Perkembangan Siaran Televisi Edukasi (TVE): Persepsi dan Penyikapan Guru
Sudirman Siahaan*)
pakdirman@yahoo.com
Sudirman Siahaan*)
pakdirman@yahoo.com
Abstrak
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) telah mencanangkan dimulainya siaran Televisi Edukasi (TVE) pada tahun 2003. Pada awalnya, siaran TVE berlangsung selama 4 jam sehari dan kemudian diperpanjang dan akhirnya menjadi 24 jam setiap harinya sejak tanggal 17 Juli 2007. Materi siaran TVE sepenuhnya dirancang, diproduksi, dan kemudian disalurkan ke satelit Telkom-1 (uplinked) oleh Pustekkom. Dalam kaitan ini, Pustekkom berfungsi sebagai penyedia konten (content provider). Masyarakat pada umumnya dan masyarakat kependidikan khususnya, hanya dimungkinkan untuk memanfaatkan siaran TVE dengan menggunakan antenna parabola. Mengingat terbatasnya jumlah anggota masyarakat yang memiliki antenna parabola, maka Pustekkom menjalin kerjasama dengan stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan berbagai stasiun televisi lokal untuk menerus-siarkan (relay) materi siaran TVE. Untuk memasyarakatkan siaran TVE, berbagai upaya telah dan terus dilakukan, baik melalui media cetak maupun elektronik. Banyak guru yang belum mengetahui keberadaan siaran TVE, kegunaan atau pemanfaatan peralatan televisi yang diterima sekolah mereka, dan cara-cara pemanfaatan siaran TVE. Karena itu, yang menjadi fokus pembahasan di dalam tulisan ini adalah perkembangan siaran televisi pendidikan, persepsi, dan penyikapan guru terhadap siaran TVE. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi salah satu masukan dalam upaya untuk lebih meningkatkan pemanfaatan siaran TVE oleh sekolah dan peserta didik.
Kata-kata Kunci: Televisi Edukasi (TVE), model-model pemanfaatan siaran TVE, persepsi dan penyikapan guru terhadap siaran TVE.
-------------------
*)Sudirman Siahaan adalah tenaga fungsional peneliti bidang pendidikan pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.
A. Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia tampaknya masih belum sepenuhnya diikuti dengan pemanfaatannya secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk di lingkungan pendidikan.
Penerapan dan pemanfaatan TIK bagi sebagian masyarakat masih dianggap sangat mewah dan mahal. Keadaan yang demikian ini dapat saja diakibatkan oleh faktor ketersediaan sumber daya mansusia (SDM) yang memahami dan menguasai TIK.
Ketersediaan SDM yang menguasai TIK, baik di institusi pendidikan dan instansi pemerintah maupun swasta masih terbatas. Keadaan yang demikian inilah yang mendorong dilakukannya upaya untuk meningkatkan penguasaan TIK melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun non-formal.
Di satu sisi, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan sebagian di antaranya berada di daerah terpencil, sulit, dan terisolasi, dan di sisi lain, penyebaran penduduk yang tidak merata, mengakibatkan sulitnya pemberian akses dan layanan pendidikan yang berkualitas kepada masyarakat. Karena itu, salah satu masalah pendidikan yang sedang kita hadapi adalah disparitas mutu pendidikan.
Melalui penerapan TIK, akses dan layanan pendidikan yang berkualitas diharapkan akan dapat dinikmati masyarakat Indonesia yang kurang beruntung, khususnya yang tinggal di daerah-daerah terpencil, sulit, dan terisolasi. Berkaitan dengan perluasan akses dan layanan pendidikan, prioritas pemerintah di bidang pembangunan pendidikan adalah penuntasan Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun yang telah dicanangkan pada tahun 1984. Dengan berfokus pada Wajar 9 Tahun, Departemen Pendidikan Nasional melalui berbagai institusi yang relevan di lingkungannya telah merintis upaya peningkatan mutu melalui pengembangan dan penerapan TIK di sekolah semenjak tahun 1999. Di samping itu, pengembangan dan penerapan TIK juga dimaksudkan untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan pendidikan yang bermutu.
Berbagai bentuk pengembangan dan penerapan TIK yang telah dilakukan antara lain adalah pengembangan jaringan intranet dan internet (Jarnet), Jaringan Informasi Sekolah (JIS), dan Wide Area Network Kota (WAN Kota), ICT Center, school mapping, pemanfaatan berbagai jenis media pendidikan, penyelenggaraan siaran radio pendidikan (SRP) dan televisi edukasi, serta Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas). Pada tahun 2005, peningkatan mutu dan layanan pendidikan untuk penuntasan Wajib Belajar 9 tahun menjadi fokus dari upaya pemanfaatan teknologi jaringan internet dan televisi. Itulah sebabnya, siaran TVE pada awal pencanangannya diprioritaskan dan diarahkan untuk menggarap pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sehubungan dengan prioritas ini, materi pelajaran yang dirancang dan dikembangkan serta ditayangkan melalui siaran TVE adalah untuk kepentingan peserta didik SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Demikian juga halnya dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan siaran TVE diprioritaskan bagi kepentingan peserta didik SMP dan MTs.
Sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE yang sejauh ini dilaksanakan masih terbatas yaitu hanya bagi kepentingan para guru-guru SMP dan MTs yang membina mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Materi pelajaran SMP yang diprioritaskan ditayangkan melalui siaran TVE dan diterus-siarkan stasiun TVRI terbatas pada mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Penyajian materi siaran TVE yang menyangkut ketiga mata pelajaran ini berfokus pada pengenalan dan pembahasan berbagai model atau bentuk soal-soal Ujian Akhir Nasional (UAN) dan cara-cara penyelesaiannya. Peserta didik SMP dan MTs yang tidak mempunyai antenna parabola di rumahnya dapat mengikuti siaran TVE secara teratur melalui stasiun TVRI pada pukul 07.15-09.30 WIB di pagi hari (bagi peserta didik SMP/MTs yang bersekolah di siang hari) atau pukul 14.15-16.30 WIB di sore hari (bagi peserta didik SMP/MTs yang bersekolah di pagi hari) (Leaflet Pustekkom, 2007).
Diharapkan peserta didik akan terbiasa atau familiar dengan berbagai bentuk atau model soal-soal UAN dan cara-cara penyelesaiannya. Selain di rumah, peserta didik SMP/MTs juga didorong untuk memanfaatkan siaran TVE di sekolah di bawah bimbingan masing-masing guru mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Untuk menunjang kelancaran pemanfaatan siaran TVE di sekolah, Pustekkom melengkapi setiap SMP/MTs secara bertahap dengan pesawat TV ukuran 29 inci (masing-masing 2 set) dan DVD player, satu buah antenna parabola (khusus bagi SMP/MTs yang tidak dapat secara jelas menangkap siaran TVE melalui stasiun TVRI atau stasiun TV lokal), tenaga pembangkit listrik (genset) bagi SMP/MTs yang belum tersambung dengan jaringan listrik.
Setelah semua SMP/MTs menerima fasilitas pemanfaatan siaran TVE, barulah fasilitas pemanfaatan siaran TVE dialihkan pendistribusiannya ke satuan pendidikan lainnya. Upaya lain yang mengarah pada pemanfaatan siaran TVE adalah melakukan sosialisasi, baik melalui media cetak (misalnya: leaflet, brosur, surat kabar, artikel, makalah) maupun melalui siaran TVE sendiri dan TVRI, berbagai pertemuan kedinasan yang melibatkan para birokrat, dan melalui kegiatan orientasi dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE yang melibatkan para guru secara langsung. Melalui kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan, pemanfaatan siaran TVE inilah dapat diketahui secara langsung bagaimana pemahaman dan penyikapan para guru SMP dan MTs terhadap siaran TVE. Tulisan ini dikembangkan berdasarkan berbagai informasi yang dikemukakan oleh para guru SMP/MTs tentang siaran TVE yang telah mengikuti kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE. B. Pembahasan 1. Siaran Televisi Pendidikan/Pembelajaran di Indonesia
a. Perkembangan Tahap Awal
Siaran Televisi Pendidikan/Pembelajaran (STVP) dirintis pertama kali di Indonesia oleh Pustekkom melalui kerjasama dengan United Nations on International Children's Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 1982/1983 (Siahaan, 2005). STVP ini bertemakan pembinaan watak anak-anak usia Sekolah Dasar (SD). Materi siaran dirancang dan dikembangkan oleh Pustekkom. Penayangannya melalui televisi dilakukan oleh stasiun TVRI (Wirjomartono, 1994). Upaya peningkatan STVP dilakukan secara terus-menerus sehingga pada akhirnya Pustekkom berhasil memproduksi film serial Aku Cinta Indonesia (ACI). Film serial ACI ini ditayangkan setiap minggunya oleh stasiun TVRI selama 3 tahun. Pada tahun pertama, ditayangkan film serial ACI Jilid-1 yang bertemakan pengembangan kepribadian anak-anak usia SMP. Pada tahun kedua, ditayangkan film serial ACI Jilid-2 yang bertemakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB). Kemudian, film serial ACI Jilid-3 yang ditayangkan pada tahun ketiga adalah bertemakan pengembangan kepribadian anak-anak usia SMA. Pada tahun keempat, Pustekkom telah memproduksi sebagian dari episode film serial ACI Jilid-4 yang bertemakan berbagai aspek yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan professional guru (http://www.depdiknas.go.id/jurnal/56/siaran.html). Sangat disayangkan bahwa film serial ACI Jilid-4 ini tidak dapat dilanjutkan produksinya dan sekaligus juga penayangannya karena faktor keterbatasan anggaran yang ada.
b. Perkembangan Tahap Kedua
Pengalaman yang telah dimiliki Pustekkom dalam merancang, mengembangkan, dan memproduksi program-program siaran televisi pendidikan/pembelajaran, mendorong Departemen Pendidikan Nasional untuk merintis pendirian stasiun pemancar siaran televisi khusus pendidikan/ pembelajaran. Dalam kaitan ini, Departemen Pendidikan Nasional menyusun proposal penjajagan kerjasama dengan pemerintah kerajaan Belanda dengan pertimbangan bahwa pemerintah Belanda tidak hanya berpengalaman mengembangkan dan menayangkan program-program STVP, tetapi juga berpengalaman mendirikan stasiun televisi khusus pendidikan/pembelajaran. Sebagai tindak lanjut dari proposal penjajagan kerjasama yang diajukan adalah ditandatanganinya Nota Kesepakatan Kerjasama antara Pemerintah Kerajaan Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia di bidang teknologi pendidikan (the utilization of educational technology) dan salah satu butir rumusan dalam kesepakatan ini adalah "Agreed Minutes of the Meeting on Workplan for 1987-1992 of the Netherland-Indonesian Cooperation in the Field of Education". Nota Kesepakatan Kerjasama ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, W. J. Deetman (wakil Pemerintah Kerajaan Belanda) dan Menteri Pendidikan Nasional, Fuad Hasan (wakil Pemerintah Republik Indonesia) pada tanggal 23 Nopember 1987 di Jakarta.
Sebagai realisasi dari kerjasama tersebut di atas adalah pengiriman 12 tenaga Indonesia untuk mengikuti pelatihan di bidang pengembangan dan produksi program siaran televisi dan radio pendidikan di Belanda. Tenaga yang dikirimkan ke Belanda ini berasal dari beberapa institusi (Pustekkom, perguruan tinggi, TVRI, P3G Kejuruan) yang diproyeksikan akan menangani kegiatan pengembangan dan penayangan STVP. Di sisi lain, beberapa tenaga konsultan dari Belanda (seperti: John van den Boogert, Dieneke Teuw, dan Hans Klaessen) telah bekerja di Indonesia untuk melakukan berbagai persiapan penyelenggaraan STVP, seperti: pembahasan konsep proposal proyek, pelaksanaan cost-effectiveness analysis, perintisan pengembangan prototipa program siaran televisi pendidikan/pembelajaran. Kerjasama dengan pemerintah Belanda ini ternyata mengalami kendala sehingga proposal proyek yang telah disusun tidak dapat sepenuhnya direalisasikan. Dalam keadaan yang demikian ini, Departemen Pendidikan Nasional mengkaji tawaran kerjasama yang diajukan oleh pihak swasta, PT. Citra Lamtorogung Persada, di bidang penyelenggaraan siaran televisi pendidikan/pembelajaran. Selanjutnya, kerjasama Departemen Pendidikan Nasional dengan pihak swasta ini telah mendorong PT. Citra Lamtorogung Persada untuk mendirikan stasiun televisi swasta yang kemudian dikenal sebagai stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Pada tanggal 23 Januari 1991, perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola stasiun TPI adalah PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (PT. CTPI).
Di dalam naskah kerjasama dengan pihak swasta tersebut di atas, beberapa butir komitmen yang disepakati adalah
(1) 16,6% dari total jam siaran TPI dialokasikan untuk menyajikan materi pendidikan sekolah,
(2) 16,6% dari total jam siaran TPI dialokasikan untuk menyajikan materi pendidikan luar sekolah,
(3) Depdiknas melalui Pustekkom berkewajiban menyediakan program siaran televisi pendidikan sekolah dan luar sekolah,
(4) PT. CTPI berkewajiban untuk menyiarkan program-program yang diproduksi Pustekkom (Siahaan, 1993).
Dalam kaitan ini, Pustekkom tidak hanya mempersiapkan program siarannya tetapi juga membantu melengkapi sekolah-sekolah dengan pesawat televisi, antenna parabola, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan Video Cassette Rewinder (VCR). Peralatan pemanfaatan siaran televisi pendidikan/ pembelajaran yang didistribusikan ke sekolah-sekolah sampel dimaksudkan sebagai stimulan dengan harapan dapat ditindaklanjuti oleh daerah dan sekolah. Kerjasama dengan pihak PT. CTPI ini hanya berlangsung sekitar 5 tahun.
Kemudian, Indonesia mulai mengalami kesulitan ekonomi termasuk pihak PT. CTPI. Dalam menghadapi kesulitan ekonomi ini, pihak PT. CTPI terpaksa menghentikan/memutuskan hubungan kerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Pada hal, masyarakat luas umumnya dan masyarakat kependidikan khususnya sudah mulai mengenal dan memanfaatkan program-program pendidikan/pembelajaran yang ditayangkan stasiun TPI.
c. Perkembangan Tahap Ketiga
Penyelenggaraan siaran TV Pendidikan/Pembelajaran melalui stasiun TPI yang terhenti tidak menyurutkan keinginan Departemen Pendidikan Nasional untuk menyelenggarakan program-program pendidikan/pembelajaran melalui pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pada tahun 1997, Departemen Pendidikan Nasional menjalin kerjasama dengan PT. Mediacitra Indostar dalam penayangan program-program pendidikan/pembelajaran melalui satelit Cakrawarta-1 PT. Mediacitra Indostar. Berbeda dengan stasiun TPI, program-program pendidikan/pembelajaran yang ditayangkan melalui satelit Cakrawarta-1 hanya dapat dimanfaatkan oleh pengguna (viewers) dengan menggunakan antenna parabola (satellite disc). Bentuk penayangan program yang demikian ini disebut sebagai Satelit Siaran Langsung (SSL) atau Direct Broadcasting Satellite (DBS).
Pemanfaatan fasilitas SSL ini merupakan suatu terobosan baru yang dapat mengatasi kelemahan siaran televisi yang menggunakan jaringan terrestrial (adanya blank spots) (Padmo, dkk. 2000). Artinya, program pendidikan/pembelajaran melalui SSL ini dapat ditangkap dengan jelas dan tidak mengenal adanya blank spots (Juwanto, 1998). SSL memang memiliki keunggulan tetapi sekaligus juga memiliki kelemahan. Artinya pemirsa harus melengkapi pesawat TV-nya dengan peralatan tambahan/penunjang untuk dapat menangkap program-program pendidikan/ pembelajaran yang ditayangkan melalui SSL. Peralatan penunjang yang harus dilengkapi pemirsa adalah antenna parabola, decoder, dan remote control.
Tuntutan peralatan tambahan untuk dapat memanfaatkan program-program pendidikan/pembelajaran yang ditayangkan melalui fasilitas SSL menjadi "agak merepotkan" masyarakat pemirsa. Yang justru sangat diharapkan masyarakat luas adalah pemanfaatan yang bersifat terbuka yaitu melalui pesawat TV biasa tanpa peralatan tambahan lainnya. Sehubungan dengan adanya donasi satu saluran dari satelit Cakrawarta-1 untuk penayangan program-program pendidikan/pembelajaran, Departemen Pendidikan Nasional menugaskan Pustekkom dan Univertsitas Terbuka (UT) untuk mempersiapkan berbagai program pendidikan/pembelajaran yang mencakup: pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar sekolah, dan berbagai program yang berkaitan dengan kebijakan di bidang pembangunan pendidikan. Penyelenggaraan/penayangan program-propgram pendidikan/pembelajaran melalui fasilitas SSL ini juga tidak berlangsung lama. d. Perkembangan Tahap Keempat Apabila masing-masing stasiun TV yang ada ditanyakan tentang tanggungjawab mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, maka mereka akan merespon bahwa mereka juga telah menyelenggarakan program pendidikan/pembelajaran yang dikemas dalam berbagai bentuk.
Tidak semua program pendidikan yang ditayangkan oleh berbagai stasiun TV diberi label "program pendidikan". Sebagai contoh dikemukakan bahwa penayangan program siaran televisi seperti "Sesame Street", "Planet Earth", "National Biography", (Widarto, 1994), "National Geography", "Spacetoon", "Bolang (Bocah Petualang)" adalah merupakan bentuk tanggungjawab pihak pengelola stasiun TV di bidang pendidikan/pembelajaran. Perkembangan penyelenggaraan siaran TVP tahap keempat yang dapat dicatat adalah pada saat diresmikannya penayangan program siaran Televisi Edukasi (TVE) oleh Prof. Malik Fajar selaku Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 12 Oktober 2004. Stasiun TVE ini berada dan sehari-harinya dikelola oleh Pustekkom. Keberadaan stasiun TVE lebih dimantapkan lagi gaungnya oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo selaku Menteri Pendidikan Nasional. Siaran TVE memiliki moto: "Santun dan Mencerdaskan".
Program-program pendidikan/pembelajaran yang dipersiapkan (dirancang, dikembangkan, dan diproduksi) Pustekkom ditayangkan melalui satelit Telkom-1. Penayangan program-program pendidikan/pembelajaran melalui satelit Telkom-1 ini dilakukan melalui kerjasama dengan PT. Telkom. Mengingat program-program TVE ditayangkan melalui satelit Telkom-1 hanya dapat dimanfaatkan oleh pemirsa yang mempunyai antenna parabola dan masyarakat yang memiliki antenna parabola masih sangat terbatas jumlahnya, maka Pustekkom menjalin kerjasama dengan stasiun TVRI dan berbagai stasiun TV lokal lainnyua dengan harapan agar masyarakat yang tidak mempunyai antenna parabola termasuk lembaga-lembaga pendidikan dapat memanfaatkan proram siaran TVE (Pustekkom, 2004). Sesuai dengan perjanjian kerjasama dengan stasiun TVRI, program TVE yang ditayangkan adalah diprioritaskan pada mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris untuk peserta didik SMP dan MTs dengan waktu tayang pukul 07.15-09.30 WIB dan pukul 14.00 – 16.30 WIB.
Kerjasama untuk menerus-siarkan program TVE tidak hanya dilakukan dengan stasiun TVRI, tetapi Pustekkom juga menjalin kerjasama dengan berbagai stasiun TV lokal dan sejumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang telah memiliki fasilitas untuk menerus-siarkan program TVE. Sejauh ini, Pustekkom telah menjalin kerjasama dengan 68 stasiun TV lokal untuk memudahkan masyarakat memanfaatkan siaran TVE (Leaflet Pustekkom, 2007). Pengadaan peralatan penunjang untuk memanfaatkan program siaran TVE yang didistribusikan ke sekolah-sekolah dilaksanakan melalui block grant yang disalurkan Pustekkom ke Dinas-dinas Pendidikan Propinsi.
Peralatan pemanfaatan TVE yang dikirimkan ke sekolah-sekolah terbatas jumlahnya dan memang sifatnya hanya sebagai stimulans. Di samping pengadaan peralatan pemanfaatan TVE, Pustekkom juga secara bertahap dan berkesinambungan melakukan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan TVE kepada para guru SMP/MTs yang membina mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Kegiatan ini dilaksanakan di 4 (empat) regional, yaitu Surabaya, Pekanbaru, Makassar, dan Jayapura. Selain itu, beberapa Dinas Pendidikan Propinsi juga menyelenggarakan kegiatan yang sama untuk guru-guru dari SMP/MTs lainnya yang berada di propinsi masing-masing. Untuk mengetahui sampai sejauh mana sekolah-sekolah telah memahami fungsi peralatan pemanfaatan program siaran TVE (TV, DVD player, antenna parabola, dan genset), Pustekkom melakukan monitoring dan pembinaan ke sekolah-sekolah secara acak. Sebagian sekolah telah berupaya untuk memanfaatkan fasilitas peralatan pemanfaatan siaran TVE, sebagian lagi masih belum sepenuhnya dapat memanfaatkan peralatan yang diterima, sebagian sekolah lagi baru pada tahap mempersiapkan ruangan dan guru untuk memanfaatkan program siaran TVE, dan sebagian sekolah lagi baru berada pada tahap mengetahui tujuan dikirimkannya fasilitas/peralatan pemanfaatan TVE ke sekolah-sekolah. Melalui kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan program siaran TVE, baik yang dilakukan secara regional maupun oleh masing-masing propinsi dan monitoring/pembinaan pemanfaatan siaran TVE ke berbagai sampel sekolah, maka para guru menyatakan komitmennya untuk mengoptimalkan pemanfaatan program siaran TVE untuk kepentingan pembelajaran para peserta didiknya. Karena itu, sebagian sekolah telah menempatkan pesawat TV yang telah diterima di ruang perpustakaan, ruang lab, ruang media, atau ruang serba guna.
2. Pola-pola Pemanfaatan Program Siaran TVEAda 3 pola atau cara pemanfaatan program siaran TVE yang sejauh ini disebarluaskan kepada para guru SMP dan MTs, yaitu sebagai berikut:
a. Pemanfaatan Program Siaran TVE sesuai dengan Jadwal Siaran TVE (Pemanfaatan Siaran TVE secara langsung)
Mengingat peserta didik SMP/MTs yang menjadi prioritas garapan siaran TVE, maka dalam kegiatan pembelajaran, maka setiap guru termasuk guru matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris berkewajiban menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setelah mengetahui/menerima jadwal siaran TVE, maka guru haruslah merencanakan pelaksanaan pemanfaatan siaran TVE secara langsung. Bagi guru yang karena satu dan lain hal tidak dapat memanfaatkan siaran TVE secara langsung, dapat merencanakan pemanfaatan VCD-nya sesuai dengan jadwal pelajaran sekolah yang telah disusun. Sekalipun misalnya jadwal pemanfaatan siaran TVE telah disusun guru, tetapi ada baiknya juga apabila guru menginformasikannya kepada para peserta didiknya tentang rencana pemanfaatan siaran TVE. Informasi yang disampaikan kepada para peserta didik tentunya tidak hanya terbatas pada waktu dan tempat, tetapi juga tentang topik yang akan dibahas dan persiapan yang perlu dilakukan peserta didik. Kemudian, pada Hari H-nya sebelum waktu penayangan siaran TVE dimulai, berbagai persiapan yang perlu dilakukan guru antara lain adalah: pengaturan ruangan dan tempat duduk peserta didik, penempatan pesawat TV, penyetelan pesawat TV ke saluran TV yang akan diikuti, dan penyetelan volume suara TV. Manakala semuanya sudah siap, barulah peserta didik dipersilakan masuk untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media siaran TVE. Beberapa menit sebelum mengikuti penayangan siaran TVE, guru mempersiapkan peserta didiknya agar siap mengikuti siaran TVE melalui penyampaian bahan appersepsi dan diikuti dengan penjelasan tentang kompetensi yang perlu dikuasai peserta didik, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Sewaktu tayangan dimulai, di saat peserta didik sibuk mengikuti tayangan siaran TVE, guru dapat mengamati peserta didik yang kemungkinan menghadapi masalah, membuat catatan tentang materi pelajaran yang memerlukan penjelasan tambahan, dan sekaligus juga guru menjaga ketertiban dan kenyamanan kelas. Setelah tayangan siaran TVE selesai, guru memberikan:
(1) berbagai penjelasan tentang materi tayangan yang dinilai kemungkinan masih belum dipahami peserta didik,
(2) kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan komentar,
(3) memberikan tes tentang materi pelajaran yang baru saja dipelajari peserta didik melalui tayangan siaran TVE, dan
(4) memberikan tugas untuk dikerjakan peserta didik di rumah, baik yang tugas individual maupun kelompok (tindak lanjut).
b. Pemanfaatan Siaran TVE sebagai Penugasan
Berdasarkan jadwal tayangan siaran TVE yang ada, guru menugaskan para peserta didiknya untuk mengikuti tayangan siaran TVE tentang mata pelajaran tertentu pada waktu tertentu. Peserta didik dapat melaksanakan tugas ini di sekolah atau di rumah, baik secara perseorangan maupun dalam bentuk kelompok kecil. Untuk membantu pelaksanaan tugas ini, guru hendaknya memberikan format laporan hasil penugasan disertai penjelasan seperlunya. Guru juga menginformasikan batas waktu penyerahan hasil pelaksanaan tugas dan cara-cara penyajiannya di kelas. Pada hari dan waktu yang telah ditetapkan, guru meminta para peserta didiknya untuk manyajikan hasil tugas yang telah dikerjakan di hadapan teman sekelasnya. Peserta didik yang belum mendapat kesempatan untuk menyajikan hasil tugasnya, berperan untuk mengkaji dan memberikan pendapat, tanggapan atau komentar. Melalui aktivitas pembelajaran yang demikian ini, peserta didik dilatih menyusun bahan presentasi, memberikan pendapat, tanggapan atau komentar, dan sekaligus juga berlatih berdiskusi, dan membuat rangkuman/ kesimpulan. Pada akhir kegiatan, guru dapat memberikan arahan atau hal-hal yang dinilai penting untuk pengembangan kemampuan peserta didik.
c. Pemanfaatan Program Siaran TVE sebagai Pengisi Jam Pelajaran Kosong
Manakala setiap guru telah terkondisi untukmelakukan persiapan sebelum berdiri di dalam kelas, maka ketidakhadiran guru di kelas karena sesuatu hal, hendaknya tidak membuat kegiatan pembelajaran terhenti. Persiapan guru yang dimaksudkan adalah membuat RPP yang sudah seyogianya rutin dilakukan guru, menyiapkan bahan-bahan pembelajaran yang di antaranya dapat berupa siaran TVE atau rekamannya (VCD Pembelajaran). Dengan persiapan yang telah dilakukan akan membantu guru piket atau guru serumpun untuk mengisi jam pelajaran kosong yang ada. Intinya adalah bahwa peserta didik tetap dapat belajar sekalipun guru mata pelajaran tertentu berhalangan hadir misalnya. Kegiatan pembelajaran tetap dapat berjalan sebagaimana biasanya. Guru piket atau guru serumpun tinggal menyelenggarakan kegiatan pembelajaran mengikuti RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Apabila ada hal-halyang berkembang selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru pengganti (guru piket atau guru serumpun) dapat mencatatnya dan menyampaikannya kepada guru mata pelajaran yang bersangkutan untuk dilakukan tindak lanjut.
3. Persepsi dan Penyikapan Guru terhadap Siaran TVE
a. Tidak Mengetahui Adanya Siaran TVE
Dari kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE yang melibatkan para guru mata pelajaran matematikan, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris di Surabaya misalnya, para guru umumnya mengemukakan bahwa mereka tidak mengetahui sebelumnya telah ada atau eksis siaran TVE. Melalui keikutsertaan mereka dalam kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE yang dilaksanakan Pustekkom, para guru barulah mendapatkan informasi tentang adanya siaran TVE. Para guru mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada Depdiknas pada umumnya dan Pustekkom khususnya atas inisiatif dan upaya yang telah dilakukan sehingga terselenggara siaran TVE sekalipun mereka belum pernah melihat atau mengikutinya. Lebih jauh mereka mengemukakan keyakinan mereka bahwa siaran TVE akan dapat membantu mereka membelajarkan peserta didiknya. Bagi para guru yang sekolahnya telah menerima peralatan TV mengemukakan bahwa sebelumnya mereka tidak tahu-menahu tentang dari mana asal pesawat TV dan untuk tujuan apa TV tersebut digunakan. Barulah dalam pertemuan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE, mereka ketahui bahwa kedua pesawat TV 29 inci yang mereka terima berasal dari Pustekkom-Depdiknas. Bahkan ada sebagian guru yang semula menganggap bahwa kedua TV yang mereka terima adalah hadiah dari perusahaan TV sebagaimana merek TV yang mereka terima. Ada juga sebagian guru yang menganggap bahwa pemberian pesawat TV sebagai penghargaan terhadap sekolah sekalipun mereka tidak tahu atas dasar apa sekolah menerimanya. Sebelum mereka mengikuti kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE, para guru mengemukakan bahwa mereka dan Kepala Sekolah belum mendapatkan informasi bahwa pesawat TV tersebut adalah dimaksudkan untuk membantu sekolah memanfaatkan siaran TVE bagi kepentingan para peserta didik.
Barulah setelah mengikuti kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan tentang pemanfaatan siaran TVE, berbagai informasi tentang TVE menjadi jelas bagi para guru, seperti:
1) hakekat penyelenggaraan siaran TVE dan institusi yang mengelola TVE,
2) tujuan pengiriman pesawat TV ke sekolah-sekolah,
3) tanggungjawab sekolah dan guru terhadap pesawat TV yang telah diterima,
4) cara penempatan pesawat TV yang tepat di kelas atau di ruangan lainnya,
5) fungsi siaran TVE dalam kegiatan pembelajaran, dan
6) cara atau pola memanfaatkan siaran TVE.
b. Belum Mengetahui Tujuan Penerimaan Pesawat Televisi
Perusahaan yang mendapat kepercayaan sebagai distributor pesawat TV ke sekolah-sekolah tidak menyampaikan informasi yang lengkap tentang lembaga yang merencanakan dan mengadakan pesawat TV. Demikian juga halnya dengan Dinas Pendidikan Propinsi atau lembaga yang terkait tidak memberikan informasi tentang tujuan pengiriman pesawat TV ke sekolah. Wajarlah bilamana para guru yang mengikuti kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TV mengemukakan ketidaktahuan mereka tentang tujuan pesawat TV dikirimkan ke sekolah. Bahkan berkembang pemikiran di kalangan para guru bahwa pengiriman pesawat TV ke sekolah-sekolah adalah sebagai hadiah.
Masih beruntung apabila sekolah yang menerima pesawat TV mendapat kesempatan untuk melakukan tes terhadap pesawat TV yang diterima. Seyogianya setelah pesawat TV-nya dites dan dalam keadaan baik, barulah berita acara penerimaan TV ditandatangani. Bagaimana jadinya seandainya pesawat TV yang diterima sekolah ternyata tidak berfungsi? Kepada siapa sekolah akan melakukan pengaduan/klaim? Untunglah sejauh ini belum ada sekolah yang menginformasikan bahwa pesawat TV yang telah diterima tidak berfungsi. Dengan tidak adanya informasi yang diterima sekolah tentang tujuan pemanfaatan pesawat TV, Kepala Sekolah dan guru menempatkan pesawat TV tersebut belum atau tidak pada tempat yang semestinya. Sebagai contoh dikemukakan bahwa pesawat TV yang diterima sekolah ditempatkan di ruang Kepala Sekolah dan di ruang guru.
Namun, beberapa Kepala Sekolah yang penuh kearifan telah menempatkan pesawat TV di ruang perpustakaan, di ruang laboratorium, di salah satu ruang kelas, di ruang media, atau di ruang serba guna sekolah. Yang menjadi masalah adalah pemanfaatannya. Melalui kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE, para guru menyatakan komitmennya untuk memanfaatkan pesawat TV sesuai dengan tujuan pengirimannya ke sekolah. Sebagaimana yang telah dipaparklan dan didiskusikan selama berlangsungnya kegiatan sosialisasi, maka para guru mengemukakan bahwa pesawat TV akan dioptimalkan pemanfaatannya bagi kepentingan pembelajaran peserta didik. Sekalipun disadari adanya kemungkinan kendala dalam pemanfaatan siaran TVE, salah satu di antaranya adalah jadwal siaran TV, tetapi para guru bersepakat untuk melakukan rekaman atau mengusulkan pengadaan VCD siaran TVE agar dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran peserta didik sesuai dengan jadwal pelajaran sekolah.
c. "Merepotkan" Guru
Memanfaatkan Siaran TVE untuk Pembelajaran Pada awalnya, para guru dipenuhi perasaan "repot" kalau harus memikirkan, merencanakan, dan memanfaatkan program siaran TVE dalam kegiatan pembelajaran. Dasar pemikiran para guru adalah kesulitan
(1) menyesuaikan jadwal pelajaran sekolah dengan jadwal siaran TVE,
(2) menyesuaikan materi siaran TVE dengan materi pelajaran yang sudah ditetapkan/disusun,
(3) menangkap kualitas tayangan TVE yang diterus-siarkan stasiun TVRI yang bersih/jelas, dan
(4) mendapatkan jadwal siaran TVE sekalipun diinformasikan dapat diakses melalui internet.
Selama berlangsungnya kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE, tiga orang guru SMP berlatar belakang pendidikan matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka dalam memanfaatkan siaran TVE dalam kegiatan pembelajaran. Para guru yang dihinggapi perasaan "repot" jika harus memanfaatkan siaran TVE dalam pembelajaran mendapat kesempatan mendiskusikan berbagai hal yang dirasakan "merepotkan" dengan sesama guru yang telah terlebih dahulu memanfaatkan siaran TVE. Melalui keikutsertaan dalam kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE,para guru mendapatkan gambaran yang jelas tentang dampak atau manfaat yang tidak hanya bagi peserta didik tetapi sekaligus juga bagi para guru. Pada tahap persiapan, memang para guru "agak repot" tetapi setelah itu, para guru justru mempunyai waktu yang relatif lebih leluasa mengelola kegiatan pembelajaran termasuk pemberian bimbingan individual kepada peserta didik.
d. Belum Mengetahui Cara-cara Pemanfaatan Siaran TVE dalam Pembelajaran
Pada awal kegiatan sosialisasi, orientasi, danpelatihan pemanfaatan siaran TVE, para guru mengemukakan bagaimana caranya agar siaran TVE dapat sesuai dengan jadwal pelajaran sekolah. Apabila kesesuaian yang demikian ini terjadi, pemanfaatan siaran TVE dalam kegiatan pembelajaran akan relatif lebih mudah diselenggarakan guru. Keseusaian yang dikehendaki guru tentulah tidak mungkin terjadi.
Mengapa? Ada 3 alasan mengapa tidak mungkin menyesuaikan jadwal siaran TVE dengan jadwal pelajaran sekolah, yaitu:
1) adanya perbedaan waktu di Indonesia (WIB, WITA, dan WIT),
2) tidak semua mata pelajaran yang disajikan guru di sekolah ditayangkan melalui siaran TVE,
3) materi pelajaran yang ditayangkan melalui siaran TVE belum tentu sesuai dengan urutan materi pelajaran yang telah ditetapkan sekolah, dan
4) jadwal pelajaran sekolah antar sekolah saja sulit disamakan. Di dalam pertemuan sosialisasi, didiskusikan berbagai upaya atau cara yang dapat disiasati guru dalam membelajarkan peserta didiknya melalui pemanfaatan siaran TVE.
Ada 3 cara atau pola pemanfaatan siaran TVE, yaitu:
1) Pemanfaatan siaran TVE secara langsung, yang berati guru mata pelajaran telah mempersiapkan RPP dan telah mengetahui jadwal siaran TVE, dan kemudian mengkondisikan peserta didiknya untuk mengikuti siaran TVE.
2) Pemanfaatan siaran TVE sebagai penugasan, di mana guru mata pelajaran menugaskan peserta didiknya untuk mengikuti siaran TVE, baik secara individual maupun kelompok kecil, baik di sekolah maupun di rumah.
3) Pemanfaatan siaran TVE sebagai pengisi jam-jam pelajaran kosong, di mana guru pembina mata pelajaran berhalangan hadir sehingga RPP yang telah dipersiapkan diserahkan kepada Kepala Sekolah untuk kemudian menugaskan guru piket atau guru serumpun untuk melaksanakannya. Setelah para guru mengetahui dan mendiskusikan ketiga pola atau cara pemanfatan siaran TVE dan sekaligus mengamati simulasi penerapannya, maka para guru mengemukakan untuk mencoba menerapkannya di sekolah mereka. Diharapkan para guru yang mengalami kendala dapat berkomunikasi dengan pihak Pustekkom.
D. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Siaran televisi pendidikan/pembelajaran Indonesia setidak-tidaknya telah mengalami 4 tahap perkembangan, mulai dari yang dilaksanakan oleh lembaga penyiaran televisi melalui jaringan teresterial (dalam hal ini stasiun TVRI), penyiaran yang dilakukan melalui pemanfaatan satelit, sampai dengan sistem penanyangan (uplinked) ke satelit dan kemudian diterus-siarkan oleh stasiun-stasiun televisi secara teresterial, baik sebagian maupun keseluruhan dari materi yang ditayangkan stasiun TVE.
b. Pada umumnya para guru tidak atau belum mengetahui bahwa telah ada siaran TVE. Demikian juga halnya dengan pesawat TV yang diterima sekolah mereka. Para guru umumnya tidak tahu dari instansi mana berasal pesawat TV yang telah mereka terima dan apa tujuan dikirimkannya pesawat TV ke sekolah-sekolah.
c. Setelah mengetahui adanya siaran TVE, manfaat siaran TVE, cara-cara pemanfaatan siaran TVE, cara penempatan pesawat TV, dan fungsi siaran TVE melalui kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE, maka para guru berkomitmen untuk mengoptimalkan pemanfaatan siaran TVE sesuai dengan cara atau pola pemanfaatan siaran TVE yang telah mereka bahas. Di samping itu, untuk meningkatkan pemanfaatan siaran TVE secara langsung maupun melalui rekamannya, maka para guru akan mengusulkan kepada Kepala Sekolah untuk pengadaan VCD pembelajaran dari materi pelajaran yang ditayangkan melalui siaran TVE.
2. Saran-saran
a. Berbagai pengalaman dalam memanfaatkan siaran Televisi Pendidikan/ Pembelajaran oleh berbagai sekolah dan guru dapat dijadikan sebagai masukan untuk lebih meningkatkan pengelolaan siaran TVE. Yang dinilai sangat esensial adalah pemanfaatan siaran TVE, baik oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun oleh peserta didik di luar sekolah sebagai upaya untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang diberikan guru.
b. Informasi yang telah diperoleh dan dibahas bersama para guru selama berlangsungnya kegiatan sosialisasi, orientasi, dan pelatihan pemanfaatan siaran TVE telah mendorong/memotivasi para guru untuk mengoptimalkan pemanfaatan siaran TVE. Karena itu, penyelenggaraan kegiatan yang demikian ini disarankan ditingkatkan terus dan tidak berhenti di tingkat regional atau provinsi tetapi hendaknya sampai ke tingkat kabupaten/kota sehingga semakin banyak sekolah dan peseta didik yang tidak hanya terbatas mengetahui adanya siaran TVE tetapi juga memanfaatkannya secara optimal bagi kepentingan pembelajaran peserta didik.
c. Disarankan agar dipertimbangkan pelaksanaan penelitian tentang
(1) sejauh mana sekolah (SMP/MTs) telah menerima dan memanfaatkan pesawat TV untuk siaran TVE bagi kepentingan pembelajaran peserta didik,
(2) dampak pemanfaatan siaran TVE bagi peningkatan prestasi belajar peserta didik dan bagi guru dalam membelajarkan peserta didiknya, dan
(3) kebutuhan belajar para guru untuk dirancang, dikembangkan, dipoduksi, dan kemudian ditayangkan melalui siaran TVE agar dapat lebih memperluas wawasan dan sekaligus meningkatkan kemampuan para guru membelajarkan peserta didiknya melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Kepustakaan
Juwanto, Arief. (1998). The Development of Distance Education Channel through Cakrawarta-1 Satellite. Jakarta: PT Mediacitra Indostar.
Padmo, Dewi, dkk. (2000). "Pemanfaatan Program TV melalui Satelit Siaran Langsung (TV-SSL) di Indonesia: Persepsi dan Kesediaan Dosen Perguruan Tinggi Negeri/Swasta" dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 1, No. 1 Maret 2000. Tangerang: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian-Universitas Terbuka.
Pustekkom. (2007). Televisi Edukasi (TVE). Leaflet Pustekkom. Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Siahaan, Sudirman. 1993. Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS). Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Siahaan, Sudirman. (2005). "Siaran Televisi Pendidikan Sekolah: Persiapan, Pengembangan, dan Pemanfaatannya" dalam Purwanto (ed.). Jejak Langkah Perkembangan Teknologi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional.
Siahaan, Sudirman, dkk. (2006). Televisi Pendidikan di Era Global. Jakarta: Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan-Departemen Pendidikan Nasional. Website: http://www.depdiknas.go.id/jurnal/56/siaran.htm.
(2007). Siaran Televisi untuk Pendidikan/Pembelajaran. Diakases dari internet tanggal 25 September 2007).
Widarto, Suprapti. (1994). "Pendayagunaan Siaran TVRI untuk Pendidikan Sumber Daya Manusia", makalah bahan Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan tentang Media Massa Elektronik dan Pendidikan Sumber Daya Manusia yang disajikan pada tanggal 1-3 Februari 1994. Jakarta: IPTPI, CTPI, dan Pustekkom.
Wirjomartono, Sri Hardjoko. (1994). "Pendayagunaan Radio dan Televisi dalam Pendidikan", makalah bahan Seminar Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan tentang Media Massa Elektronik dan Pendidikan Sumber Daya Manusia yang disajikan pada tanggal 1-3 Februari 1994. Jakarta: IPTPI, CTPI, dan Pustekkom.
2 komentar:
pak dirman bagaimana cara mengapreasikan hobi saya yang suka mengarang cerita ?
pak kenapa film si unyil tidak tayang lagi ....?
Posting Komentar