Minggu, 16 Maret 2008

Media Pembelajaran


Media Pembelajaran: Mitra atau Kompetitor bagi Guru dalam Kegiatan Pembelajaran?

Drs. Sudirman Siahaan, MPd*)

Abstrak

Media pembelajaran diyakini sebagian guru dapat membantu memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran. Sebagian guru lainnya berpendapat bahwa pemanfaatan media pembelajaran apalagi harus ikut melakukan pengembangannya merupakan pekerjaan yang merepotkan dan menyita banyak waktu. Dengan cara mengajar tanpa menggunakan media pembelajaran, para guru telah berhasil mendidik peserta didiknya dengan prestasi belajar yang menggembirakan. Tipe guru yang demikian ini cukup puas dengan yang telah dicapai dan tidak mau repot untuk mencoba melakukan suatu pembaharuan. Sebagian guru lainnya berpendapat bahwa pemanfaatan media pembelajaran di kelas secara bertahap akan dapat menggusur keberadaan atau peran guru (educational media as a substitute). Media pembelajaran disikapi sebagai “kompetitor atau rival” di dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Karena itu, sikap resistansi terhadap media pembelajaran berkembang di kalangan sebagian guru. Para guru yakin bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan membelajarkan peserta didik di kelas dapat diselesaikan dengan kehadiran guru di kelas. Tipe guru yang demikian ini memperlakukan dirinya pada posisi yang berlebihan sehingga menutup diri dan “mencurigai” setiap upaya untuk menghadirkan media dalam kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran diperlakukan sebagai “rival atau pesaing” dalam pelaksanaan tugas. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang peranan media pembelajaran dan guru dalam kegiatan belajar-mengajar.

Kata Kunci: media pembelajaran, kegiatan pembelajaran, peranan guru dan media dalam pembelajaran

-----------------------

*) Drs. Sudirman Siahaan, MPd adalah tenaga fungsional peneliti bidang pendidikan pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (PUSTEKKOM)-Departemen Pendidikan Nasional.

A. Pendahuluan

Ada beberapa gambaran yang dapat diamati pada beberapa sekolah yang berbeda. Apabila sekolah yang dikunjungi adalah di daerah perkotaan di kota-kota besar, maka akan tampak sekolah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas kegiatan pembelajaran. Misalnya, ada fasilitas laboratorium sains, laboratorium bahasa, perpustakaan yang dilengkapi dengan sejumlah komputer, ada ruang multimedia atau ruang media pembelajaran audiovisual, dan lain sebagainya. Semakin jauh lokasi suatu sekolah dari kota, biasanya semakin minimal fasilitas pembelajaran yang dimiliki. Fasilitas yang dimiliki, misalnya adalah sebatas globe dan peta Indonesia yang ditempatkan di ruang guru (digunakan secara bergantian oleh guru), perpustakaan yang berisikan buku-buku lama dengan kondisi ruangan yang “kurang menggugah untuk melakukan kegiatan membaca”, torso dan kerangka manusia yang ada di ruang Kepala Sekolah, dan fasilitas lainnya yang serba terbatas.

Ada juga beberapa guru dengan inisiatifnya sendiri mencari dan memanfaatkan media tertentu dalam membelajarkan para peserta didiknya. Guru bahasa Inggris misalnya, dengan kesadaran sendiri membeli media kaset audio tentang topik tertentu yang berisikan suara penutur asli bahasa Inggris untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelasnya. Guru tersebut berharap bahwa para peserta didik akan mendengarkan sendiri secara langsung dari penutur asli tentang pelafalan kata-kata, kelompok kata, atau kalimat bahasa Inggris.

Kegiatan yang dilakukan itu diyakini oleh guru bahwa belajar bahasa Inggris dengan memanfaatkan media kaset audio, maka para peserta didiknya akan termotivasi dan terbantu untuk menguasai aspek kemampuan tertentu dari bahasa Inggris (listening skill atau speaking skill). Pembelian media kaset audio ini tentulah disesuaikan guru dengan kondisi dan kemampuan yang ada pada dirinya atau sekolahnya. Tujuannya adalah untuk dimanfaatkan di kelas sehingga dapat membiasakan para peserta didik mendengarkan suara penutur asli bahasa Inggris atau setidak-tidaknya pelafalan bahasa Inggris yang sebagaimana adanya dan sekaligus juga menjadi terbiasa.

Pemanfaatan media pembelajaran dapat juga berasal bukan dari guru atau sekolah tetapi justru dari pihak luar yang tentunya didasarkan hasil analisis kebutuhan belajar. Media pembelajaran dan fasilitas pemanfaatannya dalam jumlah yang memadai disediakan pihak tertentu yang peduli dengan masalah pendidikan/pembelajaran untuk dimanfaatkan dan dikelola sebaik-baiknya oleh sekolah. Bahkan para guru juga dilatih bagaimana memanfaatkan media pembelajaran yang diberikan termasuk memeliharanya. Di samping itu, para guru juga diikutsertakan untuk mengamati simulasi pemanfaatan media pembelajaran di dalam kelas. Kemudian, para guru juga diberikan kesempatan untuk melakukan ujicoba pemanfaatan media pembelajaran di kelasnya di bawah supervisi nara sumber tertentu yang ditugaskan. Berbagai kelemahan/kekurangan didiskusikan setelah beberapa guru selesai melakukan ujicoba di kelas tertentu.

Selain media pembelajaran yang berupa rekaman, ada juga media pembelajaran yang berupa siaran. Melalui media massa cetak disajikan jadwal penayangan siaran televisi yang berkaitan dengan materi pendidikan/pembelajaran atau jadwal siaran ini dikirimkan ke sekolah-sekolah secara teratur setiap tahun atau enam bulan sekali. Untuk dapat memanfaatkan media pembelajaran yang berupa siaran (baik televisi maupun radio) di sekolah, maka sekolah haruslah melengkapi dirinya dengan fasilitas/peralatan pemanfaatan media pembelajaran yang bersifat siaran. Kemudian, sekolah-sekolah yang telah dilengkapi atau melengkapi dirinya dengan fasilitas/peralatan ini diberikan penjelasan tentang cara-cara memanfaatkan media siaran, memelihara, dan merawat peralatan pemanfaatan, serta rangkuman setiap materi pelajaran yang akan ditayangkan melalui siaran.

Langkah lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah Kepala Sekolah mengkoordinasikan penyusunan atau penyesuaian jadwal pemanfaatan media siaran dengan jadwal pelajaran di masing-masing kelas sehingga fasilitas/peralatan pemanfaatan media siaran dapat dioptimalkan. Apabila fasilitas/peralatan pemanfaatan media siaran yang ada terbatas, maka langkah yang dapat ditempuh adalah merekam materi pelajaran yang ditayangkan dan barulah kemudian memanfaatkannya di dalam kelas. Pemanfaatan media siaran yang direkam ini menjadi lebih luwes karena dapat disesuaikan dengan keadaan yang berkembang di sekolah.

Agar para guru senantiasa termotivasi untuk secara teratur dan optimal memanfaatkan media pembelajaran diperlukan adanya kegiatan monitoring dan supervisi secara periodik, baik dari Kepala Sekolah maupun dari instansi kedinasan yang relevan. Melalui kegiatan pemantauan dan pembinaan yang dilakukan secara periodik, maka berbagai kesulitan atau masalah yang terjadi dapat diatasi sehingga pemanfaatan media pembelajaran dapat berjalan lancar dan pada akhirnya tentunya akan memberikan nilai tambah terhadap peningkatan prestasi belajar para peserta didik asuhannya.

Dari pengalaman tentang pengenalan media pembelajaran ke berbagai sekolah, maka pada umumnya selama masa ujicoba atau perintisan pemanfaatan media pembelajaran dilakukan, para guru memperlihatkan sikap yang positif dan antusias. Mengapa? Mereka bersyukur mendapat kesempatan untuk melakukan “inovasi” di dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan merancang dan memanfaatkan media pembelajaran. Di samping itu, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya, baik untuk pengadaan fasilitas/peralatan pemanfaatan media pembelajaran (perangkat keras) maupun media pembelajarannya sendiri (perangkat lunak). Kepala Sekolah juga selaku manajer di sekolah, dengan diikutsertakannya sekolah yang dipimpinnya maka Kepala Sekolah merasakan adanya penghargaan atau diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang baru di dalam proses belajar-mengajar. Konsekuensinya, Kepala Sekolah juga sangat memperhatikan kegiatan pemanfaatan media pembelajaran yang dilakukan para guru.

Dengan berkembangnya sikap positif di kalangan para Kepala Sekolah dan Guru, maka langkah lebih lanjut diharapkan adalah bahwa para guru akan memperlakukan media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar bagi para peserta didiknya. Dengan demikian, sumber belajar yang dapat diakses peserta didik selama belajar di sekolah tidak hanya terbatas pada guru dan buku teks atau buku paket, tetapi telah bertambah dengan dimanfaatkannya media pembelajaran. Dengan kesediaan guru memanfaatkan media pembelajaran di kelas maka para peserta didik akan dapat belajar melalui sumber belajar yang bervariasi, sehingga diharapkan akan dapat mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran dan pada akhirnya juga akan bermuara pada peningkatan prestasi belajar peserta didik. Dalam keadaan yang demikian ini, dapat dikatakan bahwa para guru memperlakukan media pembelajaran sebagai mitra dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar di kelas.

Yang menjadi masalah adalah bahwa pemanfaatan media pembelajaran tidak dapat berjalan terus-menerus karena berbagai faktor penyebab, yang antara lain adalah: mutasi guru atau Kepala Sekolah, fasilitas/peralatan media pembelajaran yang mengalami kerusakan, kualitas media pembelajaran yang ada semakin menurun, pergantian kurikulum, tidak adanya dukungan dari Kepala Sekolah yang baru, merasa direpotkan untuk mengikuti jadwal siaran tidak selalu sama dengan jadwal pelajaran sekolah.

Melalui tulisan ini diharapkan para Kepala Sekolah dan Guru memiliki pemahaman yang proporsional tentang media pembelajaran dan memperlakukannya sebagai mitra dalam membelajarkan para peserta didik. Tulisan ini akan dimulai dari konsep tentang media pembelajaran, peranan atau potensi media pembelajaran, dan beberapa kecenderungan pemahaman dan sikap guru terhadap media pembelajaran.

B. Media Pembelajaran: Konsep, Fungsi, Potensi, dan Pemilihannya

1. Konsep tentang Media Pembelajaran

Wilbur Schramm mengemukakan bahwa media merupakan “information carrying technologies that can be used for instruction… The media of instruction, consequently are the extension of the teacher” (informasi yang dikemas dan disajikan melalui perangkat teknologi dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran… Sebagai konsekuensinya adalah bahwa media pembelajaran merupakan perpanjangan dari fungsi dan peranan guru” (Schramm, 1977). Sedangkan Leslie J. Briggs mengemukakan bahwa media merupakan “the physical means of conveying instructional content … books, films, videotapes, slide-tapes, etc.” (media merupakan wadah untuk menyalurkan materi pembelajaran … misalnya buku, film, kaset video, dan program slide) (Briggs, 1977).

Istilah “media pembelajaran” mencakup istilah media dan pembelajaran. Istilah media atau medium secara sederhana dapat dikemukakan sebagai perantara, pengantar, atau wahana. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada penerima (Rahardjo, 1984). Sedangkan istilah pembelajaran mengandung makna bahwa ada proses atau interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dalam hal ini, sumber belajar menurut Yusufhadi Miarso dapat berupa orang (misalnya guru, instruktur, widyaiswara, atau seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan tertentu) atau dapat juga berupa bukan orang (misalnya: lingkungan, media, teknik atau prosedur, bahan (Miarso, 1984).

Media pembelajaran menurut Raphael Rahardjo berarti segala sesuatu, baik yang sengaja dirancang (media by utilization) maupun yang telah tersedia (media by design), baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan (materi pelajaran) dari sumber (misalnya guru) kepada penerima (peserta didik) sehingga membuat atau membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Masing-masing jenis media mempunyai karakteristik tertentu, atau setiap media mempunyai keunikannya sendiri-sendiri. Tidak ada satu jenis media yang tepat/cocok untuk menyajikan semua jenis materi pelajaran. Jenis media tertentu hanya tepat untuk menyajikan jenis materi pelajaran tertentu tetapi tidak untuk menyajikan materi pelajaran lainnya.

Berkaitan dengan pengertian media, beberapa ahli melakukan klasifikasi tentang media sesuai dengan karakteristik atau ciri utamanya. Salah satu klasifikasi jenis media yang banyak digunakan adalah sebagaimana yang dikemukakan Rudy Bretz. Berdasarkan ciri utama atau karakteristiknya, Rudy Bretz mengklasifikasi media menjadi 3 unsur pokok, yatu: suara, bentuk visual, dan gerak. Masing-masing unsur pokok yang dikandung media masih dapat dirinci lagi sehingga pada akhirnya, Rudy Bretz mengemukakan ada 7 klasifikasi media, yaitu: (a) media cetak, (b) media audio, (c) media visual diam, (d) media visual gerak, (e) media audio semi gerak, (f) media audiovisual diam, dan (g) media audiovisual gerak (Bretz, 1971).

Ada juga ahli yang mengelompokkan media ke dalam media transmisi dan media rekaman. Media transmisi mencakup radio dan televisi. Sedangkan media rekaman mencakup media kaset audio dan kaset video (Bretz, 1971). Ahli lain melakukan pengelompokkan media ke dalam media cetak dan media non-cetak. Media cetak dapat berupa buku, modul, brosur, atau surat kabar. Sedangkan media non-cetak dapat dikelompokkan lagi ke dalam (a) media transmisi, (b) media proyeksi, (c) media rekaman, dan (d) media berbasis komputer. Media rekaman juga masih dapat dikelompokkan ke dalam media audio dan video. Tabel 1 berikut ini diberikan sebagai salah satu contoh pengklasifikasian media.

Tabel 1: Pengklasifikasian Media

KLASIFIKASI

JENIS MEDIA

Media yang diproyeksikan

Overhead Transparancy, slide, Opaque

Media yang tidak diproyeksikan

Realia, model, bahan grafis, display

Media rekaman

Kaset audio, kaset video,

Media berbasis komputer

Computer-assisted instruction (pembelajaran berbantuan komputer)

Multimedia kit

Perangkat praktikum

Media berbasis jaringan

Internet

Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa media pembelajaran merupakan wadah atau wahana yang digunakan (oleh guru, instruktur, dosen, widyaiswara) untuk menyalurkan pesan/materi pembelajaran kepada peserta didik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa televisi, radio, Overhead Transparancy (OHT), kaset audio, kaset video, dan komputer merupakan wahana fisik (physical means) yang dapat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran. Dalam kaitan ini, yang perlu disiati adalah bagaimana memilih dan memanfaatkan media pembelajaran dengan baik sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kegiatan yang menyenangkan, dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

2. Potensi Media Pembelajaran

Pada perkembangan awal, media diartikan hanya sebatas alat bantu yang digunakan guru untuk mengelola kegiatan belajar-mengajar. Alat bantu ini adalah berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada peserta didik sehingga dapat mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar peserta didik. Dalam kaitan media sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, Raphael Rahardjo merujuk pemikiran Edgar Dale yang merumuskan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling konkrit ke tingkat yang paling abstrak (Rahardjo, 1984).

Lebih jauh, Raphael Rahardjo mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem pembelajaran yang mempunyai nilai-nilai praktis berupa kemampuan/ keterampilan untuk:

a. membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;

b. membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti: binatang-binatang buas, atau penguin dari kutub selatan;

c. menampilkan obyek yang terlalu besar, seperti pasar, candi borobudur;

d. menampilkan obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti: mikro organisme;

e. mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photography;

f. memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungannya;

g. memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik;

h. membangkitkan motivasi belajar peserta didik;

i. menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan; dan/atau

j. menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak, mengatasi batasan waktu maupun ruang.

3. Fungsi/Peranan Media

Media dalam kegiatan pembelajaran di kelas (classroom instruction) dapat berfungsi sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau bahkan pengganti guru (substitusi) (Siahaan, 2002).

a. Suplemen (tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila guru atau peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak untuk materi pelajaran tertentu. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi guru atau peserta didik untuk memanfaatkan media pembelajaran. Sekalipun sifatnya opsional, guru yang memanfaatkan media pembelajaran secara tepat untuk membelajarkan para peserta didiknya atau para peserta didik sendiri yang berupaya mencari dan kemudian memanfaatkan media pembelajaran tentulah akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.

b. Komplemen (pelengkap)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila media pembelajaran diprogramkan untuk melengkapi atau menunjang materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti media pembelajaran diprogramkan sebagai materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.

Media pembelajaran dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan media pembelajaran tertentu yang memang secara khusus dikembangkan untuk kepentingan para peserta didik. Tujuannya adalah untuk lebih memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.

Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada para peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan media pembelajaran yang memang secara khusus dirancang untuk kepentingan para peserta didik. Tujuannya agar para peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.

c. Substitusi (pengganti)

Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para peserta didiknya. Tujuannya agar para peserta didik dapat secara luwes mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari peserta didik. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) yang kemungkinan juga disertai dengan pemanfaatan media pembelajaran, (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui media pembelajaran yang disajikan melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui media pembelajaran yang disajikan melalui internet.

Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih peserta didik tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika peserta didik dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional di bawah bimbingan dosen atau sepenuhnya belajar melalui internet, atau bahkan belajar melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat luwes ini dinilai sangat membantu peserta didik untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya.

4. Pemilihan Media Pembelajaran

Pemilihan media pembelajaran, baik yang akan dirancang maupun yang akan dibeli, hendaknya memperhatikan beberapa pertimbangan berikut ini.

a. Kesesuaian dengan Materi Kurikulum dan Karakteristik Media

Sewaktu akan memilih jenis media yang akan dikembangkan atau dibeli, maka yang perlu diperhatikan adalah jenis materi yang mana yang terdapat di dalam kurikulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media. Kemudian, dilakukan telaah terhadap jenis media apa yang tepat untuk menyajikan materi pelajaran tertentu yang dikehendaki sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum.

Salah satu prinsip pemilihan media adalah bahwa tidak ada jenis media apa pun yang cocok atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran. Sebagai contoh misalnya, pelajaran bahasa Inggris. Untuk bidang kemampuan berbahasa mendengarkan/ menyimak (listening skill), maka media yang lebih tepat untuk digunakan adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata bahasa, maka media yang lebih tepat untuk menyajikan materi pembelajarannya adalah media cetak.

Sedangkan untuk media video, dinilai lebih tepat untuk menyajikan materi pelajaran antara lain yang berkaitan dengan proses yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata, misalnya proses peredaran darah atau proses pencernaan makanan pada pelajaran Biologi. Melalui teknik animasi pada program video, proses peredaran darah atau pencernaan makanan dapat divisualisasikan sehingga akan membantu mempermudah peserta didik memahaminya. Atau, untuk menjelaskan profil kehidupan binatang buas misalnya, maka media video merupakan jenis media yang lebih tepat untuk menyajikannya.

b. Keterjangkauan dalam Pembiayaan

Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga dipertimbangkan aspek ketersediaan anggaran penunjangnya. Kalau memang harus membuat sendiri medianya, hendaknya juga dipikirkan siapa di antara para guru yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan jenis media pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajaki berapa biaya pembuatan media yang dibutuhkan tersebut jika harus dikerjakan pembuatannya oleh pihak lain.

Apabila dinilai penting untuk mengirimkan guru tertentu mengikuti pelatihan tentang pengembangan jenis media yang dibutuhkan sekolah, yang perlu dipertimbangkan adalah berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti pelatihan. Hal lainnya yang perlu dipertimbangakan pula adalah apakah guru yang akan dikirim untuk mengikuti pelatihan tersebut mempunyai waktu yang memadai, baik selama pelatihan berlangsung maupun dalam mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan sekolah.

Selain biaya untuk pengembangan atau pengadaan media pembelajaran, hendaknya juga dipertimbangkan apakah nantinya peralatan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli tersebut sudah tersedia di sekolah. Apabila belum, maka biaya untuk pengadaan peralatan pemanfaatan medianya perlu dikaji, apakah dana yang tersedia masih juga dapat meng-akomodasikannya. Manakala tidak mencukupi biayanya, maka perlu ditentukan prioritas mana yang akan lebih dahulu dipenuhi.


c. Ketersediaan Peralatan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tidak terlalu bermanfaat untuk merancang dan mengembangkan media secanggih apa pun jika tidak didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di sekolah. Apa artinya tersedia media pembelajaran online misalnya, apabila di sekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet dan juga didukung oleh fasilitas Local Area Network (LAN). Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan jauh lebih bermanfaat karena peralatan/fasilitas pemanfaatannya telah tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat.

Selain ketersediaan peralatan/fasilitas pemanfaatan media, sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan perlu juga dipertimbangkan. Apabila listrik belum masuk sekolah, tentunya yang menjadi fokus pemikiran adalah pengembangan media sederhana yang tidak harus membutuhkan energi listrik. Dalam hal ini tentunya yang diprioritaskan adalah media sederhana yang peralatan pemanfaatannya dapat dioperasikan dengan menggunakan energi batere, misalnya. Demikian juga dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana tidaklah terlalu sulit.

d. Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran

Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan/mempesona atau menjanjikan (promising) yang dilakukan oleh tenaga marketing misalnya, sehingga sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajaran yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajarannya (program), tenaga marketing meyakinkan pimpinan sekolah untuk terlebih dahulu membeli peralatan pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan ini dibeli oleh sekolah misalnya, ternyata di antara para guru tidak ada atau belum ada yang tahu tentang cara-cara mengoperasikannya. Di samping itu, media pembelajaran yang ditawarkan ternyata tidak mudah didapatkan di pasaran, harus memesan terlebih dahulu. Pemesanan ini tentunya juga membutuhkan waktu yang tidak cepat.

Setelah media pembelajaran yang dipesan diterima sekolah dan kemudian dilakukan telaah, dapat saja terjadi bahwa kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan dengan kebutuhan peserta didik (dangkal atau melebar). Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa materi pelajaran yang dikemas di dalam media yang dipesan memang sangat cocok dan membantu mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tidak mudahnya mendapatkan media pembelajaran tersebut di pasaran.

e. Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran

Aspek lain yang juga penting dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah kemudahan guru atau peserta didik untuk memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran yang dikembangkan sendiri maupun yang dikontrakkan pembuatannya (atau dibeli) tetapi tidak mudah dimanfaatkan baik oleh guru maupun peserta didik. Media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli haruslah yang memang mudah dimanfaatkan. Tidak ada gunanya apabila media pembelajaran yang dibeli hanya dijadikan sebagai pajangan di sekolah.

Manakala media pembelajaran yang akan dibeli sekolah membutuhkan pelatihan tertentu bagi guru, maka hendaknya pelatihan tersebut tidak terlalu membebani guru. Artinya, media pembelajaran yang dibutuhkan tersebut sebenarnya telah familiar bagi guru, namun para guru membutuhkan sedikit waktu untuk mempelajari cara-cara memanfaatkannya. Atau, dapat saja bahwa guru yang telah memiliki kesiapan dalam arti pengetahuan dan keterampilan tentang media pembelajaran yang akan dibeli sekolah, diberi prioritas untuk melakukan pemanfaatannya di kelas. Guru inilah yang kemudian diminta untuk melatih teman-teman guru lainnya.

C. Kecenderungan Sikap Guru terhadap Media Pembelajaran

Ada beberapa kecenderungan sikap guru terhadap kemungkinan pemanfaatan media pembelajaran di dalam proses belajar-mengajar. Beberapa kecenderungan sikap guru ini dapat dilihat dari beberapa kemungkinan pola-pola pembelajaran seperti yang disajikan pada skema 1 berikut ini. Pola-pola pembelajaran pada skema 1 berikut ini dikembangkan atas dasar pemikiran Yusufhadi Miarso(Miarso, 1970).

Skema 1

Bagan Pola-Pola Pembelajaran

Kurikulum

1

2

3

4

5

GURU

GURU--MEDIA

GURU

MEDIA

MEDIA

I

I

MEDIA

I

I

I

I

I

GURU

I

I

I

I

I

I

PESERTA DIDIK

Dari skema 1 tersebut di atas, ada 4 fungsi/peranan media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, yaitu sebagai berikut:

  1. Guru menjabarkan isi kurikulum ke dalam satuan pelajaran (lesson plan) yang disajikan guru kepada para peserta didik. Dalam kaitan ini, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru adalah pemegang kendali sepenuhnya tentang keseluruhan proses belajar-mengajar. Para peserta didik juga sangat tergantung pada kehadiran guru di dalam kelas. Secara ekstrim, tiada guru berarti tidak terjadi kegiatan belajar-mengajar karena guru adalah sumber belajar tunggal bagi peserta didik di sekolah. Dalam keadaan yang demikian ini, guru dapat saja mengembangkan sikap yang resistan terhadap kehadiran media pembelajaran karena dinilai akan mengambil alih perannya sebagai guru. Berarti media pembelajaran menjadi kompetitor bagi guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar (1).

  1. Guru dan media membagi fungsi/peranan secara seimbang dalam membelajarkan para peserta didiknya. Isi kurikulum yang harus dipelajari para peserta didik dijabarkan ke dalam 2 komponen, yaitu komponen guru di satu sisi dan komponen media di sisi lain. Materi pelajaran yang bagaimana yang secara optimal dapat disajikan oleh guru kepada para peserta didiknya, maka materi pelajaran tersebut sepenuhnya menjadi tanggungjawab guru. Demikian juga halnya dengan media pembelajaran. Dalam kaitan ini, guru memperlakukan media pembelajaran sebagai mitranya dalam membelajarkan para peserta didik. Ada pembagian peran/fungsi yang seimbang antara guru dan media pembelajaran.

Pembagian peran/fungsi yang jelas antara guru dan media pembelajaran dalam menyajikan isi kurikulum kepada peserta didik adalah model yang ideal. Untuk dapat tiba pada model ideal ini memang diperlukan beberapa tahapan kegiatan misalnya: sosialisasi media pembelajaran, pelatihan guru tentang pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran, pengadaan media pembelajaran dan peralatannya, pelatihan cara-cara pengoperasian pemanfaatan media pembelajaran, sampai dengan berkembangnya media-minded di kalangan para guru dan Kepala Sekolah.

Apabila keadaan yang demikian ini telah tercapai (para guru dan Kepala Sekolah telah media-minded) di mana para guru dan Kepala Sekolah telah meyakini bahwa media pembelajaran dapat membantu guru memudahkan para peserta didik untuk memahami materi pelajaran, maka terciptalah kondisi yang kondusif untuk pembagian peran/fungsi yang jelas dan seimbang antara guru dan media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar (2).

  1. Guru dan media pembelajaran berada dalam kotak yang sama. Isi kurikulum dijabarkan guru ke dalam materi pembelajaran yang berbentuk satuan pelajaran (lesson plan) untuk disajikan kepada para peserta didik. Penggunaan media pembelajaran adalah sepenuhnya tergantung pada sikap guru dan atau penugasan yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Apabila guru memandang tidak perlu memanfaatkan media pembelajaran, maka tidak akan terjadi pemanfaatan media pembelajaran di dalam kelas.

Sebaliknya dapat terjadi bahwa apabila guru memandang perlu untuk memanfaatkan media pembelajaran untuk menunjang materi pelajaran tertentu, maka guru akan memanfaatkan media. Atau, pemanfaatan media pembelajaran dilakukan karena adanya instruksi dari Kepala Sekolah. Dalam kaitan ini, guru masih tetap berperan sangat dominan untuk menentukan apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak di dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Fungsi/peranan media pembelajaran tidak digariskan secara jelas tetapi sangat tergantung pada sikap guru dan Kepala Sekolah (3).

  1. Media mempunyai fungsi/peranan yang sangat besar dan guru hanya berperan/berfungsi sebagai fasilitator apabila peserta didik membutuhkannya. Isi kurikulum dijabarkan ke dalam berbagai jenis media oleh para ahli materi pelajaran dari perguruan tinggi (subject-matter specialists), guru mata pelajaran dari sekolah (subject-matter teacher), dan ahli media pembelajaran (instructional media specialists), dan ahli pengembangan kurikulum (curriculum development specialists). Dalam pola pembelajaran ini, media merupakan sumber belajar utama bagi peserta didik. Sedangkan fungsi guru sangat terbatas, yaitu memfasilitasi kegiatan pembelajaran apabila ada peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah (fasilitator).

Materi pelajaran yang dikemas ke dalam media pembelajaran dilakukan secara profesional sehingga memungkinkan dipelajari oleh para peserta didik secara mandiri. Pada umumnya, media pembelajaran yang berfungsi sebagai sumber belajar utama dikemas dalam bentuk media cetak (modul). Apabila ada media pembelajaran lainnya yang digunakan, maka fungsinya hanya sebagai media penunjang terhadap media cetak. Peserta didik lebih banyak berinteraksi dengan media pembelajaran dalam kegiatan belajarnya. Manakala menemui kesulitan atau masalah, maka peserta didik dapat menemui guru atau nara sumber untuk mendiskusikannya (4).

  1. Dalam kondisi tertentu, isi kurikulum yang perlu dipelajari para peserta didik dijabarkan oleh para ahli pembelajaran dan ahli media ke dalam beberapa jenis media pembelajaran. Para peserta didik dapat langsung berinteraksi dengan media pembelajaran yang berfungsi sebagai pengganti guru. Beberapa lembaga pendidikan dan atau pelatihan telah menerapkan model kegiatan pembelajaran di mana materi pembelajaran sepenuhnya dikemas ke dalam media.

Tentu saja media yang digunakan dapat bervariasi disesuaikan dengan jenis materi pelajarannya itu sendiri dan juga dengan karakteristik media yang digunakan. Media pembelajaran yang digunakan dapat berupa media cetak ditunjang media kaset audio, media cetak ditunjang media audio dan video, media cetak ditunjang dengan media compact disc (CD) atau video-compact disc (VCD), atau media internet. Di samping itu, para peserta didik juga masih dimungkinkan untuk mendapatkan layanan bantuan belajar melalui komunikasi dengan nara sumber apabila mereka mengalami kesulitan dalam kegiatan belajarnya.

Dari kelima pola pembelajaran yang telah diuraikan di atas tampaklah bahwa media pembelajaran yang diperlakukan sebagai mitra oleh guru ada pada pola pembelajaran 2.

Guru menjabarkan isi kurikulum ke dalam dua bagian, yaitu yang akan dikemas dan disajikan sendiri kepada peserta didiknya dan bagian yang lain adalah yang dirancang dan disajikan melalui media. Dalam hal ini, tentunya dilakukan pemilahan materi pelajaran. Materi pelajaran yang memang cocok untuk disajikan melalui media sesuai dengan potensi dan karakteristiknya, maka biarlah materi pelajaran tersebut menjadi tanggungjawab media. Apabila materi pelajaran tertentu dinilai lebih sesuai untuk disajikan guru, maka biarlah materi pelajaran tersebut menjadi tanggungjawab guru. Di sinilah pembagian fungsi/peranan yang jelas dan seimbang antara guru dan media pembelajaran.

Pada pola pembelajaran 3 terbukalah peluang apakah guru meyakini perlu adanya fungsi/peran media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas di samping dirinya atau sebaliknya, guru memandang media pembelajaran sebagai pelengkap atau “tempelan” saja. Manakala pemahaman guru berkembang positif terhadap media pembelajaran, maka secara bertahap guru akan melakukan pembagian tugas atau peran dengan media dalam membelajarkan peserta didiknya. Tetapi jika guru berpendapat bahwa media sebagai sesuatu yang merepotkan dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya, maka yang menjadi kecenderungan guru adalah guru secara bertahap akan mulai memperlakukan media pembelajaran sebagai “rival atau saingan” dalam membelajarakan peserta didik. Posisi guru yang demikian ini akan cenderung bergerak ke posisi guru pada pola pembelajaran 1.

Fungsi/peranan guru pada pola pembelajaran 1 adalah sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dapat saja terjadi kekhawatiran di dalam diri guru tentang kemungkinan media pembelajaran akan menggeser atau bahkan menggantikan fungsi/peranannya sebagai guru. Kekhawatiran guru yang demikian ini akan menggiring dirinya memperlakukan media pembelajaran sebagai saingan atau kompetitor dalam membelajarkan peserta didik.

Akhirnya, media pembelajaran dapat menjadi mitra atau kompetitor bagi guru adalah sangat tergantung pada pemahaman dan sikap guru terhadap fungsi/peranan media pembelajaran di samping tentunya peranan dari para pengambil kebijakan.

D. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Media pembelajaran mempunyai 3 fungsi/peranan dalam konteks kegiatan belajar-mengajar.

Pertama, media pembelajaran mempunyai fungsi/peranan yang jelas dan seimbang, serta saling melengkapi dengan fungsi/peranan guru dalam kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran diperlakukan guru sebagai mitra yang mempunyai tanggungjawab yang sama. Karena itu, ada pembagian tugas dalam mengelola kegiatan pembelajaran.

Kedua, media pembelajaran mempunyai fungsi/peranan yang sangat kecil, yaitu tergantung dari sikap guru yang berfungsi sebagai pengelola kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran hanya digunakan sewaktu-waktu apabila dibutuhkan. Pemanfaatan media pembelajaran tidak dilakukan secara terencana. Jadi, media pembelajaran diperlakukan guru hanya sebagai tempelan.

Ketiga, media pembelajaran mempunyai peran/fungsi yang sangat besar, yaitu dapat menggantikan keberadaan guru (educational media as a substitute). Dengan kata lain, guru memandang media pembelajaran sebagai kompetitor atau rival. Menghadapi fungsi media pembelajaran yang demikian ini, guru menjadi sangat khawatir tentang kemungkinan peran atau posisinya diambil alih oleh media pembelajaran. Karena itu, guru mengembangkan sikap resistansi terhadap kemajuan peran/fungsi media pembelajaran.

2. Saran-saran

Memperhatikan ketiga fungsi/peranan media pembelajaran sebagaimana tersebut di atas, dituntut adanya upaya pengembangan sikap positif para guru terhadap fungsi/peranan media pembelajaran. Kepada guru juga perlu ditekankan terutama oleh institusi pembina guru agar mengubah pandangan/pemikiran yang negatif tentang media pembelajaran. Karena media pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang memiliki potensi untuk membantu mempermudah guru menyajikan materi pelajaran yang sulit jika hanya mengandalkan aspek verbal.

Pemanfaatan media pembelajaran di kelas haruslah dilakukan secara terencana. Artinya, guru harus terlebih dahulu mempelajari materi pelajaran yang dikemas di dalam setiap media pembelajaran yang akan dimanfaatkan. Berdasarkan kegiatan ini dan sesuai dengan jadwal pelajaran, guru membuat perencanaan kapan masing-masing media pembelajaran akan dimanfaatkan. Catatan-catatan guru tentang setiap media pembelajaran juga akan sangat bermanfaat pada saat sebelum, selama, atau sesudah media pembelajaran dimanfaatkan.

Daftar Acuan

Demiray, Ugur. (2004). Defining of Distance Education. Sumbernya dari website: <http://home.anadolu.edu.tr/-udemiray/&Histo.htm> (diakses tanggal 5 Agustus 2004).

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Haryono, Anung, dkk. (eds.). (1984). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Heinich, Robert. (1970). Technology and the Management of Instruction. Wahington, D.C.: Association for Educational Communications and Technology.

Haryono, Anung, dkk. (eds.). (2004). A Module on Self-Learning Material: The Concept and the Format. Jakarta: SEAMEO Regional Open Learning Center (SEAMOLEC).

Ozkul, Ali Ekrem. (2004). Anadolu University Distance Education System: From Emergence to 21st Century. Turkey: Open Education Faculty, Anadolu University.

Rahardjo, Raphael, (1984). ‘Media Pembelajaran’ dalam Haryono, dkk (eds.). (1984). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Miarso, Yusufhadi. (1984). ‘Teknologi Komunikasi Pendidikan: Konsepsi, Perkembangan, dan Pengaruhnya’ dalam Haryono, Anung, dkk. (eds.). (1984). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siahaan, Sudirman. (2000). Penyusunan Garis-Garis Besar Isi Modul. Modul Pelatihan Penyusunan Modul. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siahaan, Sudirman. (2004). “Studi Kasus: Pemanfaatan Media secara Terpadu (Media Kaset Audio dan Modul) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP Terbuka Gelumbang-1 Sukarami, Muara Enim, Sumatera Selatan”, makalah hasil penelitian yang disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran yang bertemakan Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan Internasional, tanggal 1-2 Desember 2004 di Jakarta.

Sudirdjo, Sudarsono. (2000). Pengitegrasian Media Audiovisual dalam Modul. Modul Pelatihan Penyusunan Modul. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.

Siahaan, Sudirman. 2002. ‘Penelitian Penjajagan tentang Kemungkinan Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran di SLTA di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya’ dalam Jurnal Pendidikan, No.: 039 Tahun Ke-8, November 2002, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan-Departemen Pendidikan Nasional.

Schramm, Wilbur. (1977). Big Media, Little Media. Beverly Hills: Sage Publications.

Briggs, Leslie J. (1977).

Bretz, Rudy. (1971).

Lewis. (2002).


Tidak ada komentar: