pendidikan yang bergerak di bidang perancangan, pengembangan, dan produksi program siaran TV pendidikan/pembelajaran di dalam negeri.

Kemudian, pengadaan satu saluran televisi yang khusus menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran akan lebih baik lagi. Saluran khusus ini semata-mata hanya untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran dan tidak dapat diganggu-gugat oleh program lain. Sementara itu, pemerintah juga diharapkan agar tetap mengupayakan peningkatan kemampuan kelembagaan dari berbagai institusi yang bergerak di bidang perancangan dan pengembangan program siaran televisi pendidikan/pembelajaran. Dengan dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah, maka diharapkan program-program pendidikan/ pembelajaran yang dihasilkan semakin lebih berkualitas dan menarik.

Referensi

Blom, Dagny, Torstein Rakkedal, Berit Johnsen (eds.). 1993. Selected Articles on Policy, Research and Evaluation in Distance Education. Norway: Norwegian Center for Distance Education.

Depari, Eduard. 1994. Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan bagi Masyarakat melalui Media Elektronik. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dewabrata. 1994. Pemanfaatan Media Elektronik (Radio dan TV) dan Kelompencapir untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Fahmi, A. Alatas. 1994. Potensi Siaran Televisi untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan, Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Juwanto, Arief. 1998. The Development of Distance Education Channel Through Cakrawarta-1 Satellite. Jakarta: PT Mediacitra Indostar.

Pustekkom. 2004. Rancangan Program dan Pemanfaatan Siaran Televisi Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1999. Pokok-Pokok Pikiran tentang Pertentang Lama antar Media: Televisi versus Buku. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siahaan, Sudirman. 1993. Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS). Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siahaan, Sudirman (ed.). 2002. Book Series on The Use of Radio and Television in Open and Distance Learning in Southeast Asian Countries. Jakarta: SEAMEO SEAMOLEC.

Siregar, Ralie. 1994. Potensi Siaran Televisi untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Widarto, Suprapti. 1994. Pendayagunaan Siaran TVRI untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional teknologi Pendidikan, Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wirjomartono, Sri Hardjoko. 1994a. Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Disampaikan pada pembukaan Seminar Lokakarya Nasional teknologi Pendidikan, Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wirjomartono, Sri Hardjoko. 1994b. Pendayagunaan Radio dan Televisi dalam Pendidikan. Makalah yang disajikan pada Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan, Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=16871.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request= 22058.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=31830.

Website: http://homepage3.nifty.com/katodb/doc/text/2609.html.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=38084.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=17015.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=76483.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=64305.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=729.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=76356.

Website: http://www.ericdigests.org/pre-928/television.htm.

Website: http://www.directessays.com/viewpaper.php?request=79972.

Website: http://www.internews.ru/report/tv/tv2.html#2#2.

Tidak ada komentar: