Pergeseran Paradigma:
Dari Pembelajaran yang Berfokus pada Guru ke
Pembelajaran yang Berfokus pada Peserta Didik
Sudirman Siahaan*) dan Rr Martiningsih**)
Dari Pembelajaran yang Berfokus pada Guru ke
Pembelajaran yang Berfokus pada Peserta Didik
Sudirman Siahaan*) dan Rr Martiningsih**)
Abstrak
“Pergeseran paradigma pembelajaran dari yang semula berfokus pada guru bergeser menjadi berfokus pada peserta didik” semakin banyak kita dengar dikemukakan dewasa ini. Paradigma baru telah membawa tantangan baru bagi profesi guru. Perubahan besar dalam ilmu dan teknologi membawa perubahan terhadap peran guru. Pergeseran paradigma ini tidak hanya dikemukakan dalam berbagai pertemuan, seperti: penataran/pelatihan, lokakarya, rapat-rapat dinas yang mengikutsertakan sekolah/guru, tetapi media massa juga mengeksposenya. Demikian juga dengan para akademisi. Kelompok yang menjadi pengemban paradigma ini (end executors) adalah para guru yang sehari-harinya berinteraksi dengan peserta didiknya di dalam kelas. Guru bukan lagi satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Sekalipun tidak secara langsung sebagai pengemban paradigma ini, tetapi turut mewarnai keberhasilan penerapan paradigma ini adalah para Kepala Sekolah dan aparat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota khusunya para Pengawas. Dalam kaitan ini, yang tampaknya menarik untuk dipertanyakan adalah penerapan paradigma pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Melalui tulisan ini, penulis mencoba membahas pembelajaran di kelas, yang dimulai dari pembelajaran yang berfokus pada guru dan pergeserannya pada peserta didik. Diharapkan tulisan ini setidak-tidaknya menjadi bahan refleksi bagi para guru dan para pihak yang berkaitan dengan guru dan pembelajaran.
Kata-kata Kunci: Pembelajaran, pembelajaran berfokus pada guru, pembelajaran berfokus pada peserta didik, sumber belajar.
----------------
*) Sudirman Siahaan adalah tenaga fungsional peneliti bidang pendidikan pada Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom)-Departemen Pendidikan Nasional.
**) Rr. Martiningsih, M.Pd. adalah guru matematika dan Kasi Reseach and Development, Lembaga Pendidikan Al Muslim Sidoarjo-Jawa Timur.
A. Pendahuluan
Berbagai gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran telah diterapkan, baik yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pendidikan maupun untuk perluasan akses pendidikan, di antaranya adalah: penataran/pelatihan guru, pengadaan sarana/prasarana pendidikan, penerapan cara belajar peserta didik aktif, perintisan sistem pendidikan sekolah pembangunan, penerapan sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, pengembangan dan pemanfaatan berbagai sumber belajar, pengembangan sistem belajar mandiri, dan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Paradigma baru telah membawa tantangan baru bagi profesi guru. Perubahan besar dalam ilmu dan teknologi membawa perubahan dari pembelajaran yang berfokus pada guru menjadi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Di abad ini, sumber-sumber informasi telah berkembang pesat di luar sekolah dengan cara yang begitu menarik dan ketika memasuki sekolah, peserta didik sudah memiliki kekayaan informasi itu. Pesan-pesan media yang dikses peserta didik di luar sekolah sungguh menarik perhatian dan minat para peserta didik dan ini kadang kala bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas para guru dalam pembelajaran di kelas. Mengapa? Karena guru tidak atau terlambat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Di samping itu, guru masih berorientasi pada paradigma pembelajaran yang berfokus pada guru dan kemungkinan juga bahwa sebagian guru masih berpedoman pada kurikulum lama.
Pemberlakuan kurikulum baru biasanya disertai dengan penataran/pelatihan guru yang tujuannya adalah untuk membekali para guru agar memiliki kesiapan untuk menerapkan kurikulum yang baru. Perubahan paradigma memang memengaruhi peran guru, karena guru bukan satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Tentunya penataran/pelatihan yang demikian ini diharapkan dapat menjangkau semua guru. Dalam kaitan ini, Departemen Pendidikan Nasional pernah menyelenggarakan model cascade training. Sejumlah guru yang potensial diidentifikasi dan dilatih di tingkat nasional agar mereka dapat menjadi master trainers di tingkat propinsi. Master trainers inilah yang kemudian bertugas untuk melatih/menatar para guru di tingkat propinsi. Para guru yang dihasilkan dari pelatihan/penataran tingkat propinsi ditugaskan untuk melatih/menatar para guru di tingkat Kabupaten/Kota.
Mengingat jumlah guru pada satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yang sangat besar dan sebagian besar berada di daerah pedesaan, maka dapat saja terjadi bahwa tidak semua guru mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran secara tatap muka, baik di tingkat nasional atau propinsi. Selain berada di daerah pedesaan, kondisi geografis untuk menjangkau para guru SD ini juga merupakan kesulitan tersendiri. Belum lagi masalah keterbatasan sarana transportasi yang tersedia untuk dapat menjangkau para guru. Dukungan finansial guru yang sangat terbatas menjadi kendala tersendiri bagi para guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan/penataran yang dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota.
Keterbatasan jangkauan pelatihan/penataran guru secara tatap muka telah mendorong Departemen Pendidikan untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya siaran radio. Hasil kajian/penelitian merekommendasikan bahwa siaran radio sangat potensial untuk dimanfaatkan mendukung pelaksanaan pelatihan/penataran guru secara tatap muka. Sebagai daerah perintisan, penyelenggaraan siaran radio untuk mendukung pelaksanaan pelatihan/penataran guru SD secara tatap muka dimulai di Semarang dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1976. Selanjutnya, model penataran guru SD melalui siaran radio ini didiseminasikan ke berbagai propinsi lainnya.
Gagasan lainnya adalah perintisan Sekolah Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan model PPSP. Pada model PPSP ini diterapkan kegiatan belajar peserta didik yang bersifat mandiri. Para peserta didik yang memang tergolong sebagai “fast learners” dapat dengan lebih cepat menyelesaikan kegiatan pembelajarannya. Sedangkan peserta didik yang termasuk pada kategori “show learners” mendapatkan bimbingan belajar individual yang lebih banyak atau intensif dari guru sehingga tetap dapat menyelesaikan kegiatan pembelajarannya tetapi dengan rentangan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan peserta didik yang “fast learners” atau “moderate learners”. Artinya, masing-masing peserta didik dalam model PPSP belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing dan mendapatkan bimbingan belajar yang sesuai dari guru.
Gagasan lainnya yang perlu juga dikemukakan adalah pembelajaran dengan pemanfaatan media pembelajaran. Beberapa di antara model pembelajaran yang telah diterapkan yang memanfaatkan media pembelajaran adalah pembelajaran yang memanfaatkan media kaset audio untuk peserta didik SD, model penataran Guru SD melalui Siaran Radio, model pembelajaran yang memanfaatkan media kaset audio dan video untuk peserta didik SMP, model pembelajaran yang menggunakan paket multimedia di SMK, model pembelajaran dengan menggunakan media slide suara, model pembelajaran dengan menggunakan media siaran televisi, dan model pembelajaran dengan menggunakan media internet.
Dengan demikian gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran semakin memberdayakan sumber belajar (learning resources), sehingga peserta didik tidak hanya bergantung kepada guru. Peserta didik bisa diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar, diberi peneguhan dan motivasi untuk belajar serta disediakan sumber belajar memadai, karena sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005:48) .
Akibatnya, para guru di abad informasi ini memiliki tugas berat untuk merangsang kembali minat peserta didik terhadap pesan-pesan pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan membuat peristiwa pembelajaran di kelas semenarik kemasan pembelajaran yang dijumpai di luar kelas.
Tugas berat ini tidak mudah dilaksanakan sehingga perlu ada reorientasi pendidikan guru. Reorientasi ini dilakukan karena perubahan paradigma pembelajaran dari paradigma behavioristik kepada paradigma humanistik konstruktivis. Dengan demikian, orientasi pendidikan guru kini dan kedepan tidak hanya menyiapkan para guru dengan kemampuan mengajar yang baik, tetapi juga kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran.
Itu berarti penguasaan terhadap bidang ajaran (subject matter) bukan lagi menjadi tekanan utama. Sebaliknya, bagaimana mengelola kelas dan mengemas bahan ajar secara menarik sehingga bisa merangsang minat belajar peserta didik. Para guru juga harus menguasai psikologi anak dan cara mempengaruhi mereka untuk bisa belajar. Mengetahui tahapan perkembangan anak saja tidak cukup, lebih dari itu bagaimana dengan pengetahuan dapat menjadi landasan untuk mengemas peristiwa belajar yang menarik bagi mereka. Sehingga guru harus menciptakan pembelajaran yang menarik dengan memanfaatkan segala sumber belajar.
Gagasan berikutnya yang dewasa ini banyak diperbincangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Model pembelajaran ini sangat penting karena memberi kebebasan sepenuhnya kepada peserta didik untuk belajar sesuai kemampuan dan kecepatan belajarnya. Sekolah menetapkan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan itu menyesuaikannya dengan kecepatan belajar dan kemampuan yang dimilikinya.
Dari berbagai gagasan pembaharuan yang telah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya telah mengindikasikan bahwa guru telah memposisikan dirinya bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik di dalam kelas. Atau dengan menggunakan istilah yang agak “ngetren”, guru telah menerapkan pembelajaran berbasis aneka sumber (resources based learning). Manakala guru secara konsisten menerapkan kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber, maka guru yang bersangkutan dapat dikatakan telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah ciri-ciri kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik? Bagaimana pula perbedaannya dengan pembelajaran yang berfokus pada guru?
B. Pembahasan
Belajar, Pembelajaran, dan Sumber Belajar
Istilah belajar sudah terlalu sering kita dengarkan. Tidak hanya diucapkan atau digunakan di lingkungan pendidikan saja tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahkan di lingkungan keluarga, para orangtua sering dan tentunya juga tidak henti-hentinya mendorong anak-anaknya untuk selalu teratur belajar, baik di sekolah, di rumah, atau di tempat lain. Yang jelas, para orangtua selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk selalu memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar. Selain itu, para orangtua juga repot mencari tempat belajar tambahan agar anak-anaknya dapat lebih berhasil dalam kegiatan belajarnya.
Kita juga mengenal berbagai ungkapan yang mengatakan bahwa belajar dapat terjadi di mana saja. Belajar tidak mengenal batasan usia. Belajar juga tidak terbatas hanya bagi mereka yang masih berusia sekolah. Belajar juga terjadi bagi mereka yang telah bekerja dan bahkan yang sudah pensiun sekalipun. Belajar tidak hanya terbatas dari guru. Belajar dapat dari siapa saja. Belajar juga dapat melalui berbagai jenis media. Akhirnya, ada ungkapan sebagai penutup bahwa kegiatan belajar berlangsung sepanjang hayat.
Bila diamati dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus di lingkungan keluarga misalnya, berbagai kegiatan belajar dapat terjadi. Seorang ibu yang membimbing anaknya untuk dapat (a) tegak berdiri dan bahkan berjalan (dalam hal ini, anak yang belajar berdiri atau berjalan), (b) makan sendiri tanpa harus disuapin oleh ibu atau orang lain, (c) berbicara, (d) mandi sendiri, (e) berpakaian sendiri, (f) menghitung-membaca-menulis, dan masih banyak bidang lainnya.
Belajar menurut definisi yang paling sederhana adalah proses yang dilakukanseseorang untuk mengubah keadaannya dari tidak tahu menjadi tahu. Selain definisidiatas masih banyak lagi definisi lain mengenai belajar, tetapi biarlah kita gunakandefinisi diatas untuk sebagai landasan pembahasan ini. Dari definisi itu dapat diambilkesimpulan bahwa dalam proses belajar, terdapat pelaku dan ada sesuatu yang dipelajariatau yang akan diketahui (Dwiyanto, Arif Rifai. 2000).
Belajar merupakan proses berkesinambungan yang berlangsung seumur hidup. Menurut Callahan dan Clark (1983: 198) yang dikutip oleh Jacob Anaktototy (2001:2) bahwa, walaupun belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan secara sadar. Belajar juga diartikan sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dalam diri seseorang mengenai pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman.
Pendapat tersebut di atas senada dengan pendapat Bower dan Ernes (1981: 11) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) yang mengatakan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dan tidak disebabkan oleh adanya kedewasaan. Belajar dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Artinya aktivitas yang disengaja adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan mempunyai tujuan, yaitu untuk memperoleh satu pengalaman baru. Aktivitas belajar yang tidak sengaja merupakan suatu interaksi individu dengan lingkungan secara kebetulan dan melalui interaksi yang terjadi, individu mendapat pengalaman baru. Pendapat Romiszowski (1981:241) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tentang bidang yang dipelajari.
Pembelajaran adalah proses yang kita lakukan untuk mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Kemampuan di sini bisa berbentuk kuantitas atau kualitas dari kebiasaan, orang yang kita ajak bergaul dan paradigma dalam arti apa yang kita lakukan untuk mengabadikan warisan lama yang masih bagus dan apa yang kita lakukan untuk mengadopsi hal baru yang lebih bagus (Ubaydillah. 2004).
Mulyasa berpendapat bahwa sumber belajar secara sederhana dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005).
Pengertian sumber belajar adalah segala sesuatu dari dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983). Dalam proses belajar, komponen sumber belajar ini mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Sumber belajar untuk pelajaran matematika adalah segala sesuatu, baik yang berwujud benda maupun orang yang dapat menunjang keinginan untuk belajar . Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat digunakan oleh pembelajar sehingga terjadi perilaku belajar.
Menurut AECT, sumber belajar adalah semua hal (data, orang dan barang) yang dapat dipergunakan pebelajar, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang , alat, teknik dan latar (AECT, 1986).
Ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar menurut AECT dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design)
Sumber belajar yang dirancang adalah sumber belajar yang memang disengaja direncanakan, dirancang, dan dibuat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar semacam ini sering disebut bahan pembelajaran. Contoh: buku pelajaran, modul, program slide, program audio, transparansi, dan sebagainya.
b. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization)
Sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran tetapi sudah tersedia di pasaran dan yang berkepentingan atau guru tinggal mengidentifikasi, memilih, dan memanfaatkannya bagi keperluan pembelajaran (learning resources by utilization). Contoh: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binantang, museum, sawah, terminal, surat kabar, dan sebagainya (Maolani, 2007).
Sumber belajar mencakup (1) semua sumber (baik berupa data, orang, atau benda) yang dapat diguakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi peserta didik.(2) lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah sebagai sumber pengetahuan, dapat berupa manusia atau bukan manusia (Maolani, 2007).
Berdasarkan jenisnya, AECT mengklasifikasikan sumber belajar menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut (AECT, 1986):
a. Pesan
Informasi atau berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Isinya dapat berupa ide, konsep, gagasan, fakta atau data. Isi seluruh bidang studi yang dikembangkan di sekolah mengandung pesan yang harus diajarkan kepada peserta didik. Jadi, pesan ini berupa seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik, yang semuanya tercakup dalam kurikulum.
b. Orang
Manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Contoh: guru, dosen, orang tua, pustakawan, petugas lab, instruktur, tutor, pelatih olahraga, tenaga ahli, dan sebagainya, termasuk peserta didik itu sendiri.
c. Bahan
Perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan tertentu. Contoh: buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (overhead transparency), program slide, alat peraga dan sebagainya.
d. Alat
Perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contoh: OHP, tape recorder, video player, proyektor slide, proyektor film, komputer, dan sebagainya.
e. Teknik
Tata cara atau prosedur yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup: praktikum, ceramah, permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama, diskusi, dan sebagainya.
f. Latar (setting) atau lingkungan
Segala sesuatu yang berada di sekeliling peserta didik, dapat berupa tempat atau benda yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan belajar, seperti: perpustakaan, laboratorium, ruang paktek. Di luar sekolah, seperti: dataran tinggi, pegunungan, tempat pertanian, industri, kebun binatang, museum, laut, dan sebagainya.
Pembelajaran yang Berfokus pada Guru
Pada awalnya memang guru merupakan salah satu atau dapat dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa? Guru dalam hal ini memang benar-benar berfungsi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik. Manakala guru, karena satu dan lain hal terpaksa tidak dapat hadir di sekolah, maka kegiatan pembelajaran dapat dikatakan tidak akan berlangsung. Apabila keadaannya sudah seperti yang demikian ini di mana kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada kehadiran guru, maka dapatlah dikatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran yang berfokus pada guru.
Kemudian, pembelajaran yang berfokus pada guru dapat dilihat dari rancangan pembelajaran yang disiapkan guru. Dari rancangan persiapan mengajar guru dapat juga dilihat apakah kegiatan pembelajaran yang dikelola guru masih berorientasi pada guru atau peserta didik.
Apakah di dalam rancangan pembelajaran (satuan pelajaran atau satpel; sekarang dikenal sebagai rancangan pelaksanaan pembelajaran atau RPP) yang disusun guru masih menekankan pada kemampuan atau keberhasilan guru mengajarkan materi pelajaran yang ditetapkan? Atau, sejauh manakah materi pelajaran yang telah ditetapkan di dalam RPP telah berhasil selesai diajarkan guru kepada peserta didiknya? Atau, apakah guru masih menekankan kegiatan pembelajarannya pada tingkat pemahaman atau penguasaan peserta didik (kompetensi) terhadap materi pelajaran yang dirancang guru? Dengan kata lain, apakah peserta didik telah berhasil mencapai tingkat kompetensi yang telah ditetapkan di dalam RPP?
Dalam setiap aktivitas pembelajaran, guru berpedoman pada materi pelajaran yang direncanakan di dalam RPP. Apakah guru merasa puas manakala telah berhasil menyajikan semua materi pelajaran yang telah direncanakannya di dalam RPP? Masalah apakah materi pelajaran yang disajikan guru telah dapat benar-benar dipahami/dikuasai oleh peserta didiknya seolah-olah bukanlah menjadi “concern” guru. Apakah memang benar demikian ini?
Selanjutnya, pembelajaran yang berfokus pada guru ditandai juga dengan metode mengajar yang diterapkan guru. Apakah guru hanya menggunakan metode mengajar chalk and talk” (kapur tulis dan bicara)? Apakah guru hanya menuliskan di papan tulis materi pelajaran apa yang perlu disampaikannya kepada peserta didiknya dan kemudian menceramahkannya. Peserta didik hanya tinggal duduk manis dan mencatat apa yang ditulis guru di papan tulis dan kemudian mendengarkan dengan cermat apa yang diceramahkan guru. Setelah itu, guru keluar kelas dan peserta didik pun terbebas dari guru.
Pembelajaran berpusat pada guru adalah pembelajaran yang mana fungsi guru adalah sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban, serta mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran. Sementara itu tugas peserta didik adalah mengungkapkan kembali pengetahuan, penerima informasi yang pasif, serta pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter).
Aktivitas kelas selama pembelajaran adalah guru sebagai sentral dan bersifat didaktis. Peran guru adalah penyampai fakta-fakta, guru adalah ahli yang tidak tertandingi peserta didik. Penekanan pembelajaran adalah pada mengingat fakta-fakta. Konsep pengetahuan adalah akumulasi fakta secara kuantitatif. Penampilan keberhasilan adalah penilaian acuan norma. Penilaian hanya pencil and papper test. Penggunaan teknologi hanya bersifat latihan dan praktek (Adi, 2007).
Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, cara pandang terhadap kurikulum terbatas dalam lingkup penertian yang sempit yaitu kurikulum dipandang hanya berupa sekumpulan daftar mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik.Jadi, jika guru memandang kurikulum dalam arti sempit yang demikian ini, mereka akan berpedoman secara ketat pada kurikulum, bukannya proses pembelajaran demi penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Orientasi pembelajarannya pun didominasi guru (teacher centred). Akibat dari pemahaman yang sempit terhadap kurikulum, maka yang terjadi adalah pencapaian target penyelesaian kurikulum dengan domain kognitif semata (Budiwalujo, 2006).
3. Pembelajaran yang Berfokus pada Peserta Didik
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), maka peran guru dan peserta didik telah berubah. Peran guru telah berubah sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra peserta didik dalam kegiatan relajar, serta menjadi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran peserta didik dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan dan berbagi berbagai pengetahuan, serta mengembangkan pembelajaran berkolaboratif dengan peserta didik lain.
Aktivitas kelas pada pembelajaran yang berfokus pada peserta didik adalah peserta didik menjadi sentral dan bersifat interaktif. Peran guru bersifat kolaboratif, dan kadangkala peserta didik berperan sebagai ahli. Penekanan pembelajaran adalah menghubungkan antara informasi dan temuan. Konsep pengetahuan adalah transformasi fakta-fakta. Penampilan keberhasilan adalah pada kualitas pemahaman, serta penilaian acuan patokan. Penilaian lebih bervariatif baik itu portofolio, ketrampilan proses atau kinerja peserta didik, serta performance peserta didik. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah sebagaikomunikasi, akses informasi dan teknologi, kolaborasi, serta ekspresi.
Guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai pembelajaran dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan guru memfasilitasi pembelajaran peserta didik secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi dalam paradigma pembelajaran berpusat pada guru telah bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi saja (Adi, 2007).
Dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, cara pandang guru mengenai kurikulum adalah dalam artian yang luas yaitu bahwa kurikulum di samping berupa daftar kumpulan mata pelajaran juga harus diartikan sebagai kegiatan belajar dan sebagai pengalaman belajar peserta didik (Budiwalujo, 2006). Cara pandang ini menuntut guru untuk mampu berkreativitas, mengaitkan perilakunya di depan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajarannya berpusat pada peserta didik (learner centred).
Strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dapat ditandai dengan beberapa kegiatan, yaitu:
a. Mewujudkan pengalaman pembelajaran yang dapat menarik minat peserta didik serta melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b. Memberi peluang kepada peserta didik untuk dapat belajar secara individu, kelompok, maupun klasikal.
c. Melibatkan peserta didik dalam membentuk proses pembelajaran melalui diskusi berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing peserta didik.
d. Memberi pesrta didik kebebasan menentukan pilihan tentang sumber belajar dan aktivitas dalam pembelajaran.
e. Mewujudkan prosedur pemantauan agar peserta didik bertanggungjawab atas apa yang mereka pelajari.
f. Menentukan kriteria penilaian secara kolaboratif antara guru dan peserta didik.
g. Merancang penilaian berkelanjutan secara kolaboratif (Mahirppb, 2007).
Karakteristik model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut Molly Jhonson (Jhonson, 2007) dapatlah dikemukakan antara lain sebagai berikut:
a. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran ketimbang sebagai penyaji pengetahuan.
b. Mengelola kelas yang lebih kondusif terhadap kegiatan dan interaksi peserta didik yang mengarah pada pengalaman belajar yang produktif.
c. Peserta didik aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran ketimbang hanya duduk manis, pasif selama kegiatan belajar berlangsung di dalam kelas.
d. Membutuhkan investasi waktu dan energi untuk menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Beberapa persyaratan untuk keberhasilan pelaksanaan penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut Molly Jhonson (Jhonson, 2007) adalah:
a. Mengubah paradigma guru dari yang semula guru sebagai sumber pengetahuan yang langsung (dan kadang-kadang satu-satunya) bagi peserta didik menjadi guru sebagai fasilitator pembelajaran.
b. Komitmen guru untuk menyediakan waktu dan tenaga untuk membelajarkan peserta didik tentang berbagai materi pengetahuan.
c. Kesediaan guru untuk mencoba menerapkan pendekatan baru dan asing dalam mengelola kelas, dan kesediaan guru untuk melihat secara kritis pada usaha penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
d. Inisiatif guru bergabung ke dalam ”suatu masyarakat diskursus” tentang strategi pengajaran dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik sehingga senantiasa dapat saling berbagi dan meningkatkan kualitas diri dalam penerapan strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Menurut Molly Jonson (Jonson, 2007) manfaat yang diperoleh melalui model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik adalah:
a. Peserta didik lebih aktif melibatkan dirinya memahami materi pelajaran.
b. Peserta didik lebih termotivasi dalam kegiatan belajarnya.
c. Peserta didik mempelajari lebih banyak keterampilan termasuk ketrampilan pengetahuan disiplin, kolaboratif, dan komunikatif.
d. Peserta didik dikondisikan untuk mengembangkan di dalam dirinya gambaran yang lebih jelas tentang pemahamannya terhadap materi pelajaran.
e. Peserta didik dapat mengembangkan interaksi yang dekat dengan guru dan bermanfaat bagi kemajuan belajarnya.
Peranan guru dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut George D. Catalano dan Karen C. Catalano (Catalano dan Catalano, 2007) adalah: modelling thinking/processing skills. Salah satu tindakan yang sangat penting yang dinilai guru untuk dilakukan memfasilitasi perubahan paradigma dari “pembelajaran yang berfokus pada guru” ke “pembelajaran yang berfokus pada peserta didik” adalah memproses secara verbal bagaimana seseorang berpikir, berbuat, mendengarkan, atau memaknai bahan belajar baru, dan bagaimana seseorang mencari solusi terhadap masalah yang membentang (posed).
Peranan baru guru dalam kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik:
a. Pahami dan ketahuilah secara jelas kearah mana secara kognitif dikehendaki berkembang. Kembangkanlah pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memfasilitasi peserta didik mengeksplorasi/pertumbuhan. Gunakanlah sarana/alat visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan bimbinglah peserta didik untuk dapat menggunakan sarana/alat tersebut.
b. Bentuk dan fungsikanlah kelompok-kelompok belajar.
c. Gunakanlah analogi dan metafor.
d. Adakanlah mekanisme yang tidak berbahaya yang tidak menakutkan untuk dialog tidak langsung antara guru dan peserta didik.
Peranan guru yang kedua adalah mengetahui secara jelas dan pasti kearah mana dikehendaki peserta didik akan berkembang secara kognitif. Dalam hal ini, guru hendaknya mengetahui tingkat kemampuan berpikir yang dituntut untuk dikembangkan peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Peranan guru yang ketiga, yaitu mengembangkan pertanyaan yang bersifat “memaksa” peserta didik untuk menguraikan apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Hendaknya guru benar-benar menghindarkan pertanyaan “Apakah ada pertanyaan?”. Guru hendaknya juga memberikan beberapa kesempatan kepada peserta didik untuk membuat/merumuskan kesimpulan/dan atau menjelaskan materi yang baru saja selesai dibahas. Peserta didik juga haruslah dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat penetrasi.
Peranan guru yang keempat yaitu menggunakan alat/sarana visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan mengajarkan kepada peserta didik cara pengguanan sarana/alat visual ini.
Peranan guru yang kelima yaitu mendorong pembentukan kelompok-kelompok belajar. Kelompok belajar dapat dibentuk dalam berbagai bentuk tergantung pada besarnya kelas, mata pelajaran, dan pendapat/pemikiran guru.
B. Penutup
1. Kesimpulan
Gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran telah diterapkan, baik yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pendidikan maupun untuk perluasan akses pendidikan, di antaranya adalah: penataran/pelatihan guru, pengadaan sarana/prasarana pendidikan, penerapan cara belajar peserta didik aktif, perintisan sistem pendidikan sekolah pembangunan, penerapan sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, pengembangan dan pemanfaatan berbagai sumber belajar, pengembangan sistem belajar mandiri, dan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Dari berbagai gagasan pembaharuan yang telah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya telah mengindikasikan bahwa guru telah memposisikan dirinya bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik di dalam kelas. Posisi guru telah berubah menjadi fasilitator pembelajaran.
2. Saran-saran
Berbagai gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran, baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang dirintis terutama pemanfaatan aneka sumber dalam kegiatan pembelajaran di kelas disarankan untuk dapat dioptimalkan bagi kepentingan peserta didik. Pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, peran guru lebih bersifat memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik tidak lagi hanya bergantung kepada guru. Peserta didik diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar, diberi peneguhan dan motivasi untuk belajar, dan kebebasan untuk mengakses berbagai sumber belajar yang tersedia. Karena itu, peserta didiklah yang Sangay menentukan keberhasilan belajarnya yaitu melalui keaktifannya memanfaatkan aneka sumber belajar yang ada.
Pada pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, para guru diharapkan dapat merubah persepsinya yang diwujudkan dalam betuk perannya sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan menjadi mitra peserta didik dalam kegiatan belajar. Di samping itu, para guru diharapkan dapat menggali dan memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran.
Guru dituntut untuk mampu berkreativitas, mengaitkan perilakunya di depan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan yang dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajarannya berpusat pada peserta didik (learner centered). Peran peserta didik dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan dan berbagi berbagai pengetahuan, serta mengembangkan pembelajaran yang bersifat kolaboratif dengan peserta didik lain.
Kepustakaan
Adi, Saiful. (2007). Fungsi Guru dan Peserta didik Sudah Berubah. http://saifuladi.wordpress. com/2007/11/19/
AECT. 1986. Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
Anaktototy, Jacob. (2001). Hasil Belajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (sumber dari internet: http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/44/jacob.htm).
Budiwalujo, Surjanto. (2006). Bagaimana memahami Kurikulum Pendidikan. http://www. sampoernafoundation. Org/content/view/116/103/lang,id/
Catalano, George D. dan Karen C. Catalano. (2007). Transformation: From Teacher-Centered to Student-Centered Engineering Education. (sumber internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007 <http://72.14.235.104/search?q=cache:EO7KNCSEJA8J:fie.engrng.pitt.edu/fie97/papers/1318.pdf + teacher-centered+classroom&hl=en& ct =clnk&cd=5>).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1983). Teknologi Instruksional. Jakarta: P2LPTK.
Dwiyanto, Arif Rifai. (2000). Teknologi dan Proses Belajar, sub tema “Knowledge Mobility”. (sumber dari internet: <http://digilib.itb. ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-proc-2000-arif-619-knowledge>).
Jhonson, Molly. (2007). Learner-centered Education as A Model and A Platform for Training Graduate Teaching Assistants in Professional Skills. (sumber internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007:http://72.14.235.104/search?q=cache:Jh9huPl4AZsJ:fie.engrng.pitt.edu/fie98/papers/johnson.pdf+teacher-centered+classroom&hl=en&ct=clnk&cd=50).
Mahirppb. (2007). Pembelajaran Berpusatkan Murid. (sumber dari internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007).
Maolani, Ilam. (2007). Media Pembelajaran. (sumber dari internet: <http://gurupaismaalmuttaqin.blogspot.com/2007/11/media-pembelajaran-rangkuman-mata.html>).
Mulyasa. (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Payong, Marsel Ruben. (2004). "Good-bye, Teacher...", (sumber dari internet: <http://unisosdem.org/klipingdetail.php?aid=4730& coid=1&caid=52>).
Ubaydillah. (2004). Kutu Loncat. http://www.e-psikologi.com/pengembangan/280904.htm.
Berbagai gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran telah diterapkan, baik yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pendidikan maupun untuk perluasan akses pendidikan, di antaranya adalah: penataran/pelatihan guru, pengadaan sarana/prasarana pendidikan, penerapan cara belajar peserta didik aktif, perintisan sistem pendidikan sekolah pembangunan, penerapan sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, pengembangan dan pemanfaatan berbagai sumber belajar, pengembangan sistem belajar mandiri, dan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Paradigma baru telah membawa tantangan baru bagi profesi guru. Perubahan besar dalam ilmu dan teknologi membawa perubahan dari pembelajaran yang berfokus pada guru menjadi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Di abad ini, sumber-sumber informasi telah berkembang pesat di luar sekolah dengan cara yang begitu menarik dan ketika memasuki sekolah, peserta didik sudah memiliki kekayaan informasi itu. Pesan-pesan media yang dikses peserta didik di luar sekolah sungguh menarik perhatian dan minat para peserta didik dan ini kadang kala bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas para guru dalam pembelajaran di kelas. Mengapa? Karena guru tidak atau terlambat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Di samping itu, guru masih berorientasi pada paradigma pembelajaran yang berfokus pada guru dan kemungkinan juga bahwa sebagian guru masih berpedoman pada kurikulum lama.
Pemberlakuan kurikulum baru biasanya disertai dengan penataran/pelatihan guru yang tujuannya adalah untuk membekali para guru agar memiliki kesiapan untuk menerapkan kurikulum yang baru. Perubahan paradigma memang memengaruhi peran guru, karena guru bukan satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Tentunya penataran/pelatihan yang demikian ini diharapkan dapat menjangkau semua guru. Dalam kaitan ini, Departemen Pendidikan Nasional pernah menyelenggarakan model cascade training. Sejumlah guru yang potensial diidentifikasi dan dilatih di tingkat nasional agar mereka dapat menjadi master trainers di tingkat propinsi. Master trainers inilah yang kemudian bertugas untuk melatih/menatar para guru di tingkat propinsi. Para guru yang dihasilkan dari pelatihan/penataran tingkat propinsi ditugaskan untuk melatih/menatar para guru di tingkat Kabupaten/Kota.
Mengingat jumlah guru pada satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yang sangat besar dan sebagian besar berada di daerah pedesaan, maka dapat saja terjadi bahwa tidak semua guru mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran secara tatap muka, baik di tingkat nasional atau propinsi. Selain berada di daerah pedesaan, kondisi geografis untuk menjangkau para guru SD ini juga merupakan kesulitan tersendiri. Belum lagi masalah keterbatasan sarana transportasi yang tersedia untuk dapat menjangkau para guru. Dukungan finansial guru yang sangat terbatas menjadi kendala tersendiri bagi para guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan/penataran yang dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota.
Keterbatasan jangkauan pelatihan/penataran guru secara tatap muka telah mendorong Departemen Pendidikan untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya siaran radio. Hasil kajian/penelitian merekommendasikan bahwa siaran radio sangat potensial untuk dimanfaatkan mendukung pelaksanaan pelatihan/penataran guru secara tatap muka. Sebagai daerah perintisan, penyelenggaraan siaran radio untuk mendukung pelaksanaan pelatihan/penataran guru SD secara tatap muka dimulai di Semarang dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1976. Selanjutnya, model penataran guru SD melalui siaran radio ini didiseminasikan ke berbagai propinsi lainnya.
Gagasan lainnya adalah perintisan Sekolah Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan model PPSP. Pada model PPSP ini diterapkan kegiatan belajar peserta didik yang bersifat mandiri. Para peserta didik yang memang tergolong sebagai “fast learners” dapat dengan lebih cepat menyelesaikan kegiatan pembelajarannya. Sedangkan peserta didik yang termasuk pada kategori “show learners” mendapatkan bimbingan belajar individual yang lebih banyak atau intensif dari guru sehingga tetap dapat menyelesaikan kegiatan pembelajarannya tetapi dengan rentangan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan peserta didik yang “fast learners” atau “moderate learners”. Artinya, masing-masing peserta didik dalam model PPSP belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing dan mendapatkan bimbingan belajar yang sesuai dari guru.
Gagasan lainnya yang perlu juga dikemukakan adalah pembelajaran dengan pemanfaatan media pembelajaran. Beberapa di antara model pembelajaran yang telah diterapkan yang memanfaatkan media pembelajaran adalah pembelajaran yang memanfaatkan media kaset audio untuk peserta didik SD, model penataran Guru SD melalui Siaran Radio, model pembelajaran yang memanfaatkan media kaset audio dan video untuk peserta didik SMP, model pembelajaran yang menggunakan paket multimedia di SMK, model pembelajaran dengan menggunakan media slide suara, model pembelajaran dengan menggunakan media siaran televisi, dan model pembelajaran dengan menggunakan media internet.
Dengan demikian gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran semakin memberdayakan sumber belajar (learning resources), sehingga peserta didik tidak hanya bergantung kepada guru. Peserta didik bisa diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar, diberi peneguhan dan motivasi untuk belajar serta disediakan sumber belajar memadai, karena sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005:48) .
Akibatnya, para guru di abad informasi ini memiliki tugas berat untuk merangsang kembali minat peserta didik terhadap pesan-pesan pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan membuat peristiwa pembelajaran di kelas semenarik kemasan pembelajaran yang dijumpai di luar kelas.
Tugas berat ini tidak mudah dilaksanakan sehingga perlu ada reorientasi pendidikan guru. Reorientasi ini dilakukan karena perubahan paradigma pembelajaran dari paradigma behavioristik kepada paradigma humanistik konstruktivis. Dengan demikian, orientasi pendidikan guru kini dan kedepan tidak hanya menyiapkan para guru dengan kemampuan mengajar yang baik, tetapi juga kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran.
Itu berarti penguasaan terhadap bidang ajaran (subject matter) bukan lagi menjadi tekanan utama. Sebaliknya, bagaimana mengelola kelas dan mengemas bahan ajar secara menarik sehingga bisa merangsang minat belajar peserta didik. Para guru juga harus menguasai psikologi anak dan cara mempengaruhi mereka untuk bisa belajar. Mengetahui tahapan perkembangan anak saja tidak cukup, lebih dari itu bagaimana dengan pengetahuan dapat menjadi landasan untuk mengemas peristiwa belajar yang menarik bagi mereka. Sehingga guru harus menciptakan pembelajaran yang menarik dengan memanfaatkan segala sumber belajar.
Gagasan berikutnya yang dewasa ini banyak diperbincangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Model pembelajaran ini sangat penting karena memberi kebebasan sepenuhnya kepada peserta didik untuk belajar sesuai kemampuan dan kecepatan belajarnya. Sekolah menetapkan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan itu menyesuaikannya dengan kecepatan belajar dan kemampuan yang dimilikinya.
Dari berbagai gagasan pembaharuan yang telah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya telah mengindikasikan bahwa guru telah memposisikan dirinya bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik di dalam kelas. Atau dengan menggunakan istilah yang agak “ngetren”, guru telah menerapkan pembelajaran berbasis aneka sumber (resources based learning). Manakala guru secara konsisten menerapkan kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber, maka guru yang bersangkutan dapat dikatakan telah menerapkan kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah ciri-ciri kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik? Bagaimana pula perbedaannya dengan pembelajaran yang berfokus pada guru?
B. Pembahasan
Belajar, Pembelajaran, dan Sumber Belajar
Istilah belajar sudah terlalu sering kita dengarkan. Tidak hanya diucapkan atau digunakan di lingkungan pendidikan saja tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahkan di lingkungan keluarga, para orangtua sering dan tentunya juga tidak henti-hentinya mendorong anak-anaknya untuk selalu teratur belajar, baik di sekolah, di rumah, atau di tempat lain. Yang jelas, para orangtua selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk selalu memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar. Selain itu, para orangtua juga repot mencari tempat belajar tambahan agar anak-anaknya dapat lebih berhasil dalam kegiatan belajarnya.
Kita juga mengenal berbagai ungkapan yang mengatakan bahwa belajar dapat terjadi di mana saja. Belajar tidak mengenal batasan usia. Belajar juga tidak terbatas hanya bagi mereka yang masih berusia sekolah. Belajar juga terjadi bagi mereka yang telah bekerja dan bahkan yang sudah pensiun sekalipun. Belajar tidak hanya terbatas dari guru. Belajar dapat dari siapa saja. Belajar juga dapat melalui berbagai jenis media. Akhirnya, ada ungkapan sebagai penutup bahwa kegiatan belajar berlangsung sepanjang hayat.
Bila diamati dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus di lingkungan keluarga misalnya, berbagai kegiatan belajar dapat terjadi. Seorang ibu yang membimbing anaknya untuk dapat (a) tegak berdiri dan bahkan berjalan (dalam hal ini, anak yang belajar berdiri atau berjalan), (b) makan sendiri tanpa harus disuapin oleh ibu atau orang lain, (c) berbicara, (d) mandi sendiri, (e) berpakaian sendiri, (f) menghitung-membaca-menulis, dan masih banyak bidang lainnya.
Belajar menurut definisi yang paling sederhana adalah proses yang dilakukanseseorang untuk mengubah keadaannya dari tidak tahu menjadi tahu. Selain definisidiatas masih banyak lagi definisi lain mengenai belajar, tetapi biarlah kita gunakandefinisi diatas untuk sebagai landasan pembahasan ini. Dari definisi itu dapat diambilkesimpulan bahwa dalam proses belajar, terdapat pelaku dan ada sesuatu yang dipelajariatau yang akan diketahui (Dwiyanto, Arif Rifai. 2000).
Belajar merupakan proses berkesinambungan yang berlangsung seumur hidup. Menurut Callahan dan Clark (1983: 198) yang dikutip oleh Jacob Anaktototy (2001:2) bahwa, walaupun belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan secara sadar. Belajar juga diartikan sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dalam diri seseorang mengenai pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman.
Pendapat tersebut di atas senada dengan pendapat Bower dan Ernes (1981: 11) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) yang mengatakan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dan tidak disebabkan oleh adanya kedewasaan. Belajar dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Artinya aktivitas yang disengaja adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan mempunyai tujuan, yaitu untuk memperoleh satu pengalaman baru. Aktivitas belajar yang tidak sengaja merupakan suatu interaksi individu dengan lingkungan secara kebetulan dan melalui interaksi yang terjadi, individu mendapat pengalaman baru. Pendapat Romiszowski (1981:241) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tentang bidang yang dipelajari.
Pembelajaran adalah proses yang kita lakukan untuk mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Kemampuan di sini bisa berbentuk kuantitas atau kualitas dari kebiasaan, orang yang kita ajak bergaul dan paradigma dalam arti apa yang kita lakukan untuk mengabadikan warisan lama yang masih bagus dan apa yang kita lakukan untuk mengadopsi hal baru yang lebih bagus (Ubaydillah. 2004).
Mulyasa berpendapat bahwa sumber belajar secara sederhana dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005).
Pengertian sumber belajar adalah segala sesuatu dari dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983). Dalam proses belajar, komponen sumber belajar ini mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Sumber belajar untuk pelajaran matematika adalah segala sesuatu, baik yang berwujud benda maupun orang yang dapat menunjang keinginan untuk belajar . Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat digunakan oleh pembelajar sehingga terjadi perilaku belajar.
Menurut AECT, sumber belajar adalah semua hal (data, orang dan barang) yang dapat dipergunakan pebelajar, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang , alat, teknik dan latar (AECT, 1986).
Ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar menurut AECT dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design)
Sumber belajar yang dirancang adalah sumber belajar yang memang disengaja direncanakan, dirancang, dan dibuat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar semacam ini sering disebut bahan pembelajaran. Contoh: buku pelajaran, modul, program slide, program audio, transparansi, dan sebagainya.
b. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization)
Sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran tetapi sudah tersedia di pasaran dan yang berkepentingan atau guru tinggal mengidentifikasi, memilih, dan memanfaatkannya bagi keperluan pembelajaran (learning resources by utilization). Contoh: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binantang, museum, sawah, terminal, surat kabar, dan sebagainya (Maolani, 2007).
Sumber belajar mencakup (1) semua sumber (baik berupa data, orang, atau benda) yang dapat diguakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi peserta didik.(2) lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah sebagai sumber pengetahuan, dapat berupa manusia atau bukan manusia (Maolani, 2007).
Berdasarkan jenisnya, AECT mengklasifikasikan sumber belajar menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut (AECT, 1986):
a. Pesan
Informasi atau berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Isinya dapat berupa ide, konsep, gagasan, fakta atau data. Isi seluruh bidang studi yang dikembangkan di sekolah mengandung pesan yang harus diajarkan kepada peserta didik. Jadi, pesan ini berupa seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik, yang semuanya tercakup dalam kurikulum.
b. Orang
Manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Contoh: guru, dosen, orang tua, pustakawan, petugas lab, instruktur, tutor, pelatih olahraga, tenaga ahli, dan sebagainya, termasuk peserta didik itu sendiri.
c. Bahan
Perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasanya disajikan menggunakan peralatan tertentu. Contoh: buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (overhead transparency), program slide, alat peraga dan sebagainya.
d. Alat
Perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contoh: OHP, tape recorder, video player, proyektor slide, proyektor film, komputer, dan sebagainya.
e. Teknik
Tata cara atau prosedur yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup: praktikum, ceramah, permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama, diskusi, dan sebagainya.
f. Latar (setting) atau lingkungan
Segala sesuatu yang berada di sekeliling peserta didik, dapat berupa tempat atau benda yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan belajar, seperti: perpustakaan, laboratorium, ruang paktek. Di luar sekolah, seperti: dataran tinggi, pegunungan, tempat pertanian, industri, kebun binatang, museum, laut, dan sebagainya.
Pembelajaran yang Berfokus pada Guru
Pada awalnya memang guru merupakan salah satu atau dapat dikatakan sebagai satu-satunya komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Mengapa? Guru dalam hal ini memang benar-benar berfungsi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik. Manakala guru, karena satu dan lain hal terpaksa tidak dapat hadir di sekolah, maka kegiatan pembelajaran dapat dikatakan tidak akan berlangsung. Apabila keadaannya sudah seperti yang demikian ini di mana kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada kehadiran guru, maka dapatlah dikatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran yang berfokus pada guru.
Kemudian, pembelajaran yang berfokus pada guru dapat dilihat dari rancangan pembelajaran yang disiapkan guru. Dari rancangan persiapan mengajar guru dapat juga dilihat apakah kegiatan pembelajaran yang dikelola guru masih berorientasi pada guru atau peserta didik.
Apakah di dalam rancangan pembelajaran (satuan pelajaran atau satpel; sekarang dikenal sebagai rancangan pelaksanaan pembelajaran atau RPP) yang disusun guru masih menekankan pada kemampuan atau keberhasilan guru mengajarkan materi pelajaran yang ditetapkan? Atau, sejauh manakah materi pelajaran yang telah ditetapkan di dalam RPP telah berhasil selesai diajarkan guru kepada peserta didiknya? Atau, apakah guru masih menekankan kegiatan pembelajarannya pada tingkat pemahaman atau penguasaan peserta didik (kompetensi) terhadap materi pelajaran yang dirancang guru? Dengan kata lain, apakah peserta didik telah berhasil mencapai tingkat kompetensi yang telah ditetapkan di dalam RPP?
Dalam setiap aktivitas pembelajaran, guru berpedoman pada materi pelajaran yang direncanakan di dalam RPP. Apakah guru merasa puas manakala telah berhasil menyajikan semua materi pelajaran yang telah direncanakannya di dalam RPP? Masalah apakah materi pelajaran yang disajikan guru telah dapat benar-benar dipahami/dikuasai oleh peserta didiknya seolah-olah bukanlah menjadi “concern” guru. Apakah memang benar demikian ini?
Selanjutnya, pembelajaran yang berfokus pada guru ditandai juga dengan metode mengajar yang diterapkan guru. Apakah guru hanya menggunakan metode mengajar chalk and talk” (kapur tulis dan bicara)? Apakah guru hanya menuliskan di papan tulis materi pelajaran apa yang perlu disampaikannya kepada peserta didiknya dan kemudian menceramahkannya. Peserta didik hanya tinggal duduk manis dan mencatat apa yang ditulis guru di papan tulis dan kemudian mendengarkan dengan cermat apa yang diceramahkan guru. Setelah itu, guru keluar kelas dan peserta didik pun terbebas dari guru.
Pembelajaran berpusat pada guru adalah pembelajaran yang mana fungsi guru adalah sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban, serta mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran. Sementara itu tugas peserta didik adalah mengungkapkan kembali pengetahuan, penerima informasi yang pasif, serta pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter).
Aktivitas kelas selama pembelajaran adalah guru sebagai sentral dan bersifat didaktis. Peran guru adalah penyampai fakta-fakta, guru adalah ahli yang tidak tertandingi peserta didik. Penekanan pembelajaran adalah pada mengingat fakta-fakta. Konsep pengetahuan adalah akumulasi fakta secara kuantitatif. Penampilan keberhasilan adalah penilaian acuan norma. Penilaian hanya pencil and papper test. Penggunaan teknologi hanya bersifat latihan dan praktek (Adi, 2007).
Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, cara pandang terhadap kurikulum terbatas dalam lingkup penertian yang sempit yaitu kurikulum dipandang hanya berupa sekumpulan daftar mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik.Jadi, jika guru memandang kurikulum dalam arti sempit yang demikian ini, mereka akan berpedoman secara ketat pada kurikulum, bukannya proses pembelajaran demi penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Orientasi pembelajarannya pun didominasi guru (teacher centred). Akibat dari pemahaman yang sempit terhadap kurikulum, maka yang terjadi adalah pencapaian target penyelesaian kurikulum dengan domain kognitif semata (Budiwalujo, 2006).
3. Pembelajaran yang Berfokus pada Peserta Didik
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK), maka peran guru dan peserta didik telah berubah. Peran guru telah berubah sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra peserta didik dalam kegiatan relajar, serta menjadi lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran peserta didik dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan dan berbagi berbagai pengetahuan, serta mengembangkan pembelajaran berkolaboratif dengan peserta didik lain.
Aktivitas kelas pada pembelajaran yang berfokus pada peserta didik adalah peserta didik menjadi sentral dan bersifat interaktif. Peran guru bersifat kolaboratif, dan kadangkala peserta didik berperan sebagai ahli. Penekanan pembelajaran adalah menghubungkan antara informasi dan temuan. Konsep pengetahuan adalah transformasi fakta-fakta. Penampilan keberhasilan adalah pada kualitas pemahaman, serta penilaian acuan patokan. Penilaian lebih bervariatif baik itu portofolio, ketrampilan proses atau kinerja peserta didik, serta performance peserta didik. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah sebagaikomunikasi, akses informasi dan teknologi, kolaborasi, serta ekspresi.
Guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai pembelajaran dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan guru memfasilitasi pembelajaran peserta didik secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi dalam paradigma pembelajaran berpusat pada guru telah bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi saja (Adi, 2007).
Dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, cara pandang guru mengenai kurikulum adalah dalam artian yang luas yaitu bahwa kurikulum di samping berupa daftar kumpulan mata pelajaran juga harus diartikan sebagai kegiatan belajar dan sebagai pengalaman belajar peserta didik (Budiwalujo, 2006). Cara pandang ini menuntut guru untuk mampu berkreativitas, mengaitkan perilakunya di depan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajarannya berpusat pada peserta didik (learner centred).
Strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dapat ditandai dengan beberapa kegiatan, yaitu:
a. Mewujudkan pengalaman pembelajaran yang dapat menarik minat peserta didik serta melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b. Memberi peluang kepada peserta didik untuk dapat belajar secara individu, kelompok, maupun klasikal.
c. Melibatkan peserta didik dalam membentuk proses pembelajaran melalui diskusi berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing peserta didik.
d. Memberi pesrta didik kebebasan menentukan pilihan tentang sumber belajar dan aktivitas dalam pembelajaran.
e. Mewujudkan prosedur pemantauan agar peserta didik bertanggungjawab atas apa yang mereka pelajari.
f. Menentukan kriteria penilaian secara kolaboratif antara guru dan peserta didik.
g. Merancang penilaian berkelanjutan secara kolaboratif (Mahirppb, 2007).
Karakteristik model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut Molly Jhonson (Jhonson, 2007) dapatlah dikemukakan antara lain sebagai berikut:
a. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran ketimbang sebagai penyaji pengetahuan.
b. Mengelola kelas yang lebih kondusif terhadap kegiatan dan interaksi peserta didik yang mengarah pada pengalaman belajar yang produktif.
c. Peserta didik aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran ketimbang hanya duduk manis, pasif selama kegiatan belajar berlangsung di dalam kelas.
d. Membutuhkan investasi waktu dan energi untuk menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Beberapa persyaratan untuk keberhasilan pelaksanaan penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut Molly Jhonson (Jhonson, 2007) adalah:
a. Mengubah paradigma guru dari yang semula guru sebagai sumber pengetahuan yang langsung (dan kadang-kadang satu-satunya) bagi peserta didik menjadi guru sebagai fasilitator pembelajaran.
b. Komitmen guru untuk menyediakan waktu dan tenaga untuk membelajarkan peserta didik tentang berbagai materi pengetahuan.
c. Kesediaan guru untuk mencoba menerapkan pendekatan baru dan asing dalam mengelola kelas, dan kesediaan guru untuk melihat secara kritis pada usaha penerapan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
d. Inisiatif guru bergabung ke dalam ”suatu masyarakat diskursus” tentang strategi pengajaran dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik sehingga senantiasa dapat saling berbagi dan meningkatkan kualitas diri dalam penerapan strategi pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Menurut Molly Jonson (Jonson, 2007) manfaat yang diperoleh melalui model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik adalah:
a. Peserta didik lebih aktif melibatkan dirinya memahami materi pelajaran.
b. Peserta didik lebih termotivasi dalam kegiatan belajarnya.
c. Peserta didik mempelajari lebih banyak keterampilan termasuk ketrampilan pengetahuan disiplin, kolaboratif, dan komunikatif.
d. Peserta didik dikondisikan untuk mengembangkan di dalam dirinya gambaran yang lebih jelas tentang pemahamannya terhadap materi pelajaran.
e. Peserta didik dapat mengembangkan interaksi yang dekat dengan guru dan bermanfaat bagi kemajuan belajarnya.
Peranan guru dalam pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menurut George D. Catalano dan Karen C. Catalano (Catalano dan Catalano, 2007) adalah: modelling thinking/processing skills. Salah satu tindakan yang sangat penting yang dinilai guru untuk dilakukan memfasilitasi perubahan paradigma dari “pembelajaran yang berfokus pada guru” ke “pembelajaran yang berfokus pada peserta didik” adalah memproses secara verbal bagaimana seseorang berpikir, berbuat, mendengarkan, atau memaknai bahan belajar baru, dan bagaimana seseorang mencari solusi terhadap masalah yang membentang (posed).
Peranan baru guru dalam kegiatan pembelajaran yang berfokus pada peserta didik:
a. Pahami dan ketahuilah secara jelas kearah mana secara kognitif dikehendaki berkembang. Kembangkanlah pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memfasilitasi peserta didik mengeksplorasi/pertumbuhan. Gunakanlah sarana/alat visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan bimbinglah peserta didik untuk dapat menggunakan sarana/alat tersebut.
b. Bentuk dan fungsikanlah kelompok-kelompok belajar.
c. Gunakanlah analogi dan metafor.
d. Adakanlah mekanisme yang tidak berbahaya yang tidak menakutkan untuk dialog tidak langsung antara guru dan peserta didik.
Peranan guru yang kedua adalah mengetahui secara jelas dan pasti kearah mana dikehendaki peserta didik akan berkembang secara kognitif. Dalam hal ini, guru hendaknya mengetahui tingkat kemampuan berpikir yang dituntut untuk dikembangkan peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Peranan guru yang ketiga, yaitu mengembangkan pertanyaan yang bersifat “memaksa” peserta didik untuk menguraikan apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Hendaknya guru benar-benar menghindarkan pertanyaan “Apakah ada pertanyaan?”. Guru hendaknya juga memberikan beberapa kesempatan kepada peserta didik untuk membuat/merumuskan kesimpulan/dan atau menjelaskan materi yang baru saja selesai dibahas. Peserta didik juga haruslah dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat penetrasi.
Peranan guru yang keempat yaitu menggunakan alat/sarana visual untuk membantu peserta didik agar dapat “melihat” bagaimana informasi dapat dihubungkan dan mengajarkan kepada peserta didik cara pengguanan sarana/alat visual ini.
Peranan guru yang kelima yaitu mendorong pembentukan kelompok-kelompok belajar. Kelompok belajar dapat dibentuk dalam berbagai bentuk tergantung pada besarnya kelas, mata pelajaran, dan pendapat/pemikiran guru.
B. Penutup
1. Kesimpulan
Gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran telah diterapkan, baik yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pendidikan maupun untuk perluasan akses pendidikan, di antaranya adalah: penataran/pelatihan guru, pengadaan sarana/prasarana pendidikan, penerapan cara belajar peserta didik aktif, perintisan sistem pendidikan sekolah pembangunan, penerapan sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, pengembangan dan pemanfaatan berbagai sumber belajar, pengembangan sistem belajar mandiri, dan model pembelajaran yang berfokus pada peserta didik.
Dari berbagai gagasan pembaharuan yang telah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya telah mengindikasikan bahwa guru telah memposisikan dirinya bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik di dalam kelas. Posisi guru telah berubah menjadi fasilitator pembelajaran.
2. Saran-saran
Berbagai gagasan pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran, baik yang telah dilaksanakan maupun yang sedang dirintis terutama pemanfaatan aneka sumber dalam kegiatan pembelajaran di kelas disarankan untuk dapat dioptimalkan bagi kepentingan peserta didik. Pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, peran guru lebih bersifat memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik tidak lagi hanya bergantung kepada guru. Peserta didik diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar, diberi peneguhan dan motivasi untuk belajar, dan kebebasan untuk mengakses berbagai sumber belajar yang tersedia. Karena itu, peserta didiklah yang Sangay menentukan keberhasilan belajarnya yaitu melalui keaktifannya memanfaatkan aneka sumber belajar yang ada.
Pada pembelajaran yang berfokus pada peserta didik, para guru diharapkan dapat merubah persepsinya yang diwujudkan dalam betuk perannya sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan menjadi mitra peserta didik dalam kegiatan belajar. Di samping itu, para guru diharapkan dapat menggali dan memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran.
Guru dituntut untuk mampu berkreativitas, mengaitkan perilakunya di depan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan yang dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajarannya berpusat pada peserta didik (learner centered). Peran peserta didik dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan dan berbagi berbagai pengetahuan, serta mengembangkan pembelajaran yang bersifat kolaboratif dengan peserta didik lain.
Kepustakaan
Adi, Saiful. (2007). Fungsi Guru dan Peserta didik Sudah Berubah. http://saifuladi.wordpress. com/2007/11/19/
AECT. 1986. Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
Anaktototy, Jacob. (2001). Hasil Belajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (sumber dari internet: http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/44/jacob.htm).
Budiwalujo, Surjanto. (2006). Bagaimana memahami Kurikulum Pendidikan. http://www. sampoernafoundation. Org/content/view/116/103/lang,id/
Catalano, George D. dan Karen C. Catalano. (2007). Transformation: From Teacher-Centered to Student-Centered Engineering Education. (sumber internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007 <http://72.14.235.104/search?q=cache:EO7KNCSEJA8J:fie.engrng.pitt.edu/fie97/papers/1318.pdf + teacher-centered+classroom&hl=en& ct =clnk&cd=5>).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1983). Teknologi Instruksional. Jakarta: P2LPTK.
Dwiyanto, Arif Rifai. (2000). Teknologi dan Proses Belajar, sub tema “Knowledge Mobility”. (sumber dari internet: <http://digilib.itb. ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-proc-2000-arif-619-knowledge>).
Jhonson, Molly. (2007). Learner-centered Education as A Model and A Platform for Training Graduate Teaching Assistants in Professional Skills. (sumber internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007:http://72.14.235.104/search?q=cache:Jh9huPl4AZsJ:fie.engrng.pitt.edu/fie98/papers/johnson.pdf+teacher-centered+classroom&hl=en&ct=clnk&cd=50).
Mahirppb. (2007). Pembelajaran Berpusatkan Murid. (sumber dari internet yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2007
Maolani, Ilam. (2007). Media Pembelajaran. (sumber dari internet: <http://gurupaismaalmuttaqin.blogspot.com/2007/11/media-pembelajaran-rangkuman-mata.html>).
Mulyasa. (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Payong, Marsel Ruben. (2004). "Good-bye, Teacher...", (sumber dari internet: <http://unisosdem.org/klipingdetail.php?aid=4730& coid=1&caid=52>).
Ubaydillah. (2004). Kutu Loncat. http://www.e-psikologi.com/pengembangan/280904.htm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar